Saturday, November 10, 2007

Meraih Presdikat Taqwa

ALHAMDULILLAH setelah berjihad (bersungguh-sungguh) selama satu bulan Ramadhan, mengendalikan hawa nafsu di siang hari. Menghidupkan malamnya dengan salat Tarawih, Tadarrus,dan I’tikaf. Menaklukkan ngantuk di waktu Sahur. Mengeluarkan sebagian harta berupa Zakat Mal, Fitrah, Sadakah dan Infak. Memberi perbukaan di mesjid, tetangga, dan keluarga terdekat, akhirnya kini kita tutup puasa dengan hari raya, Idul Fitri ( Kembali suci ). Dan dilanjutkan dengan saling bermaaf-maafan ( halalbihalal ) dengan sesame manusia.

Predikat Takwa:
Sesuai akhir ayat perintah puasa pada Surah Al-Baqarah 183 La’allakum tatattaqun (supaya kamu bertakwa), maka semua peserta Pendidikan Puasa ( Madrasah Al-Shaum ), yang lulus, memperoleh sertifikat atau predikat Takwa. Nilai predikat yang diperoleh peserta. ( shaim ) berbeda-beda. Ada yang memeroleh nilai Kifayah ( Cukup). Ada yang Jayyid ( Bagus ).Ada Jayyid Jiddan ( Bagus sekali ). Bahkan, ada yang Mumtaz (Cumlaude). Yang memberi nilai adalah pimpinan Madrasah Al-Shaum (Tuhan). Sesuai Hadis qudsi “ Wa Ana ajzi bih “ ( Dan Saya sendiri akan memberi penilian ).

Sekedar gambaran, nilai kelulusan yang Jayid kearas, ialah berpuasa sesuai Al-Quran. ( Menjaga puasanya dengan baik ). Mulutnya tidak dimasukkan sesuatu yang membatalkan . Tapi tidak juga mengeluarkan kata-kata dusta, caci maki, dan tidak menceriterakan kejelekan orang lain. Disamping itu, ibadah yang dilakukan diwaktu malam, suaranya tidak mengganggu tetangga. Tadarus Al-Quran luat dengan bacaan pelan serta banyak I’tikaf dan banyak bersedekah.

Hal itu sesuai sabda Rasul, banyak orang berpuasa tapi tidak memperoleh nilai puasanya, kecuali hanya lapar dan dahaga saja. ( HR.Muslim ) dan Latarfa’ ba’dhakum ba’dhan (Jangan suka membesarkan suaramu).Umar bin Khattab, pernah ditegur Rasul, supaya spaningnya diturunkan. (HR.Bikhari).

Kalau diamati Hadis tersebut diatas, , maka bukan saja tidak memperoleh nilai yang baik dalam Ramadhan, tapi bisa berarti tidak lulus memperoleh sertifikat sama sekali. ( Na’udzu billah ).

Bagi mereka yang meraih sertifikat Takwa,dengan nilai Jayid keatas, hendaknya dilestarikan laksana HP yang telah di cas, bertahan lama, sampai beberapa bulan sesudah Ramadhan, yakni tidak lagi mendekari larangan Allah.

Silaturrahim
Meskipun tidak tersurat secara jelas dalam Al-Quran, korelasi antara puasa dan Silaturrahim tapi jiwa dari tujuan dari hikmah puasa ialah menumbuhkan pengertian hendaknya ada saling berkasih-kasihan sesame manusia, terutama dengan orang miskin setelah merasakan lapar di waktu siang, selama satu bulan Ramadhan.

Itulah sebabnya ada tradisi halalbihalal khas Indonesia, yang identik makna Silaturrahim. Suatu metode praktis untuk menyucikan diri secara horizontal dengan sesama hamba Allah, .setelah “ dianggap” berhasil menyucikan diri dengan Allah dalam Ramadhan yang lalu, dengan predikat takwa “ La’allakum tattaqun “ ( Semoga kamu menjadi takwa ). Sedang takwa salah satu maknanya, untuk menjauhi larangan ( ijtinab al-nawahi ), sehingga tepat sekali, jika tradisi Halalbihalal, ( Silaturrahim) dilestarikan.

Bahkan, jika kita mengamati istilah Silaturrahim dan Arhamakum. keduanya ditemukan penggalannya dalam ayat Al-Quran dan Al- Hadis sahih. Diantaranya “ Apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi, dan memutuskan hubungan kekeluargaan (Arhamakum) “ (QS.Muhammad (47): 22).

Menurut Tafsir Ibn Katsir, orang-orang yang memutuskan kekeluargaan termasuk dalam bagian perusak di muka bumi. Sedang konsep Silaturrahim, banyak ditemukan dalam hadis Rasul. Diantaranya,” Kasihanilah orang-orang yang ada di muka bumi, niscaya kamu akan dikasihani oleh penghuni langit. Sesungguhnya al-rahim itu, adalah suka cita dari Allah, barangsiapa yang menyambungnya, Allah akan menyambungkan pula keinginannya, dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskan pula, keinginannya “. ( HR. Abu Dawud dan Tirmidzi ).

Imam Al-Nawawi dalam komentarnya tentang pengampunan dosa menyaratkan 4 hal. Pertama, meninggalkan lokasi dosa. Dua, menyesali perbuatan dosa yang dilakukan. Tiga, berniat dan meyakini tidak akan melakukan lagi dosa itu selama-lamanya. Empat, menyelesaikan dengan yang bersangkutan, jika dosa itu menyangkut dengan sesama makhluk. Dan syarat keempat inilah yang paling relevan dengan halalbihalal (Slaturrahim), sesudah lebaran.

Memaafkan orang:
Diantara ciri-ciri takwa yang dijanjikan orang yang berpuasa menurut Al-Quran, yaitu, bersedia memaafkan kesalahan orang lain yang pernah di buat, terhadap dirinya.. . “ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disedikan untuk orang-orang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang mampu menahan marahnya, dan orang-orang yang memaafkan ( kesalahan ) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ” ( QS. Ali Imran (3) : 133-134 ).

Menurut Tafsir Al-Baidhawi, diantara ciri orang yang bertakwa, disamping selalu siap membelanjakan sebagian hartanya di waktu longgar dan sempit, juga suka memaafkan orang, dalam keadaan mampu melakukan pembalasan, karena dorongan iman dan hati yang lunak. ( Juz I: 18O).

Secara pragmatis bahwa inti dari halalbihalal (Silaturrahim) adalah jabat tangan, sehingga memafkan kesalahan orang itu, terasa lebih mesra, jika paralel 3 sentuhan : sentuhan batin ( hati terdalam ), sentuhan ucapan mesra dari mulut, dan sentuhan berupa jari-jari, ketika berjabat tangan.

Namun, secara hirarkis jabat tangan dalam budaya kita, bervariasi. Ada sekedar sentuhan ujung jari. Ada yang memegang tangan dengan erat. Dan ada pula,menunduk sekaligus berangkulan

Ketika seorang sahabat, menanyakan kepada Rasul “ Ya Rasul, diantara kami ada yang menjumpai saudaranya, patutkah ia menundukkan kepala atau merangkulnya ? ”. ” Tidak, “ jawab Rasul. “ Atau memegang tangannya, lalu berjabat tangan ? ”. “ Ya ”, jawab Rasul. ( HR.Tirmidzi dari Anas ).

Melihat riwayat tersebut, maka kiat terbaik bersilaturrahim ialah jabat tangan, tanpa diikuti embel-embel pelukan, tunduk dan ciuman. Namun, sebagian ahli pendidik, menganjurkan kepada anak didiknya, agar tetap memperlakukan budaya cium tangan, kepada kedua orangtua, karena merupakan manifestasi cinta yang sangat mendalam. Ada yang menambahkan, termasuk kepada guru sebagai orangtua kedua, untuk membedakan dengan sahabat biasa, dalam pergaulan.

Dengan semangat Fitrah ( kesucian ), dan predika Takwa yang diraih mari kita hentikan semua bentuk konflik. Secara simbolis, jabat tangan atau piagam perdamaian. Tetapi yang lebih penting, adalah ketulusan dari jiwa yang terdalam (bukan hipokrit). Kita ganti kertas baru yang putih. Minal A’idin wal-Faizin. Mohon maaf lahir batin.


No comments: