Saturday, November 10, 2007

Memahami Hakekat Musibah

Alhamdulillah, TIGA HARI sesudah terjadi musibah Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, yang menelan korban 9O ribu jiwa lebih, Konsul Jenderal Jepang di Makassar, Mr. Watanabe, tiba-tiba berkunjung ke gubuk Khatib, berkonsultasi masalah agama Islam, hubungannya dengan kejadian sehari-hari. Dari pertemuan yang berlangsung dua jam lebih, diantaranya menanyakan : “ Mengapa Aceh yang menjalankan otonomi khusus syari’at Islam, yang paling parah dihempaskan gelombang Tsunami ?.

Khatib menjawab secara hati-hati, “ bahwa musibah itu masuk wilayah ketuhanan”. Pertanyaa seperti itu juga ada dari kalangan muslim. Untuk mempermudah memahami, kita harus jelaskan makna “ Islam “, yang dianut oleh lebih seperempat penduduk dunia, agar tergambar secara komprehensip pemahaman “ substansial Islam”.

Sidang Jumat Rahimakumullah.
Islam berasal dari Bahasa Arab “Aslama, yuslimu, Islam-an. Maknanya yang menonjol ada 3. Pertama, menyerahkan diri secara bulat kepada Allah, sesuai Alquran “ Aslamtu wajhiya lillah “ (Aku serahkan diriku secara bulat kepada Allah) (QS. 3:2O).Artinya, apa saja yang Tuhan mau lakukan terhadap diriku, tidak ada kompleng. Kedua, perdamaian dengan sesama manusia. Dan bukan mencari permusuhan. Dapat dilihat pada Alquran “ Wain janahu lissalmi fajnah laha “ ( Jika mereka condong dalam perdamaian, maka terimalah perdamaian mereka (QS.8:61).Diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam salat atau diluar. Dianjurkan mengucapkan “ Assalamu Alaikum Warahmatullah Wabarakatuh “ (Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan keselamatan dan rahmatnya kepadamu). Sebab itu, ajaran murni Islam, bertentangan dengan terorisme. Ketiga, Mendambakan kesejahteraan manusia. Sesuai Alquran “Wallahu yad’u ila dar al-salam “ ( Dan Allah mengajak kepada kampung kesejahteraan ).(QS.. 1O:25).

Dari tiga makna Islam itu, maka makna pertamalah yang selayaknya diingat, ketika seorang muslim menerima musibah, yakni menyerahkan diri secara bulat kepada Allah, setelah melalui usaha dan ikhtiar untuk mengatasinya.

Siap menerima cobaan:
Dalam mengaruhi bahtera kehidupan, seorang muslim dari awal selalu siap menerima ujian dan cobaan seperti layaknya orang berlayar di lautan. Dalam perjalanan jauh, pasti akan bertemu yang namanya ombak dan gelombang dahsyat. Hal itu telah diperingatkan Alquran “ Wa lanabluwannakum bisyaiin minal khauf…” ( Dan sungguh akan Kami (Tuhan) berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mengucapkan “ Inna lillahi wainna ilaihi raji’un” (Kami adalah kepunyaamn Alah dan akan kembali kepadaNya) (QS.2 :155).

Menurut ulama Tafsir Aisar, yang dimaksud cobaan ialah ujian untuk mentest kadar keimanan seseorang. Apakah ujian itu dirasakan berat atau ringan. Namun, ujian apa saja yang dialami, itu telah sesuai kemampuan manusia. Hendaknya yang terkena musibah itu berusaha mencari solusi, usaha dan ikhtiar .Karena setiap musibah, minimal ada dua alternatif untuk mengatasinya. Sesuai Al-Quran “ Fa inna ma’al ‘usri yusra – Inna ma ‘al ‘usri Yusra “.(Karena sesungguhnya kesulitan, ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan iotu ada kemudahan) Yang disebut mushibah, ialah segala sesuatu kesusahan yang menimpa seseorang, baik dirinya, keluarganya atau hartanya. Dan mengapa disebut ada alternatif mengatasinya, karena ayat mengulang dua kali. Al’usri dua kali dan Yusri juga dua kali. Al’usri karena pakai “Al” dan Yusri tidak, Itu artinya kesusahan itu jenisnya sama. Tapi kemudahan itu dua alternatif.

Dan .bagi orang yang telah ditimpa musibah, berat atau ringan, disunatkan segera mengucapkan “Inna lillah Wainna ilayhi raji’un ” ( Kita semua adalah kepunyaan Allah dan akan kembali kepadaNya ). Kalimat itu adalah pernyataan kesabaran, yang justru akan mengubah dirinya, menjadi orang yang lulus ujian, yang oleh Al-Quran menjanjikan akan memperoleh berkah, rahmat, serta akan dapat melepaskan dirinya dari siksaan akhirat, dan selanjutnya akan dibimbing ke surga yang dijanjikan(QS.2:156).

Mengenai penggunaan kata “ Sungguh akan Kami beri cobaan “ yang dalam Bahasa Arab dimulai dengan kalimat “La” ( Lanabluwannakum ) itu berarti Tuhan bersumpah, seperti berkata : “ Dengan segala kemuliaan dan keperkasaanKu yang tidak tertandingi, Aku akan mencobamu semua “. Ini berarti bahwa Tuhan berkuasa penuh, siapa saja diantara hambaNya yang hendak diuji. Sedang ujian yang diberikan itu oleh Al-Quuran menggunakan kalimat “Bisyaiin” ( Dengan sedikit ), artinya cobaan apa saja yang diberikan, sangat kecil jika dibandingkan siksaan akhirat.yang tidak mengenal istilah mati lagi (Juz I : 133 ).

Kaum muslimin rahimakumullah.

Berdasarkan penjelasan ayat tersebut diatas, maka musibah (bencana) apapun yang diderita seorang manusia di dunia, sangatlah kecil (Bisyaiin). Artinya, kita tidak wajar jika ada yang mengatakan, betapa kejamnya Tuhan. Begitu banyak anak-anak yang hanyut, sehingga menjadi yatim, betapa banyaknya harta benda yang hancur dan tenggelam dalam sekejap. Demikian juga tidak wajar menyatakan, mengapa Tuhan bukan menghancurkan negeri yang nakal yang banyak pencuri, korupsi, peminum, penjudi, dan pelacur ?

Penilaian baik buruknya suatu negeri, yang tahu hanyalahTuhan sendiri. Kita teringat kissah Nabi Musa, dalam Al-Quran, ketika diperintahkan belajar Ilmu Ladun kepada Nabi Khaidir. Nabi Musa terheran-terheran melihat tindakan Nabi Khaidir yang melobangi perahu kepunyaan anak Yatim, membunuh anak yang tidak be rdosa dan bebagai tindakannya yang irrasional, yang menurut penilaian Nabi Musa. Ketika tidak sabar, akirnya Nabi Musa bertanya, “ mengapa saudara berbuat seperti itu ? ”. Dengan senyum Nabi Khidir menjawab, ” Mengapa perahu kepunyaan anak Yatim itu saya lobangi, agar raja yang zalim di darat, tidak merampasnya karena sudah berlobang.Dan mengenai anak yang tidak berdosa itu saya bunuh, karena jika ia besar nanti, ia akan mengubah agama kedua orangtuanya yang muslim menjadi musyrik ”, akhirnya Nabi Musa, meminta maaf. (QS. 18 :8O ).

Tuan Konsul Jenderal yang mulia, inilah kisah Alquran sebagai jawaban yang mengarahkan kita, bahwa sedang Nabi Khidir, mampu mengetahui masa depan yan akan terjadi, karena diberitahu Tuhan, apa lagi Tuhan Pemberi ilmu kepada Khidir. Artinya, musibah yang mengenai sesorang atau negeri seperti Aceh, hakikatnya itulah yang terbaik menurut Tuhan. Tuhan Allah Yang Maha Pengasih tidak pernah zalim kepada hambaNya.

Pengetahuan kita tentang daerah musibah, hanya sebatas seperti pengetahuan Nabi Musa. Hanya yang terlihat oleh mata kepala. Nasib masa depan, nol sama sekali

Kaum muslimin rahimakumullah.

Alhasil, musibah apa saja yang ditimpakan kepada suatu kaum, yang tahu hikmahnya hanya Tuhan Allah SWT. Dialah Pembuat ujian. Dalam ujian, seperti di Sekolah, ada yang lulus baik, dan ada yang tidak lulus. Persis yang kita lihat tayangan di TV justru ada orang tua yang pakai jilbab, tidak rela anaknya hilang, sebab yang lain, kenapa bisa ditemukan hidup ( Astagfirulah ! ). Kita saja awam yang bukan pengawas ujian, sudah tahu bahwa orang tua seperti itu akidahnya sangat rendah dan tidak lulus ujian.

Nabi Muhamad sendiri sebagai yang bergelar Habibullah (Kekasih Allah ), sering kalah dalam perang . Ketika pasukannya tidak taat karena memburuh harta berlimpah, mereka kalah seperti pada perang Uhud. Ketika pasukannya berperang dengan hati bersih, dan taat, mereka menang seperti pada perang Badar. Padahal, kekuatan pasukan lawan, 1O berbanding satu , tapi malaikat diturunkan Allah membantu pasukan muslim. Demikian juga melihat Islam, bukan melihat pembungkusnya, tapi isinya. Di Jepang, kita akui banyak praktek keislaman yang jalan, seperti disiplin waktu, bersih, malu membuat pelanggaran, dan suka menyumbang. Andaikata dioles akidah Islam, menurut Khatib, mereka juga termasuk penghuni surgawi.

Mengapa ujian menyeluruh ?

Al-Quran telah memperingati, bahwa bencana itu adakalanya menyeluruh, dan tidak ditimpakan kepada orang zalim saja, yaitu “ Ittaqu fitnatan la tushibanna al-ladzina zhalamu minkum khashah (Peliharalah dirimu dari cobaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja diantara kamu.) (QS.8:25).

Jika diteliti ayat Al-Quran lain, ternyata bahwa cobaan menyeluruh itu biasanya ditimpakan Tuhan, jika Nahi Mungkar ( Menghalangi orang berbuat dosa itu ) tidak jalan dengan baik dalam masyarakat, seperti firman Allah (artinya) “Telah dilaknat orang-orang kapir dari Bani Israil di zaman Dawud dan Isa bin Maryam, disebabkan mereka durhaka…Mereka satu sama lain, tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat “ (QS.5:79).

Dari kedua ayat tersebut, terjawablah pertanyaan, bahwa bencana menyeluruh itu datang, dan tidak ditimpakan kepada diri orang-orang zalim (berdosa) saja, tapi adakalanya ditimpakan juga kepada orang-orang saleh (baik). Tetapi manakala “Nahi mungkar” (menghalangi kejahatan), sudah tidak berjalan lagi. Artinya, biar jalan tapi sangat sedikit sekali jumlahnya, dan hanya dilakukan dari atas mimbar dengan suara sayup-sayup.

Sementara metode Hadis mengajarkan “ Ke mungkaran terutama dihentikan dengan kekuasaan oleh Penguasa, dihentikan dengan lidah terutama para Ulama, dan dengan do’a kaum Awam, tapi itu adalah kadar iman yang paling lemah (HR.Bukhari).

Tapi yang sangat menyedihkan, karena yang terlemah inilah yang paling digemari seluruh umara, ulama dan awam, sehingga mendatangkan pembaca zikir.

Kaum muslimin rahimakumullah.

Jika kita mengharapkan agar musibah tidak datang beruntung dan secara umum, yang sampai sekarang masih terlihat dimana-mana ada longsor, tertimbun sampah, dan banjir, maka hendaknya kita tobat dan menyadari kesalahan masing-masing, bahwa dosa-dosa yang didoyani manusia masa kini, semakin meningkat. Hampir seluruh tempat hiburan adalah gudang maksiat, hampir semua tayangan TV adalah rangsangat seks dan pembohongan generasi melalui iklan. Dan hampir tidak ada seorangpun yang punya kekuasaan, mau menyetop. Jadi logikanya “Nahi Mungkar” macet dan kita ber kewajiban me aktifkan dan menggiatkan dengan serius, karena itulah salah satu resefnya.

Akhirnya, setelah mengemukakan tinjauan berdasarkan Al-Quran, maka hakikat kehadiran suatu musibah, baik skala nasional atau internasional, dipahami adalah hak prerogatif Tuhan untuk menguji kadar iman hambaNya. Orang-orang yang mampu bersabar menerima musibah dengan pengakuan “Inna Lillah,” lalu berikhtiar mengubah prilaku lebih Islami , niscaya akan memperoleh berkah ( ampunan ), rahmah ( nikmat di dunia ), salawat (pujian yang indah ), dan hidayah ( petunjuk ) perjalanan yang licin menuju ke surga).

Semoga mereka yang terkena musibah Tsunami, di terima sebagai syuhada’.Dan keluarga yang tinggal, akan lebih baik nasibnya melebihi sebelumnya. Amin.



No comments: