Saturday, November 10, 2007

Memahami Isra' dalam Alquran

Dalam minggu ini libur pegawai (karyawan) bertambah, karena pemerintah memajukan libur Rabu (Isra’ Mi’raj) ke Senin. Akibatnya, terasa karyawan kita seperti dilatih dalam kemalasan, padahal negara kita masih tergolong miskin yang mestinya dilatih rajin.Berbeda di Nagoya Jepang, hampir seluruh karyawannya pulang di waktu malam. Ketika penulis menanyakan, mendapat jawaban: Pertama, malu pulang cepat apalagi tidak sakit, karena hanya orang sakit yang mau pulang cepat. Kedua, bagaimana bisa maju dan meningkat usaha dan pekerjaan, kalau waktu tidak maksimal.Libur sudah disediakan dua hari seminggu, untuk apa terlalu banyak santai. Demikianlah salah satu diantara sebab, karena rakyatnya minded kerja.

Dalam peringatan Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang menakjubkan, maka penulis mencoba membuka beberapa Tafsir yang menjelaskan tentang makna Isra’ itu dan bagaimana memahaminya menurut Alquran.

Ayat yang menjelaskan Isra’ ialah “Subhana al-ladzy asra bi’abdihi laylan min almasjid alharam ila almasjid al-aqsha, al-ladzy barakna hawlah, linuriyahu min ayatina innahu huwa al-sami’u al-bashir “(Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat)(QS.17:1).

Pendapat beberapa Tagfsir :
(1) Departemen Agama : Yang dimaksud Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya mendapat berkah dari Allah, karena disekitar itulah tempat turunnya nabi-nabi serta tanahnya subur karena banyaknya sungai-sungai.

(2) The Holy Qur-an :Allah’s knowledge comprehends all things, without any curtain or any sparation of Space. He can the reporce see and hear all things, and the Mi’raj was a reflection of this knowledge (Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu tanpa batas waktu dan perbedaan ruang. Dia dapat melihat dan mendengar segala sesuatu dan Mikraj adalah cerminan dari pengetahuan ini)

(3) Aysar Al-Tafasir : Dimulai dengan kalimat “Subhana” adalah petunjuk keluar biasaan yang dapat dilakukan Allah memperjalankan hambanya dan rasulnya.Yang dimaksud tanda-tanda kekuasaan Kami (Ayatina), ialah akan memperlihatkan alam yang tertinggi. Dan jika dipahami hanya dengan roh saja seperti dalam mimpi, maka dalam ayat ini dipahami dalam keadaan sadar (Yaqzhah).Yang dimaksud berkah ada dua yaitu banyak pohon dan dari segi agama banyak pahala salat.

(4) Tafsir Al-Qurthubi : perjalanan yang dilakukan adalah dengan roh dan jasmaninya, seperti pada Surah al-Najmi, Nabi melihat Jibril dari jarak yang sangat dekat (Qawsaini).

(5) Tafsir Majma’ Al-Bayan :Menggunakan kalimat “Subhana”, berarti hal yang akan dibicarakan ialah yang menakjubkan. Takjub dengan cepatnya perjalanan seperti kilat.Dan ditambah keterangan takjub Bahasa Arab dengan huruf “Bi” pada kalimat “bi’abdih “adalah menambah ketakjuban (keluar biasaan) yang dapat mengumpulkan semua nabi-nabi di Mesjidil Aqsha. Sedang Mesjidil Aqsha adalah lalu lalang malaikat ke langit

(6) Tafsir Al-Mizan: Memulai dengan kalimat “Subhana” adalah gambaran pengertian yang menakjubkan apa yang diceriterakan dan kalimat seperti ini banyak terdapat pada surah-surah lain. Artinya pendekatan yang harus dilakukan adalah iman, karena hal yang menakjubkan (luar biasa).

Melihat ke 6 kitab Tafsir diatas, maka dapat dipahami bahwa Isra dalam surah Isra’ dan Mi’raj pada Surah Al-Najmi adalah perjalanan yang harus diimani dan di yakini, karena dibentuk atas kekuasaan Allah yang namanya “Kun”(Jadilah), maka jadilah semua yang direncanakan Zat yang memperjalankan hambanya..Sedang natijah(buah) yang dihasilkan dalam perjalanan singkat seperti kilat itu adalah salat dan tatacaranya diuraikan dalam beberapa Tafsir seperti Al-Mizan dan Hadis.

Mendirikan Salat:
Menurut Mufasir Prof.Quraish Shihab, perintah salat dalam Alquran selalu dimulai dengan Aqimu (kecuali dua ayat).Menerjemahkan Aqimu dengan kata mendirikan,sebenarnya tidak tepat.Menurut mufasir Al-Qurtubi, Aqimu bukan terambil dari kata Qama yang berarti berdiri, tapi berarti bersinambung dan sempurna.Sehingga perintah tersebut berarti, melaksanakan salat dengan baik, khusyuk dan bersinambung, sesuai syarat, rukun dan sunnahnya.
Kalau demikian, maka banyak orang yang salat,tapi tidak melaksanakannya sesuai perintah Aqimu.Sedang yang melaksanakan dengan sempurnapun, harus dihayati sesuai arti dan tujuan salat.

Didalam Alquran dinyatakan “ Celakalah orang-orang salat,tapi lalai dari (makna) salat mereka.Yakni mereka riya’ dan menghalangi pemberian bantuan” (1O7:4)

Mengapa demikian ?. Kita sudah salat, tapi masih celaka ?.Karena arti harfiahnya salat adalah doa, maka berdoa itu harus penuh tawadhu, memohon dan munajah hanya kepada Tuhan melulu.Tapi jika seorang berdoa lalu riya, ketika menghadap Allah, maka yang demikian itu tidaklah termasuk menghayati salat, karena lalai dari tujuannya.

Selanjutnya yang melaksanakan salat adalah mereka yang butuh pertolongan Allah serta mendambakan bantuanNya.Kalau demikian wajarkah yang butuh menolak membantu orang yang butuh, padahal memiliki kemampuan sementara dirinya sendiri selalu memperoleh bantuan dan pertolongan Allah setiap hari ?.

Disamping Nabi pernah menyatakan, Allah akan membantunya selama ia suka membantu saudaranya.

Akhirnya memahami Isra’ dalam Alquran sekaligus bermakna Mi’raj sesuai penafsiran surah Al-Najmi.Adapun Natijah Isra’ Mi’raj adalah Aqimu Salat .Orang yang riya’ dalam salat serta tidak suka memberi bantuan kepada yang membutuhkan, belum termasuk Aqimu (mendirikan salat) seperti yang diperintahkan Alquran. Inti salat ada dua yaitu Allah Akbar (membesarkan hanya Tuhan yang disembah ) dibaca pada permulaan salat, dan Assalamu Alaikum (mendoakan kesalamatan dan memberi bantuan kepada orang lain) dibaca pada akhir salat.
Inilah hakikat Isra’ dan Mi’raj yang diperingati setiap tahun. Semoga mampu kita buktikan dalam kehidupan. Amin.




No comments: