Friday, November 16, 2007

Catatan dari Terusan Suez (1)

Tanggal 5 Januari 2OO4, setelah meninjau kultur agung Al-Ahram (Pyramida) penulis dan rombongan menuju ke Propinsi Terusan Suez (Suez Canal), 13O Km dari kota Kairo.Kunjungan rombongan ke lokasi ini hanyalah semacam rekreasi, setelah melaksanakan acara inti debgan dialog KBRI,Mufti Mesir dan Syaikh Al-Azhar. Namun bagi penulis kunjungan ini lebih sepesipik, karena merupakan nostalgia 35 tahun yang lalu, ketika pernah menjalankan tugas jurnalis bersama Hasan Ahmad, Wartawan Antara Jakarta dan Ahmad Dahlan, Wartawan Bintang Indonesia,Medan.
Kunjungan baru-baru ini sangatlah jauh berbeda. Kalau ditahun 69 yang lalu adalah mempertaruhkan nyawa di usia muda yang masih prima, dan berani menyeberangi terusan Suez dalam keadaan perang berkecamuk di pos terdepan perbatasan dengan Israel, maka yang baru-baru ini hanyalah kunjungan santai dalam keadaan damai dan tidak sampai ke perbatasan, kecuali hanya di pinggir canal yang masih jauh dari perbatasan yang berhadapan dengan Israel.
Apa itu Suez ?
Suez bukan Swiss di Eropa. Menurut Gubernur Suez Mahmoud Hafied (69) Dulu tanah ini bersambung. Nanti setelah digali barulah menjadi canal. Lebarnya hanya 2 mil, dan panjangnya 1OO mil.Diantarai lautan merah yang telah digali dan diseberang terusan inilah berbatasan dengan Israel. Canal ini baru dibuka lebih 1OO tahun silam, tepatnya 17 Nopember 1869 oleh iringan-iringan kapal Perancis L. Aigle. Waktu itu di tumpangi permaisuri Napoleon III, Eugenie bersama penciptanya Ferdinal de Lesseps. Canal ini memperpendek perjalanan sepanjang 6OOO mil jalan laut Tanjung Pengharapan. Menurut sejarah, canal ini pernah dicoba digali dizaman Fir’aun Seri I, 138O SM.Demikian Ramzez I dan Neho, tapi gagal karena menelan korban terlalu banyak, sekitar 12O ribu jiwa. Nantilah berhasil penggalian di zaman Ismail Pasha, sekalipun tiap bulannya mempersiapkan 25 ribu tenaga buruh, karena ada yang tidak kuat, sakit dan mati. Kemudian Canal ini ditutup kembali setelah terjadi perang. Pemberian nama Propinsi Ismailia adalah mengabadikan nama Ismail Pasha yang berjasa.Kerugian Mesir menutup canal ini selama perang adalah 12O juta Pound Sterling, setiap bulan, tapi ditebus kerajaan Saudi dan Kuwait. Alhamdulillah sejak dimasa damai hingga kini telah terbuka kembali. Mudah-mudahan tidak ada lagi perang.

35 Tahun silam:
Ketika penulis masih usia muda dan pisik aktif menjadi wartawan/ Pengurus PWI, pernah sempat memperoleh kesempatan memenuhi undangan pemerintah Mesir (waktu itu bernama RPA), bersama wartawan Antara Hasan Ahmad dari Jakarta, dan Wartawan Bintang Indonesia Ahmad Dahlan dari Medan. Kami bertiga tanpa ragu-ragu berhasil meliput insiden yang terjadi hampir setiap hari, antara Israel dan negara Arab termasuk Mesir, di perbatasan Terusan Suez. Memang dalam undangan pemerintah Mesir, tujuannya, untuk melihat dari dekat agar bangsa Indonesia sebagai ikhwah fil Islam, ikut merasakan bagaimana penderitaan Arab menghadapi Israel.
Ketika bertemu dengan Gubernur Suez dibawah tanah, setelah kami tanyakan, ia menjawab insiden seperti ini, terjadi setiap saat, jika Israel merasa terganggu dari gerilyawan Fidaiiyin dan Al-Fatah di Palestina.Mereka membabi buta dengan muntahan meriam dan mortir di setiap saat dan sasaran pertama kamilah diperbatasan. Dari penduduk Suez yang waktu itu hanya 26O ribu jiwa, sisa sekitar 1O ribu yang masih berani tinggal, karena umumnya yang lain telah meninggalkan kotanya dan sebagian besar gedung dan rumah-rumah mereka berlobang akibat peluru atau hancur sama sekali, akibat mortir dan bom.
Jadi kunjungan penulis Januari ini betul-betul nostalgia di masa muda. Tidak lagi ada perang dan insiden, karena sudah terjadi perdamain, dimana Mesirlah negara Arab yang pertama berdamai dengan gangguan setiap hari.

Monumen Oktober :
Di lokasi sebelah Timur Terusan Suez, terdapat monumen yang dibuat dengan megah. Kalau selama bertahun-tahun sebelum berdamai, Israel dengan congkaknya tidak pernah terkalahkan, karena selalu ada negara adidaya dibelakangnya, terutama Amerika. Maka tanpa di duga, pada tanggal 6 Oktober 1973, bertepatan Ramadhan, yakni 4 tahun sesudah penulis tinggalkan perbatasan, tiba-tiba terjadi suatu akumulasi keberanian patriotisme tentara Mesir yang luar biasa, dengan menyeberangi Terusan Suez, menembus dan menduduki benteng terkuat Israel Bar Lev. Itulah sebabnya pendirian monumen kemenangan dengan panorama indah yang terlukis dengan rapi dalam monumen. Didalam monumen itu terdapat pula sebuah plat nama-nama martir perang yang digunakan. Dari atas monumen dapat ditemukan adanya pemandangan menyaksikan kawasan Danau Timsah dan lambaian pohon-pohon kurma yang hijau daerah Propinsi Ismailia, yang berbatasan Propinsi Terusan Suez. Karena padang pasir Ismailia itu terjadi, karena memperoleh pengairan yang rapi dari sungai Nil. Dalam kawasan monumen, juga terdapat kafetaria dan ruang VIP bagi pengunjung.
Kawasan wisata ini dibangun dengan tujuan utama untuk menggabungkan antara tujuan rekreasi obyek wisata dan menghidupkan semangat patriotisme sejarah heroik bangsa Mesir untuk meyakinkan generasi muda, bahwa tidak semua yang dianggap lemah itu akan lemah terus, tapi disuatu waktu yang kecil dan lemah itu dapat terbalik menjadi tegak jika mendapat sinar jihad dari Islam, seperti dalam Perang Badar yang juga terjadi di bulan Ramadhan.
Kini terusan Suez bukan lagi daerah pertempuran, tapi daerah wisata dan rekreasi, dan penduduknya bukan lagi hanya dua ratus ribu lebih, tapi mencapai 2 juta lebih dan dihiasi pemandangan alam dan café-café yang banyak diwaktu malam. Pengunjung yang berminat, dapat kesempatan mencapai lokasi ini setelah menggunakan kendaraan darat dari Kairo hanya 13O Km,kemudian dilanjutkan dengan menggunakan mobil pula lalu menyeberang dengan menggunakan Fery No.6.

Siaga terus :
Sejak tahun 1973 Mesir dan Israel telah berdamai, maka kini Terusan Suez terbuka kembali dengan bebas dilayari kapal-kapal dari Eropa dan berbagai negara termasuk dapat digunakan mengangkut haji dengan kapal laut, mengakibatkan Mesir memperoleh PAD yang berlipat ganda, sangat jauh disaat perang.
Namun demikian, sekalipun dalam keadaan damai dan aman, tentara-tentara Mesir bersiaga terus, dengan persepsi bukan Israel namanya, kalau tidak melanggar perjanjian, karena sejak dahulu di zaman Nabi Muhammad, nenek moyang merekalah yang selalu menggunting dalam lipatan sekalipun sudah ada perjanjian perdamaian.
Angkatan bersenjata Mesir tetap siaga terus jangan sampai Israel memperlihatkan kecongkakannya, dengan membatalkan perjanjian sepihak seperti yang dilakukannya terhadap Palestina.Setiap warga negara Mesir, diwajibkan memasuki wajib militer, sehingga menjadi pensyaratan utama seseorang yang ingin bekerja, harus punya setifikat
Pernah mengkuti wajib militer barulah diterima menjadi pegawai. Kini pemerintah Mesir, memusatkan latihan militernya, baik yang kena wajib militer atau yang bukan, semuanya ditempatkan disepanjang jalan antara kota Kairo dan Terusan Suez, sehingga hampir tidak ada pemandangan lain, kecuali barak militer dan mobil militer yang berkeliaran.Tapi tetap aman, karena itu hanya kewaspadaan.Anda dan keluarga boleh menyaksikan sendiri. (Bersambung).

H. Mochtar Husein

No comments: