TIDAK TERASA, jamaah haji yang berangkat beberapa pekan lalu, kini telah berdatangan kembali.dengan selamat. Alhamdulillah. Mereka juga selamat dari tragedi Mina yang hampir setiap tahun menelan korban. Tahun 199O jamaah yang meninggal berpapasan di terowongan ke jumrah, 1.426 orang. 1994 yang meninggal berdesak-desakan ke jumrah,27O orang. 1997 yang meninggal di Mina, 34O orang. 1998 meninggal di sekitar jumrah, 18O orang. Tahun 2OO1, ketika melempar jumrah. 35 orang.Tahun 2OO4 juga meninggal berdesak-desakan melempar 244 orang. Dan tahun ini 345 jamaah tewas, juga karena berdesak-desakan melempar jumrah . Semua yang meninggal dari tahun ke tahun karena berdesakan memburu sunat afdhal. Semoga Allah SWT menerima mereka termasuk syahidin.
Padahal sejak kecil kita sudah diajarkan agama bahwa “ Al’ajalah min al-syaithan (Terburuh-buruh itu perintah setan dan pelan-pelan itu perintah Tuhan ).Sehingga dalam salat jamaah dilarang memburuh jamaah salat secara berlari-lari. Demikian melarikan kuda atau kendaraan dengan kecepatan tinggi. Dan kenyataan di masyarakat membuktikan, hampir semua kecelakaan lalu lintas dan tabrakan maut di jalan, karena kecepatan tinggi.dari seorang pengemudi.
Namun, ada beberapa pengecualikan yang dianjurkan dipercepat dilakukan segera, sesuai anjuran Rasul, misalnya kematian segera di kuburkan, atau hendak menyumbang jangan ditunda besok, atau kalau punya anak gadis, segera dikawinkan jika ada yang melamar“ (HR. Muslim).Demikian Al-Quran, ada yang diperintahkan segera dilkakukan yaitu taubat “Wasari’u ila maghfirah “(Bersegeralah memburu ampunan ). Artinya, segeralah bertobat jika terperangkap ke dalam dosa. Dan tidak membiarkan seseorang menunda, khawatir jangan sampai maut tiba-tiba menjemput.
Waktu afdhal:
Untuk menyegarkan hukum Islam tentang amar (perintah) garis besarnya adalah. Pertama, ada yang sifatnya perintah wajib dan anjuran. Wajib berdosa besar (tidak sah) jika tidak dilakukan. Dan anjuran (sunnat) mendapat pahala jika dilakukan. Tapi tidak diberdosa jika ditinggalkan, seperti melempar jumrah persis tergelincir matahari.. Dalam sunat itulah ada yang afdhal (sangat baik) dan fadhilah (baik). Mengenai Istilah afdhal ini sebagian masyarakat, keliru memahaminya.
Makna Afdhal (isim tafdhil) berarti sangat mulia.Tapi bukan berarti yang tidak afdhal tidak mulia (tidak ada pahalanya). Sama seperti pemberian nilai seorang mahasisswa di perguruan tinggi, ada yang sangat baik. Tapi bukan berarti kembalikan tidak baik. Tetapi juga ada fadilah (baik), hanya beda satu strep.
Perbedaan satu strep itu, haram hukumnya dilakukan, kalau akan membahayakan jiwa manusia, seperti melempar jumrah ba’da zhuhur. Sesuai Al-Quran “ Wala tulqu biaidiyakum ila al-tahlukah” (Dan jangan membuang dirimu ke dalam kecelakaan). Dan larangan itu bertambah kuat, jika pimpinan Kloter (Ulil Amri) juga melarang, demi keselamatan jiwa. Di tambah lagi, tidak boleh mencontoh Negara muslim yang lain, karena mazhabnya berbeda dengan mazhab muslim Indonesia yang 9O % Fikihnya mengikut mazhab Imam Syafi’I yang moderat. Berbeda dengan mazhab yang dianut saudara kita dari Turki dan Afrika.
Haji Mabrur :
Yang dipahami sebagian masyarakat di Sulawesi, bahwa yang namanya haji Mabrur itu asal selalu memakai kopiah (songkok putih) bagi pria, dan krudung (jilbab) bagi perempuan sesudah haji, selama 4O hari secara rutin, sudah mabrur. Pendapat seperti itu keliru, karena tidak ditemukan nash dalam Al-Quran dan Sunnah.
Untuk memahami makna yang benar, kita simak asal katanya. Menurut Ibnu Faris, Mabrur berakar dari huruf “ba” dan “ra” yang mempunyai 4 pengertian (1) Sesuatu yang benar (2) Hikayat yang bersuara (3) Daratan ( bukan lautan ) (4) Restu dan penerimaan Allah, kepada seseorang yang telah melaksanakan haji. Seolah-olah Tuhan berkata, Aku telah menerima hajimu, karena kamu lakukan dengan ikhlas, benar (bagus), dan lapang dada untuk semua orang (1O7).
Dari 4 pengertian tersebut, niscaya yang paling relevan adalah pengertian ke 4 yaitu dilaksanakan dengan sempurna, benar, bagus, ikhlas karena Allah semata, dan suka menyumbang, terutama sesudah melaksanakan haji.
Dalam Al-Quran tidak ditemukan sebuah ayatpun yang secara ekspelisit menyebut “Mabrur”, tapi dalam bentuk lain dengan akar kata yang sama, banyak.. Diantaranya:
(1) Wa barran biwalidati ( Dan berbuat baik kepada ibuku ) (QS.Maryam 14).
(2) Wa tawaffana ma’al abrar (Dan matikanlah kami bersama orang-orang yang berbakti (QS.Ali Imran 193).
(3) “ Waadkhilna al-jannata ma’al abrar”. (Dan masukanlah kami di surga bersama orang-orang berbakti (Mabrur). Doa inilah yang dibaca berulang-ulang, oleh jamaah haji ketika tawaf di Ka’bah, wukuf di Arafah dan melempar jumrah di Mina.
Menurut Tafsir Al-Mizan, yang dimaksud berbuat baik kepada ibu seperti pada ayat diatas, yaitu melayani orangtua dengan sopan santun, lembut dan membantunya dalam kesulitan. Kesopanan itu diperlakukan juga, kepada orang lain (Juz 14:47).
Sedang Tafsir Al-Bayan, yang disebut matikanlah kami bersama orang-orang Abrar (Mabrur), pada ayat kedua diatas ialah orang-orang yang pengabdiannya telah diakui dan dijamin surga oleh Nabi dengan izin Allah (Juz 5:513)
Jika kita membaca lanjutan pengertian berikutnya dalam buku-buku Tafsir, maka yang disebut Abrar (Mabrur) ialah yang memenuhi 3 syarat : (1) Amalnya betul-betul ikhlas karena Allah (2) Amalnya masuk kategori Thayib (yang benar, indah dan sempurna) dan (3) Yang suka membantu orang lain ( terutama materi ) sesudah melaksanakan haji.
Hadis tentang mabrur, diantaranya:
(1) Nabi ditanya sorang sahabat, “amal apakah yang paling afdhal ya Rasul” ?.Nabi menjawab “ Beriman kepada Allah dan Rasul”, kemudian yang mana ?. Dijawab “ Berjihad Fi Sabilillah”, kemudian berikutnya ?. Dijawab “Haji Mabrur” (HR.Bukhari)
(2) “ Jihad adalah amal yang paling afdhal, mengapa kita tidak selalu berjihad ?, ” tanya sahabat Dijawab Nabi, “Jihad yang paling besar adalah haji Mabrur”. (HR.Bukhari).
(3) “ Ya Rasul, yang manakah disebut haji Mabrur ?,” tanya sahabat. Rasul menjawab : “ Ialah suka memberi makan dan suka menebarkan salam perdamain ”. (HR.Bukhari)
Dalam Syarah Bukhari, yang disebut Mabrur ialah haji yang diterima, karena sempurna rukun dan sunat-sunatnya, tidak terkontaminasi dosa ketika sedang haji, dan suka memberi makan sesamanya. (Fat-hul .Bary, III : 382).
Kemungkinan besar yang dipahami Mabrur sebagian masyarakat di Sulawesi yakni pakai krudung bagi wanita dan songkok putih bagi pria selama 4O hari, hakikatnya ialah tidak lagi mau melakukan dosa selama 4O hari. Tapi menurut syarah hadis diatas, bukan hanya 4O hari menjauhi dosa. Tapi seterusnya. Dan itulah yang betul-betul Mabrur.
Imam Al-Gazali mempertegas bahwa syarat kemabruran haji itu, masih melaksanakan sebagian di tanah air yang dilakukan di Mekah seperti kurban. Tapi syarat mutlak intinya hanya dua. Pertama, ikhlas karena Allah semata. Kedua, biaya yang digunakan (ONH) berasal dari hasil yang halal. (Ihya juz 2: 382 ).
Namun, seorang Hukama masih meragukan, orang pernah haji, lalu berkata “ Wahai sahabatku, memang Anda telah mengunjungi Ka’bah, tapi apakah Anda beribadah dengan benar (thayib) sesuai Islam ?. Atau Anda hanya datang menghabiskan uang dan tenaga, lalu tidak ada peningkatan iman dan kesadaran sesudah kembali haji ? Sesungguhnya yang demikian itu, Anda belum haji”
Akhirnya, berdasakan uraian diatas, maka yang meraih Haji Mabrur, minimal memenuhi 3 syarat :
(1) Melaksanakan haji dengan ekstra Ikhlas (Lillah), dengan menggunakan ONH dari hasil yang halal.
(2) Melaksanakan haji dengan sempurna ( wajib, rukun dan sunatnya ) serta banyak menolong dan bersedekah selama haji.
(3) Setelah kembali di tanah air, ibadah dan sosialnya meningkat, serta semakin menjauhi larangan Allah.
“ Selamat datang saudaraku, jamaah haji, semoga haji Anda Mabrur ! ”. Amin.
No comments:
Post a Comment