Friday, November 9, 2007

Bahaya HIV/AIDS dan Narkoba

Sebagai suatu negara yang sedang berkembang, Indonesia menghadapi resiko yang tinggi dengan menjadi salah satu wilayah epidemi penyakit AIDS di masa mendatang. Bahkan beberapa tahun terakhir, Indonesia sudah mulai menapak permasalahan HIV/AIDS, sejalan dengan penyebaran penyakit menular akibat hubungan seksual ( PMS ) lainnya. Semenjak ditemukannya seorang penderita AIDS di Bali tahun 1987, hingga tahun 1999, telah tercatat sejumlah 1044 orang penderita, yang positif mengindap virus HIV, dan beberapa diantaranya telah meninggal dunia. Gambaran kecepatan penambahan jumlah HIV ini, menyerupai negara Thailand sekitar 10 tahun yang lalu.

Jika kita menggunakan perhitungan WHO, untuk setiap kasus HIV positif terdapat 100 (seratus) orang lain disekitarnya, yang juga HIV positif. Maka, diperkirakan sekitar 400.000 (empat ratus ribu) orang Indonesia, dijangkiti virus pencabut nyawa tersebut. Keadaan ini akan terus meningkat, di masa mendatang dan diperparah dengan maraknya, jarum suntik Narkoba yang hingga kini, sekitar 2 juta pelanggannya.

Bulan Maret 2000,yang baru lalu, telah diadakan pertemuan nasional Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), yang diikuti berbagai lembaga dan LSM, untuk mencari solusi terbaik terhadap penanganan bahaya AIDS dan Narkoba. Penulis yang kebetulan ditunjuk Komisi E DPRD Prop. Sulsel, bersama Drs.A.Conneng Asisten III, ikut mendiskusikannya, selama 3 hari di hotel Ancol Horizon Jakarta, yang melahirkan beberapa perubahan operasionalnya.

Perubahan Mendasar :
Menko Kesra dan Taskin, Prof. Basri Hasanuddin dalam pembukaan pada pertemuan Nasional tersebut, mengemukakan antara lain :

(1) Telah terjadi perubahan mendasar dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baru mengarah kepada demokratis yang lebih baik, namun kita menyadari, bahwa masih dalam proses untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

(2) Telah dimulainya dengan perubahan-perubahan beberapa departemen, badan, struktur-struktur organisasi, serta pejabat yang baru, yang kiranya akan mengubah pola kerja dan mekanisme pelaksanaan penanggulangan AIDS di semua jajaran.

(3). Tidak salah kiranya, pada pertemuan nasional ini agar jajaran KPA propinsi dan kabupaten, untuk segera menyesuaikan langkah-langkah yang perlu, dalam rangka perampingan ( Slimming ) organisasi, serta lebih menuju ke arah profesionalisme dan efisiensi, dalam segala bidang.

Dari tiga poin harapan Menko Kesra dan Taskin tersebut, diharapkan lahirnya paradigma baru dalam penanggulangannya. Mungkin diperlukan pemberantasan dan penanggulangannya diparalelkan antara AIDS dengan Narkoba, yang telah menjadi fakta, bahwa keduanya saling mempersubur melalui jarum suntik yang dipakai pengguna Narkoba,Keduanya adalah dosa besar yang dilarang agama.

Searah dengan hal tersebut, sambutan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Dra. Khafifah Indah Parawangsa, menitipkan beberapa harapan ; Pertama, sistem pendataan kasus AIDS selama ini, diperlukan analisis perkembangan hasil perspektif perempuan, yakni data gender yang lebih tajam dan lebih lengkap. Kedua, dalam penyusunan strategi penanggulangan AIDS, dihindari kegiatan – kegiatan yang bias gender. Pendekatan kelompok beresiko, perlu dikaji untuk dikembangkan lebih komprehensif. Ketiga, karena peran dan fungsi perempuan semakin meningkat, maka perlu terus ditingkatkan pemahaman dan kesadaran, akan bahaya dan pencegahan AIDS.

Keempat, peran organisasi perempuan, khususnya organisasi keagamaan sangat penting dalam pemberdayaan perempuan, sehingga perlu dilibatkan secara aktif dalam penanggulangan AIDS.

Baik Menko Kesra dan Taskin, maupun Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, kepala BKKBN, mengharapkan, adanya paradigma baru dan keikut sertaan semua kelompok masyarakat.

Suatu masalah yang ditawarkan struktur kepengurusan, tidak lagi didominasi oleh birokrasi, tetapi seluruhnya didominasi oleh LSM dan organisasi kemanusiaan, sedang kedudukan Gubernur atau Bupati, tak lebih hanya berfungsi sebagai koordinator saja, serta membuang banykanya ketua-ketua, karena jabatnnya, tetapi tidak bekerja. Demikian pula dengan hal pendanaan, bukan hanya didukung oleh donatur dari manca Negara, tetapi seluruh Departemen terkait, hendaknya menyediakan dana yang cukup, serta dukungan APBN, APBD propinsi dan Kabupaten di Indonesia. Penangannga hendaknya sama dengan pengentasan kemiskinan, yaitu dikeroyok beramairamai, seluruh instansi dan Lembaga kemanusiaan. Demi bangsa, demi generasi muda, demi martabat yang mengancam kehancuran.

Sistem Kondom :
Dalam diskusi yang berlangsung tiga hari lamanya, alternatif yang dianggap paling efektif, dari semua metode, penanggulangan AIDS adalah sistem kondom, sebab inilah yang disepakati dan paling berhasil, disebagian negara. Cuma kelemahan inilah yang paling besar dan penghalang sebagian besar ulama di daerah, terutama Kabupaten, jika disosialisasikan, karena dianggap lokalisasi prustitusi yang dilarang Allah. Hampir semua pemuka agama ( khususnya Islam ), masih menganggap anjuran pemakaian kondom di hotel-hotel itu adalah legitimasi pelacuran dan ini harus ditolak, sekalipun paling efektif di mancanegara.Para ulama menilai, tidak mungkin Tuhan melarang perzinaan kalau ada manfaatnya untuk manusia, bahkan sebaliknya zina itu mendatangkan Fahisya,yaitu kehancuran total yang merusak.

Penulis sendiri, juga belum dapat menerima, khususnya jika memperhatikan ayat “ Wala Taqrabuzzina “ ( Dan janganlah kamu mendekati zina ). Mendekati saja di larang, apalagi melakukannya. Istilah mendekati ini telah berkembang dimana-mana, baik melalui layar televisi, pergaulan muda-mudi yang bebas pacaran, dan di tempattempat hiburan.

Lanjutan ayat tersebut mengatakan “ Innahu kana fahisyah wa sa-a sabila “ ( Sesungguhnya zina itu adalah fahisyah ( perbuatan yang keji ) dan jalan yang paling buruk ) (QS. 17 : 32 ). Jika kita telusuri makna ‘ Fahisyah ` menurut beberapa tafsir, antara lain berarti “ dosa yang paling besar merusak keturunan, menghilangkan cahaya muka, memotong pintupintu rezeki dan mempercepat kematian “ ( al- Bayan IV : 415 )

Mengenai Narkoba yang induknya bagian dari khamar, menurut istilah Alquran, selalu mengundang permusuhan dan pembunuhan (Adawata wal-baghdha`) dan menghalangi seseorang untuk menjalankan perintah Allah (Wayasuddahum `an sabilillah ).

Menggemari minuman khamar sebagai induk Narkoba yang menghilangkan pemikiran sehat, adalah pusat kejahatan. Seseorang yang senang mengkonsumsi Narkoba, gampang melakukan dosadosa lain, seperti membunuh,memperkosa dan merampok. Itu sebabnya Alquran menggunakan istilah “Fajtanibuhu” (Jauhi dan hindari). Berdasarkan kedua larangan ayat tersebut, yakni HIV/AIDS akibat zina yang fahisyah dan Narkoba yang masuk kategori khamar yang merusak, keduanya mengundang pembunuhan dan pelenyapan nyawa, maka Alquran dengan tegas menlarang hal ini demi pembinaan moral dan mental generasi. Karena kedua larangan kembar ini yang saling mengisi dan keduanya akibat sampingan dari pergaulan yang kita anggap modern, terserah kita semua. Kita mau memberhentikan atau mau melanjutkan?. Tapi demi pariwisata, mengapa di negeri-negeri Islam pariwisata tidak bertentangan dengan hiburan, tidak mempersubur praktek zina dan khamar. Pelu studi banding, Mungkin ada cara khusus dalam memberantas bahaya pemusnah manusia ini.

Semoga Tuhan memberikan cara penanggulangan yang baik tanpa menginjak etika bangsa yang religius. Tidak mungkin Tuhan larang kalau tidak membahayakan manusiaJika kedua larangan ini dilanggar, maka timbullah akibat yang disebut “fahisyah” dan “saa sabilah” (keruntuhan dan jalan hidup yang paling buruk ). Obat yang paling mujarab dalam panangulangannya, adalah mengubah cara pandang modernisasi ala negeri Barat, yaitu hiburan malam,dengan maksiyatnya. Metode pemberantasan kedua ancaman tadi, menganalogikannya dengan sistem pemberantasan penyakit malaria, yakni membersihkan dan mengalirkan selokan, dengan menghilangkan sarangnya, yaitu Tempat Hiburan Malam, dari prustutusi dan alkohol. Ainul yakin,insya Allah, setelah kita coba.

No comments: