Saturday, November 10, 2007

Kembali Fitrah

Fitrah (Kesucian) telah ditemukan kembali (‘Idul Fitri ) sesudah melaksanakan puasa Ramadhan. Dari hasil cas puasa, berlangsung satu bulan disitulah terlihat bobot pengisiannya. Yaitu jika terpelihara mulut dan alat kelamin dengan baik. Yaitu tidak difungsikan disiang hari. Dan terpelihara mulut, sehingga tidak mengeluarkan kata-kata dusta dan caci maki, sesuai arti puasa yaitu menahan (imsak). Alhamdulillah. Tapi banyak orang berkata, membangun sesuatu gampang, tapi yang susah adalah memeliharanya yang telah dibangun, terutama dalam waktu panjang.

Predikat takwa (La’allakum tattaqun), yang diraih ketika menjalankan puasa, apakah bertahan satu minggu, atau satu bulan atau lebih, sesudah lebaran ?. Tidak jelas. Tapi, sekedar perbandingan, lampu neon di rumah yang dapat bersinar segera, jika pemadaman lampu tiba, terkadang hanya bertahan satu jam dan terkadang sampai 4 jam, sama lamanya jadwal pemadaman. Setelah diteliti, ternya tergantung casnya. Jika tidak diganggu waktu pengisian cas bertahan lama. Demikian puasa Ramadhan yang lalu. Artinya, kita akui, tergantung pengisiannya yang mantap. Kalau takwanya bernilai kifayah (cukup), jayyid (bagus ) dan jayyid jiddan (bagus sekali). Begitulah nilainya. .

Nur Ilahi:
Puasa dengan bobot yang terpelihara casnya, ialah yang jayyid dan jayyid jiddan. Puasa yang seperti itulah yang memancarkan Nur Ilahi (Menerangi semua yang gelap). Makna Nur yang popular menurut ulama Tafsir, bercahaya dan berkobar terus. Dalam Al-Quran ada 33 kali ayat yang terulang. Diantaranya “ Allahu Nur al- samawati wa al-ardhi ” (Allah Pemberi cahaya langit dan bumi ) (QS.24:35).

Menurut Tafsir Al-Baidhawi, cahaya Allah itu dipancarkan perantaraan malaikat dan nabio-nabi dengan cahaya petunjuk dan sifat yang menakjubkan, karena tidak seperti api dan lampu yang memerlukan minyak. Itu sebabnya, lanjutan ayat disebut “ Nur ‘ala Nur” (Cahaya diatas cahaya).(Juz II: 124).

Ulama Tafsir Ibn Arabi, mengemukakan, pendapat ulam tentang ayat diatas yaitu Nur Ilahi itu ada 6:pengertian :

(1) Pemberi hidayat

(2) Pemberi cahaya

(3) Penghias

(4) Yang nampak jelas

(5) Pemilik cahaya, dan

(6) Cahaya tetapi bukan seperti cahaya yang kita kenal.

Sekalipun bervariasi pendapat ulama, tapi semua sepakat dan harus diyakini, bahwa Nur Ilahi, bukan seperti cahaya yang kita kenal, karena Tuhan “ laisa kamislihi syai-un” (Tidak ada yang menyerupai sesuatu).

Jadi makna Nur ‘ala Nur itu, yaitu petunjuk Ilahi.

Dan itulah sebabnya bagi yang telah berpuasa,dalam lanjutan ayat dikatakan “ Waliutabbirullaha ‘ala ma hadakum “.( Bertakbirlah kepada Tuhan, yang telah memberi petunjuk), sehingga kita dianjurkan membaca Takbir berulang-ulang, Allahu Akbar dalam lebaran.
.
Agama itu Fitrah :
Didalam Al-Quran ditegaskan ayat yang menyebut Fitrah itu hanya satu, tapi dalam bentuk lain, banyak. Yang menyebut langsung Fitrah yaitu “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Itulah agama yang lurus) tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS.3O :3O).

Menurut ulama Tafsir yang dimaksud fitrah Allah ialah bahwa manusia itu nalurinya beragama dan bertauhid. Kalau ada diantara manusia yang menyimpang, itu adalah pengaruh lingkungan. Mungkin dari orang tuanya, masyarakatnya atau pergaulan.

Pada ayat lain, yang juga berarti Fitrah lebih tegas dikatakan, “ Ibrahim berkata, sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi aku menyembah Tuhan yang menjadikan fitrahku dan telah memberikan hidayah kepadaku (QS.43: 27).

Dari ayat tersebut diketahui, bahwa pemberian hidayah dari Tuhan itu memerlukan pembinaan dan pendidikan yang intensif, karena sekalipun manusia dilahirkan dengan kesucian, tetapi pengaruh lingkungan tidak kurang pentingnya menjerumuskan umat manusia, sesuai hadis “ Kullu mauludin, yuladu ‘ala al-fithrah …” (Semua kelahiran berdasarkan kesucian, hanya kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majuzi) (HR.Bukhari). Mungkin anda pernah naik pesawat dengan orang yang memaklumkan dirinya atheis (Tidak bertuhan) Tapi apa yang terjadi jika cuaca buruk, boleh anda perhatikan si atheios itu pasti ada sesuatu yang ia ingat, lalu meminta keselamatan dalam penerbangan.. Itulah namanya fithrah. Sebab itu fitrah bernaluri baik, lebih berpeluang dan lebih besar, dari pada yang berpeluang buruk. Artinya, bagaimanapun jahatnya seseorang, dapat diperbaiki, apalagi jika dipupuk dengan kasih mesra, laksana tanaman, sehingga dari putik yang kecil, dapat dikembangkan menjadi daun yang lebat dan akhirnya dapat menghasilkan buah.

Dalam psikologi dakwah manusia itu dapat dipengaruhi dengan dua klasifikasi : Pertama, kepekaan individual : Kepekaan itu sangat erat hubungannya dengan watak dan pribadi individu manusia, seperti yang berwatak ekstravert, lebih mudah menerima sugesti, dibanding yang lain. Kedua, kepekaan kondisional : kepekaan karena pengaruh jiwa dan emosi seseorang, misalnya dalam keadaan duka, atau lelah, atau mabuk atau lapar, seperti itu tidak begitu mudah dipengaruhi. Itu sebabnya agama melarang seseorang menggunakan minum yang memabukan, melarang tidur nyenyak sementara tetangganya tidur dalam kelaparan, bahkan Nabi mencap “ La yu’minu” (Belumlah beriman jika membiarkan tetangga menderita kelaparan).

Persatuan & Kedamaian :
Prof. Dr.Quraish Shihab dalam khutbah Idul Fitri di mesjid Istiqlal beberapa tahun lalu berkata, bahwa kembali ke fitrah itu ialah kembali eratkan persatuan.

Dengan mengutip sabda Rasul SAW, semakin baik interaksi seseorang, semakin baik keberagamaannya, dan tidak mungkin masyarakat dapat maju dan berkembang, tanpa jalinan harmonis antar anggotanya. Semakin harmonis interaksi suatu masyarakat, semakin banyak manfaatnya. Selanjutnya dikatakan, banyak negara yang pernah kalah dalam peperangan, namun berhasil bangkit lebih maju dari sebelumnya, karena mereka memiliki nilai-nilai yang merekat hubungan mereka.Sebaliknya negara kecil atau besar akan runtuh ketika hubungan antara mereka tercabik- cabik dan menguras tenaga untuk mempertentangkan sesuatu yang bukan kepentingan bersama.

Pada prinsipnya, bahwa seluruh manusia adalah suatu kesatuan yang berasal dari Adam dan semua makhluk adalah ciptaan Tuhan yang dapat menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab.Itu sebabnya dalam rangkaian ibadah puasa, setiap muslim, kaya atau miskin diwajibkan menunaikan zakat fitrah sebagai lambang kesediaan memberi hidup dengan orang lain, demi kesejahteraan dan persatuan.jika terpaksa ada perselisihan, Rasul memperingatkan, jangan sampai berlanjut lebih dari tiga hari.

Akhinya uintuk memelihara Fitrah manusia sebagai Nur Ilahi dan sekaligus mempertahankan predikat takwa yang diraih di bulan Ramadhan, tiada lain kecuali mempertahankan identitas Islam itu sendiri, dimana salah satu makna akarnya “Silmi” (perdamaian). Allahumma anta Al- Salam (Engkau sendiri Ya Allah yang Al-Salam) dan Fahayyina bi al-Salam (Maka hidupkanlah kami dalam kedamaian). Minal ‘Aidin wal- Faizin, Mohon maaf atas kekhilafan..




No comments: