Saturday, November 10, 2007

Marhaban Ya Ramadhan

SETELAH sibuk mengurus social, budaya, ekonomi dan politik, selama sebelas bulan, maka tidak terasa, kita akan segera memasuki Ramadhan pecan ini.. Bulan Ramadhan disamping membawa berkah, juga membawa rahmat, magfirah dan pembebesan. Sehingga wajarlah jika disambut, melebihi kebiasaan menyambut tamu-tamu dunia. Sebab, bukan hanya hadir menjanjikan kebahagiaan dunia semata, seperti datangnya mantu baru yang kaya dalam keluarga, . tapi sekaligus menjanjikan dua kebahagiaan. Dunia dan akhirat.

Yang perlu dijelaskan, mengapa sambutan kehadiran bulan Ramadhan kita menggunakan kata “ Marhaban ” dan bukan kata “ Ahlan wa sahlan ” ?. Padahal keduanya, berasal dari Bahasa Arab dengan arti yang sama “ Selamat Datang ? “ Apa pula keistimewaan bulan Ramadhan ?.

Makna :
Marhaban, terambil dari kata “ rahb ” yang berarti luasnya pekarangan dan lapangnya dada. Sehingga marhaban, menggambarkan bahwa tamu yang datang, disambut dan akan diterima dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta telah dipersiapkan baginya ruangan dan pekarangan yang luas, untuk melakukan apa saja yang dinginkannya. Dari kata ini terbentuk kata “ rahbah ” yang antara lain diartikan pula laksana ruangan luas untuk mobil, guna memperoleh perbaikan atau kebutuhan bagi kelanjutan perjalanannya. Marhaban ya Ramadhan, artinya “ Selamat Datang Ramadhan penuh berkah ”. Artinya, kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan. Kami telah persiapkan bagimu, tempat yang luas dan lebar, agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami. ( Al-Maqayis: l68).

Kita sambut Ramadhan, karena membawa sejuta harapan. Mengampuni dosa - dosa kita selama sebelas bulan yang lalu. Menjanjikan sejuta pahala untuk kehidupan dunia dan akhirat. Memberikan semalam ibadah “ Lailatul Qadar ” yang nilainya, lebih baik dan mulia dari beramal seribu bulan ( Khayr min alfi syahr ). Bahkan, membawa petunjuk Al-Qur’an yang dapat menerangi umat manusia sepanjang masa. Mengobati penyakit kekufuran, guna memperlicin jalan menuju ke surga “Jannatul na’im“ ( Nyaman dan abadi ).

Istilah shiyam.
Dalam Al-Quran, hanya dua istilah puasa. “ Shiyam dan Shaum ”. Shiyam yaitu menahan makan, minum dan nafsu seks sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Dan puasa model inilah yang terbanyak dipraktekan selama ini. Tapi itu baru lahirnya.

Tapi bukan hanya seperti puasa alakadarnya, seperti ini yang diinginkan.. Sekadar menahan lapar, dahaga dan syahwat. Perintah Al-Qur’an menyatakan “Kutiba ‘alaikum al Shiyam “ ( Diwajibkan atasmu berpuasa) (QS.2 : l83).

Menurut ulama Tafsir, kata “kutiba” dalam ayat ini memberi gambaran, bahwa kewajiban berpuasa itu mengandung arti bahwa berpuasa itu sekaligus akan membawa keuntungan bagi diri orang yang berpuasa, jika mampu menahan dan mengendalikan diri, dari segala yang membatalkan Seperti mengendalikan makan, minum dan bercampur suami isteri, Harapan itu menurut sejarah, sekaligus mampu memberi keuntungan ganda, dengan pengendalian. Misalnya diri dimana seseorang, akan bertambah sehat, disiplin, rajin, tahan lapar, dan mampu bertanggung jawab, setiap apa yang dikerjakannya.

Keuntungan lain, akan menjadi bekal dan benteng sesudah puasa, dengan gelaran predikat “Taqwa”, seperti yang dijanjikan di akhir ayat “ La’allakum tattaqun”.( Semoga kamu bertakwa ).

Artinya, predikat Taqwa itu diharapkan mampu menjadi benteng yang kuat, dan pengendali menghadapi gelombang syahwat dari pengaruh kemasiatan yang selalu menggota, manusia setiap saat. Sehingga takwa itu diharapkan berlanjut sesudah Ramadhan.

Disinyalir Rasulullah SAW dalam sabdanya, banyak orang berpuasa, tiada memperoleh pahala kecuali “ ju’ wa al ‘athsy ” ( hanya lapar dan dahaga ) ( HR.Muslim ). Macam itu karena ia hanya puasa lahirnya sehingga tidak menghasilkan takwa, yaitu tidak dihayati dari dalam batinnya, sementara dalam berpuasa atau sesudah Ramadhan.

Istilah Shaum
Selain itilah Shiyam yang digunakan Al-Qur’an, juga terdapat model puasa Al-Qur’an yang namanya “Shaum”. Shaum inilah puasa batin yang dihayati dari dalam, seperti puasa yang dipraktekkan Sitti Maryam, ibunda Nabi Isa AS. Diabadikan Al-Qur’ an dengan “Inni nadzartu li al rahman shaum …” ( Aku telah bernazar kepada Tuhan, untuk puasa …) ( QS 19 : 26 ). Yaitu bentuk puasa tidak akan berdusta, tidak menjawab caci-maki, tidak membalas perlakuan kasar, tidak iri hati dan sombong. Dan Itulah model puasa Al-Qur’an yang kedua ( Puasa dari dalam batin ).Artinya, disamping tidak makan, juga tidak mencaci maki dan sakit hati, kepada orang lain.

Menurut mufasir, sabab nuzul ayat tersebut diatas, adalah kisah Maryam. Ketika kelurganya mencaci maki dan menuduh berzina, karena melahirkan anak ( Isa ) tanpa ayah, ia berkata, “ maaf hari ini aku puasa ”, sebab itu aku tidak akan berbicara dengan siapapun, apalagi membalas caci maki. Adapun tuduhan yang kalian lontarkan kepadaku, jika kalian ingin saksi, lebih baik bicaralah dengan anak yang saya lahirkan ini, sekalipun masih bayi.
Apa yang terjadi, keluarganya semuanya takjub, karena anak itu ( Isa ) dapat berbicara dengan fasih “ Innii ‘abdullah ” (Aku ini adalah hamba Allah), Aku ini adalah nabi, dst.

Kesan yang kita peroleh dari kisah Maryam, bahwa puasa ala Al–Quran itu, bukan hanya tidak makan, tidak minum dan tidak bercampur isteri ( Shiyam ), tapi juga “Shaum”, yaitu tidak mencaci maki, tidak marah, tidak berdusta, tidak irihati, dan tidak akan jengkel kepada orang lain, karena memperoleh nikmat banyak.

Sebab itu, dalam menyambut kehadiran Ramadhan dengan istilah “ Marhaban “, kita bertekad akan melaksanakannya, dengan baik, yaitu puasa lahir (Shiyam) yaitu tidak makan, tidak minum dan tidak bercampur isteri). Tapi juga kita akan puasa batin (Shaum) yaitu tidak akan membalas caci maki, tidak akan irihati, tidak akan sombong dan tidak akan dusta dan selalu berusaha merem seluruh penyakit hati.

Mengenai keistimewaan Ramadhan, banya. Yang paling popular, adalah Lailatul Qadar, semalam beramal lebih baik dan mulia dari beramal seribu bulan. Kita semua mendambakannya dan berusaha meraihnya.

Akhirnya, dengan memohon kesehatan dari Allah, mari kita beramai-ramai menyambut kehadiran tamu yang sangat mulia dan supra Agung, melebihi tamu agung dunia. Kami siap menyambut, melayani, dan mengantarmu Ramadhan, ke mana saja engkau perlukan, melebihi sambutan pengantin baru, dengan tekad, akan melakukan puasa sebaik-baiknya, menghidupkan malammu dengan salat Tarawih, dan tekun beribadah menanti datangnya Lailatul Qadar. Marhaban ya Ramadhan !. Selamat berpuasa !.