Saturday, November 10, 2007

Makanan Halal & Bergizi

Baru-baru ini kita dikejutkan adanya berita di koran, bahwa anak Balita di Sulawesi Selatan kekurangan gizi sekitar 44 % berdasarkan hasil penelitian ilmiah. Setelah DPRD Sulsel memanggil mitra kerjanya yang berhubungan masalah ini, alhamdulillah dinyatakan, memang pernah mencapai angka seperti itu beberapa tahun yang lalu, tapi kini telah menurun menjadi sisa 29 %.

Perlu kita akui selama ini memang sebahagian masyarakat menganggap bahwa pemberian makanan tambahan kepada anak Balita tidak begitu penting. Atau terpaksa, karena makanan pokok di rumahnya sendiri pas-pasan. Akibatnya anak kecil itu hanya diberikan sisa-sisa makanan orangtua atau diserahkan kepada pembantu untuk memberi makanan.Terserah dihabiskan atau dibuang atau sipembantu sendiri yang menghabiskan. Atau cukup orangtuanya cukup membelikan kuah mie yang dibawa penjual, tanpa memperhitungkan, ada gizinya atau tidak. Pokoknya asal anak tidak menangis. Padahal sumber pertumbuhan anak pada usia Balita itulah segalanya. Gizii buruk diwaktu Balita adalah permulaan kehancuran. Baik kemampuan otak atau ketahanan pisik dan mental.

Demikian kesadaran tanggung jawab orangtua terhadap masa depan generasi muda, juga dari segi agama, sangat dituntut. Alquran dengan tegas menyatakan “ Dan hendaknya takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka.Maka bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar ” (QS. 4:9).Tanggung jawab langsung mengenai makanan, anak adalah orangtuanya.(Wa arrajulu ra’in fi ahlih wa mas’ulun ‘an ra’iyatih= Seorang laki-laki adalah pelayan keluarganya dan akan mempertanggung jawabkan tentang isteri dan anaknya. (HR.Bukhari).

Sebab itu, bagaimana hukumnya dan kaifiat memberi makanan halal dan bergizi yang diajarkan Alquran ?.

Pengertian :
Sebelum menjelaskan apa yang dimaksud Alquran sehubungan masalah ini, lebih dahulu kita segarkan apa makna gizi dan masalahnya. Menurut Kamus Besar, gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan.

Menurut Guru Besar Ilmu Gizi UI, Prof. Dr. Ahmad Djailani (2OOO), Ilmu gizi merupakan ilmu terapan yang mempergunakan berbagai disiplin ilmu dasar seperti Biokimia,Ilmu Hayat (Fisiologi),ilmu Penyakit (Pathalogi).

.Untuk menguasai ilmu Gizi secara ahli, harus menguasai bagian-bagian dasar ilmu dasar tersebut yang relevan dengan ilmu tersebut. Defenisi Ilmu Gizi bermula ialah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah menjadi bagian tubuh dan enersi atau diekskresikan sebagai zat sisa. Tujuan akhir dari ilmu ini ialah mencapai,memperbaiki dan mempertahankan kesehatan tubuh.Defenisi inilah yang sekarang digunakan, memungkinkan lebih luas didalam mencapai tujuan ilmu Gizi.

Penyakit-penyakit yang berhubungan Gizi ialah:

(1) Penyakit gizilebih(Obesitas).

(2) Penyakit gizikurang (Malnutrition)

(3) Penyakir metabolik bawaan

(4) Penyakit keracunan makanan.

Penyakit-penyakit dan efek yang ditimbulkan salah satu dari penyakit diatas, akibat ketidak hati-hatian memelihara gizi yang seimbang, banyak sekali disinggung Kesehatan dan Alquran. Dan akan sangatlah patal jika terjadi pada anak-anak Balita.

Didalam Alquran:
Banyak ayat yang menjelaskan tentang makanan bergizi, diantaranya:

(1) “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik, dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu telah beriman kepadaNya”.(QS.Al-Maidah 88).

Yang disebut makanan bergizi pada ayat Al-Maidah diatas dapat dihubungkan dengan ayat lain, misalnya : “Daging hewan “(Surah al-Hahl 5) yang tujuannya untuk menghindari penyakit hati, menguatkan otot-otot, menguatkan otak dan menghindari anemia. Selanjutnya daging ikan (Surah Al-Hahl 14) yang tujuannya mempertinggi protein,menghasilkan minyak ikan sebagai sumber kalsium dan yodium. Kemudian susu (Labanan khlishan) pada (Surah Al-Nahl 66) yang tujuannya menghasilkan susu asali dan kalori serta vitamin A dan B Kompleks.Kemudian madu dan buah-buahan pada ( Surah Al-Nahl 67 dan 68) dan sayur-sayuran dan buah pada (Surah Al-Baqarah 61 dan Rum 23).Pokoknya Alquran dengan tegas memberi petunjuk gizi, secara baik untuk manusia.

(2) “Waai orang-orang beriman dan janganlah kamu makan hartamu yang diperoleh dengan jalan batil” (QS.4:29 ).

Menurut pendapat sebagian mufasir, bahwa surah Al-Maidah 88 diatas jika dihubungkan dengan ayat lain, maka yang dimaksud halal pada pengertian ayat tersebut yakni zat makanan yang dikonsumsi itu adalah makanan yang dihalalkan agama, misalnya ikan, daging hewan, susu dan madu.Namun harus menjadi pensyaratan mutlak, diteliti cara memperolehnya. Diperoleh dengan cara yang halal. Karena sekalipun makanan itu zatnya halal, tapi memperolehnya bukan cara yang benar, belum disebut mengandung gizi secara hakikat dan dapat merusak pertumbuhan pendidikan dan jiwa anak. Karena arti makanan bergizi ialah dapat membangkitkan api kebenaran untuk memperoleh ilmu dan melakukan kebaikan misalnya salat dan berbuat amal untuk masyarakat..

Penulis teringat pengalaman salah seorang Ustaz ketika mondok di pesantren.Ketika sang Kiyai sedang menalaah kitab pengajaran yang akan diberikan kepada santrinya, lalu sangat susah memahami isi buku yang berbahasa Arab itu.Kemudian Kiyai memanggil isterinya dan menanyakan, “apakah ada makanan yang disuguhkan kepada saya tidak halal ?.” Isterinya dengan tegas menjawab, “tidak ada Ustaz !”. Lalu bertanya berikutnya, coba ingat kayu bakar yang dipakai memasak, dari mana diperoleh ?.Astagfirullah !,maaf, sebagian kayu bakar itu saya pungut di kolong rumah tetangga, kata isterinya. Dengan nadah marah, ustaz memerintahkan untuk pergi membayar sekarang juga, karena itulah penyebabnya terhalang otak saya memahami kitab yang saya baca, karena disuguhi makanan yang dimasak dengan menggunakan kayu bakar curian.

Demikianlah salah satu contoh kecil, efek yang ditimbulkan jika memberi makanan kepada seseorang apalagi kepada anak yang baru bertumbuh, jika orangtuanya menyuguhkan makanan, sekalipun zatnya halal, tapi ada cara memperolehnya bermasalah, sekalipun hanya sepotong kayu bakar untuk mentuntaskan masakan.

Imam Al-Gazali pernah berpesan, hindarilah memberi makanan syubhat (meragukan) kepada anak, lebih-lebih zat yang dilarang Allah. Sebab, setitik air atau makanan yang pernah dimakan orangtua, akan pindah kepada anak yang dilahirkan menjadi daging dan dalam daging itulah bibit yang merusak akhlak dan otak yang sehat, dikemudian hari.

Menjauhi neraka:
Dalam salah satu ayat dinyatakan “ Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS.66:6).

Yang dimaksud memelihara diri dan keluarga agar tidak terjatuh ke dalam api neraka, khususnya kepada anak, diantaranya kata Nabi, yaitu : “ Tiada pemberian orangtua kepada anaknya yang lebih utama, selain mendidiknya dengan akhlak dan peradaban serta sopan santun yang sangat baik” (HR. Tirmidzi).

Dan lebih tegas lagi pada riwayat lain, diajarkan sopan santun sejak usia dini “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan salat sejak usia 7 tahun dan pukullah di usia 1O tahun jika masih enggan mengerjakannya, pisahlah tempat tidurnya setelah usia remaja dan janganlah diberi makan, kecuali makanan yang halal” (HR.Abu Dawud)

Dari kedua hadis tersebut dipahami bahwa ajaran salat sudah mulai dipraktekkan ketika anak berusia 7 tahun, berarti di usia Balita telah diajarkan cara mandi, wudhu, mengenal Tuhan dan menghafal bacaan-bacaan salat.

Pendidikan pertama terbaik ialah mengikutkan salat bersama orangtua, terutama pada permulaan malam dengan jamaah Magrib dan permulaan siang dengan berjamaah Subuh.Kalau kedua salat ini sukses sejak usia dini, imnsya Alllah salat lain dan akhlak akan diikuti dengan baik. Insya Allah.

Akhirnya berdasarkan syarahan diatas, maka memberi makanan halal dan bergizi bagi anak sejak usia dini adalah wajib dan kaifiatnya mengkonsumsi sesuai yang disinggung Alquranyang mengandung gizi seperti yang ada pada daging, ikan, telur dan madu. Di negara-negara maju seperti Jepang, pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah, apalagi Balita ditanggung sendiri orangtuanya.Tetapi terhadap anak yang orangtuanya kurang mampu, tambahan makanan itu ditanggung dan disubsidi pemerintah. Perlu kita tiru.

Alquran sejalan dengan ajaran kesehatan dan pendidikan, menyetujui perlunya peningkatan gizi bagi anak, dengan syarat halal zatnya dan halal cara memperolehnya.

Marilah kita bersama-sama menangani peningkatkan gizi anak Balita, untuk meningkatkan SDM, sebagai kebutuhan prima dalam pembangunan.


No comments: