Friday, November 16, 2007

Refleksi Kepemimpinan Islam

Refleksi yaitu gerakan, pantulan dan kemauan sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar kemauan atau kesadaran. Merefleksikan, artinya mencerminkan kata-kata seseorang, melalui isi hatinya. Misalnya seseorang yang menginjak bara api, dengan gerakan yang spontanitas, sangat cepat akan menarik kakinya dari bara api, agar tidak hangus, disertai ucapan atau teriakan.Yaitu jika kakinya masih normal dan tidak lumpuh.

Refleksi Islam artinya, sekalipun misalnya kakinya sudah tidak normal, tetapi tetap berperanan selama di hati masih ada getaran iman, terutama dari seorang pemimpin sebagai jawaban, terhadap solusi permasalan yang dihadapi rakyat kecil, atau kalau akar akidah terancam. Semisal tindakan Rasul atau Khalifah atau Ulama Tabi’in dalam menghadapi problem yang dihadapi masyarakat.
Ketika Nabi Muhammad SAW diancam oleh Da’tsur, dengan pedang terhunus yang hendak membunuhnya, Da’tsur berkata : “ Siapa yang menghalangi diri saya, kalau saya ayunkan pedang ini ke lehermu, Muhammad ? “ Nabi menjawab : “ Allahu Akbar !, ( hanya Allah Yang Maha Besar ). Dengan teriakan takbir Nabi, pedang terjatuh, lalu dengan refleksi yang lebih cepat, pedang berada di tangan Nabi. Kemudian balik bertanya, “ Siapa yang menghalangi saya, kalau saya ayunkan pedang ini ke lehermu Da’tsur ? “. Dengan mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat memohon ampunan, Da’tsur berkata : “ Hanya Engkau sendiri ya Muhammad. Saya mohon ampunanmu, maafkanlah saya “. Permohonan maaf Da’tsur, diterima Nabi, yang menghasilkan refleksi baru, yaitu Da’tsur memeluk Islam.
Ketika Khalifah Umar mendatangi rakyatnya yang miskin di luar kota,. Ia tertegung melihat seorang perempuan tua menenangkan anaknya yang sedang menangis karena lapar di waktu malam di gubuknya, Sang Khalifah bertanya kepada ibu tua, “ Mengapa Ibu masak terlalu lama ?”. Dengan malu-malu tersipu, ibu tua menjawab, bahwa saya memasak batu yang tidak mungkin masak. Khalifah bertanya lagi, mengapa Ibu memasak batu ?. Ia menjawab, “ sekedar untuk menenangkan anak, karena jika ia kecapekan, akhirnya anak tertidur. “ Astagfirullah ! ”, kata Umar. Kemudian bertanya lagi , apakah Anda tidak pernah memeroleh jatah raskin selama ini ? “Tidak “ , jawab ibu tua yang selanjutnya berkata, penguasa sekarang, tidak pernah mau tahu penderitaan kami. “. Umar denga refleksi iman segera meninggalkan lokasi, lalu segera pergi ke gudang ( Baital mal ) dan mengambilkan sendiri satu karung raskin ( gandum ) dan memikulnya sendiri pada malan itu juga. Ketika penjaga gudang menawarkan, agar dialah yang akan memikul karung itu dipundaknya, Umar berkata : “ Apakah Anda dapat memikul dosa saya di akhirat nanti ?.”. Demikian refleksi Khalifah Umar ketika menjadi kepala negara.

Demikian pula Khalifah Umar bin Abdul Aziz ( cucu Khalifah Umar ) ketika berkeinginan melaksanakan haji, ia bertanya kepada pembantunya, Muzahim : “ Saya ingin pergi haji, apakah kamu mempunyai sesuatu ? “ Muzahim menjawab, : “ Hanya sisa sepuluh dinar “, “ Apa yang aku bisa perbuat dengan itu ?”, jawab Khalifah.

Kemudian Muzahim diam sejenak, setelah itu ia berekata : “ Wahai Amirul Mukminin, bersiaplah ! Baru saya ingat, ada uang Dinar sebanyak l7 ribu , sebagai harta peninggalan Bani Marwan, inilah yang bagus digunakan. Umar menjawab : “ Masukkanlah semua harta itu ke Baitul Mal. Sekiranya dinar itu berasal dari barang yang halal, maka kita mengambilnya sekedar keperluan kita, dan jika dinar itu berasal dari harta yang haram, maka cukuplah bagi kita apa yang menimpa kita, dan bukan menambah deretan haram “.

Tatkala Umar melihat, bahwa Muzahim berat memasukkan uang itu ke Baitul Mal, karena ada kebutuhan yang mendesak, Umar menggertak : “ Celaka Engkau Muzahim, jangan merasa berat berbuat sesuatu untuk Allah, sesungguhnya aku memiliki jiwa yang takwa ingin mencapai surga yang dijanjikan orang bertakwa “.

Dari tiga refleksi iman pemimpin Islam, yaitu Nabi Muhammad sendiri dengan pintu maafnya, kepada yang mau membunuhnya, kemudian seorang sahabat ketika menjadi khalifah yang mencintai rakyat kecil, kemudian seorang tabi’in ( pengikut sahabat ) dari seorang khalifah Bani Umayah, yang tidak menggunakan kekayaan Negara untuk pribadinya sekalipun berhak, teringatlah kepada 3 anggota DPR asal Sulsel yang mengembalikan uang operasionalnya yang dirapel, karena tersentuh imannya dengan penderitaan rakyat yang diwakilinya. Sayang, tidak dikirim langsung ke daerah yang lebih membutuhkan dan bukan sekali ini saja, karena banyaknya penderitaan rakyat di daerah. Dan diharapkan menyusul anggota DPRD yang lain, baik di tingkat propinsi atau kabupaten yang sehari-hari melihat langsung penderitaan.

Syarat utama pemimpin yang diinginkan Al-Quran, disamping yang jujur, kuat dan sabar ( Qawiy-Amin ) seperti Nabi Nuh, Musa, dan Muhammad, yang ahli dan jujur ( Hafizh-Amin ) seperti Nabi Ibrahim dan Yusuf, khalifah Umar menam,bahkan hendaknya pemimpin siap jadi khadam ( Pelayan masyarakat ). Terkenal dalam sejarah, ketika selesai dibai’at ia meminta kepada pemuka masyarakat agar mencarikan tokoh pemimpin untuk membantunya sebagai wazir ( semacam menteri ). Ketika pemuka masyarakat membawa calon yang dijagokan, Umar bertanya kriteria apa kalian sehingga mencalonkan si A misalnya ?. Pemuka masyarakat menjawab, kriteria yang kami pilih, sesuai Al-Quran dan Hadis, yaitu jujur, adil, kuat pisik, takwa, berilmu, berani, sabar, sederhana dan siap menjadi pelayan ( khadam).Dan dibuktikan dalam priode khalifah Umar.Akibatnya, Umar menambah satu kriteria utama, yaitu apakah Anda pernah melihat selama ini ada refleksi dari dirinya, langsung menolong dan membantu orang – orang miskin ?. Kalau ada itulah terbaik, seperti yang Anda pernah saksikan sendiri ketika bertetangga atau ketika bepergian bersama dalam suatu perjalanan.

Berdasarkan kriteria tambahan yang dibutuhkan khalifah Umar yaitu pemimpin yang suka menolong orang-orang kecil, maka sangatlah sukar memeroleh pemimpin yang persis Al-Quran, Sunnah dan sahabat. Tapi ajaran Islam mengajarkan “ Mala yudraku kulluh la yutraku kulluh ” ( Asal tidak meninggalkan seluruh pensyaratan ), terpaksa itulah yang kita pilih, terutama yang jujur, adil dan cepat refleksi imannya menolong orang miskin.

Salam sejahtera:
Refleksi Islam yang menganjurkan salam sejahtera setiap saat ( Assalamu Alaikum ) sama yang dicontohkan Isa, ketika bergembira atas kelahirannya. Nabi Isa AS dengan ucapan yang pernah juga diakui Islam, tidaklah merusak akidah, selama pengakuan muslim tetap sama pada jalur yang diabadikan Al-Quran, yaitu :”Salam sejahtera untukku, pada hari kelahiranku, wafatku dan kebangkitanku kelak “ (QS.Maryam 33). Namun perlu diingat, sebelum Nabi Isa mengucapkan salam sejahtera, diyakini, bahwa beliaui adalah Abdullah (hamba Allah) yang diperintahkan salat, zakat, berbakti kepada ibu, dan dilarang berbuat sombong (QS.19 :32).Inilah cara mengucapkan selamat atas hari kelahiran Isa, menurut Al-Quran.
Ajaran Islam sudah menggariskan hendaknya selalu mendoakan dan memberi salam. Nabi pernah ditanya, amal apakah terbaik ?.Dijawan, amal yang paling afdal ialah suka memberi makan orang, dan suka memberi salam, kepadas orang yang kamu kenal dan belum (HR.Muslim).

Akhirnya, dari uraian singkat diatas dari sekian criteria yang diperlukan seorang pemimpin menurut Al-Quran, Hadis dan sahabat, maka yang paling dibutuhkan dalam memasuki pilkada di daerah, dipilih pemimpin yang bukan hanya jujur, kuat dan adil tapi dipilih terutama seseorang yang sering menyumbang orang miskin ( refleksi spontan ), baik sebelum dicalonkan atau sesdudahnya.Baik didepan camera atau tidak, karena Lillah. ( Wa Allahu a’lam ).
H. Mochtar Husein

No comments: