TIDAK terasa, hari ini adalah hari terakhir tahun 2OO4. Setelah mencicil pergantian waktu. Dari detik ke menit, jam, siang, malam, minggu, bulan hingga ke tahun. Pergantian tahun Miladiah (Masehi) menggunakan perhitungan Syamsiyah (matahari). Diasosiasikan kelahian Isa, AS. Pergantian tahun Hijriah (Islam) menggunakan perhitungan Qamariyah (bulan). Diasosiasikan pindahnya Nabi Muhammad SAW ke Medinah. Masyarakat yang menyambut tahun Masehi, terkesan hura-hura dengan berbagai atraksi, pertunjukan, kembang api dan resepsi. Masyarakat yang menyambut tahun Hijriah lebih banyak bersifat Napak Tilas mencontoh kemenangan Rasul membangun, dari Mekah yang penuh kegelapan menuju Medinah yang bercahaya (Munawarah). Namun, keduanya terdapat ada persamaan harapan, agar tahun baru, lebih baik dari tahun yang ditinggalkan.
Terus terang, minggu terakhir Desember yang baru, dikunci duka yang sangat dalam, dengan terjadinya bencana alam dengan musibah Tsunami yang meewaskan puluhan ribu jiwa, terutama di Aceh dan Sumatera utara.Kita semua terharu melihat gambar mayat di TV. Inna Lillah.Kita semua milik Allah, terserah yang Empunya. Namun, menurut cerita Alquran, jika musibah datang bersifat menyeluruh, lantaran “ Kanu la yatanahawna ‘an al-munkar “. (Mereka itu tidak mencegah kemungkaran yang merajalela).(QS. )
Dalam mengukur maju mundurnya suatu lembaga, maka yang bertanggung jawab adalah pimpinan atau ketua. Karena dialah pemegang kekuasaan, pengambil kebijakan dan penentu terakhir suatu masalah. Sangatlah mentertawakan, jika suatu kesalahan atau kegagalan suatu lembaga, jika anggotanya disalahkan dan disuruh bertanggung jawab, sementara pimpinan, mencari persembunyian, agar dapat lolos dari jeratan tanggung jawab. Padahal secara organisatoris, anggota hanya bertanggung jawab kepada pimpinan, sesuai bidangnya masing-masing. Sedang pimpinan tugasnya bertanggung jawab ke dalam dan keluar. Dalam hal ini kita salut kepada kemiliteran, karena komandanlah dengan jantan bertanggung jawab suatu kesalahan, sekalipun anak buahnya yang melakukan.Namun, jika bencana itu menyeluruh, maka yang bertanggung jawab adalah bersama-sama.Umara, ulama, pemuka masyarakat dan awam. Hendaknya lebih memperketat kemungkinan melebarnya kemunkaran dal;am masyarakat, lalu melakukan persiapan jauh hari sebelumnya. Karena ada 4 lasykar Tuhan yang tidak mampu dilawan oleh kepintaran apapapun. Api, air, angin dan longsor.
Bagaimana dalam Islam ?.
Seorang muslim sebelum melakukan sesuatu, diwajibkan melakukan persiapan.Sebelum kawin ada persiapan.Sebelum haji ada manasik. Sebelum mati ada perbekalan.
Dapat diihat salah satu ayat Alquran “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. 59 :18).
Menurut sebagian ulama, sekalipun ayat tersebut yang dimaksud adalah persiapan akhirat, namun tiada larangan untuk dijadikan persiapan pula, apa saja yang kita lakukan di dunia. Persiapan yang matang. Jika sesuatu telah diyakini persiapan yang telah dibuat, maka kita dianjurkan agar bertawakal kepada Allah. Dan jika hal itu mengalami kegagalan setelah berusaha dan berikhtiar, seorang muslim harus dengan jantan berani tampil sebagai penanggung jawab. Dan bukan mempersalahkan orang banyak
Dalam Alquran :
Dalam Alquran, ada tiga ayat yang secara eksplisit menggunakan kata RAHIN (tanggung jawab), namun dalam konotasi lain, lebih banyak, misalnya:
(1) Tiap-tiap manusia, terikat tanggung jawab apa yang dikerjakannya (QS.52:21)
(2) Tiap-tiap manusia bertanggung jawab, apa yang telah dikerjakannya (QS.74:38)
(3) Harus meninggalkan sesuatu yang dapat dipegang dan dipercayai untuk menunaikan dan mempertanggung jawabkan amanatnya (QS.2:283)
Dari tiga ayat tersebut dapat dipahami, bahwa apa saja yang dibuat manusia harus tampil jadi penanggung jawab masing-masing, tugas yang telah dibebankan ke padanya, sesui apa yang pernah dikerjakan, kecil atau besar.
Untuk menelusuri makna tanggung jawab, dengan menggunakan istilah lain “ Yus’alu “ ( Akan ditanyakan ) perlu dikemukakan salah satu ayat pada Surah Al-Takasur “ Kemudian pasti kamu akan ditanyai pada hari itu, tentang kenikmatan (Yang kamu banga-banggakan itu ). (QS. 1O2 : 8)
Menurut ulama Tafsir, Yus’alu atau Latus ‘alunna pada ayat diatas, berarti meminta. Baik berupa materi atau informasi. Tapi yang dimaksud pada ayat ini adalah meminta pertanggung jawaban kepada yang ditanyai, menyangkut al-na’im (nikmat)
Pada mulanya nikmat berarti kelebihan. Yaitu kita tidak punya apa-apa, kemudian ada (wujud). Lama-lama meningkat menjadi memperoleh berbagai fasilitas yang diberikan Allah. Seperti udara, air, api, angin, rumah, perabot, kendaraan dan makanan, sampai kepada yang besar, seperti Alquran dan kehadiran Rasul yang menyebabkan kita menjadi muslim.
Seorang muslim jika menyadari bahwa hakikatnya kenikmatan dunia yang telah diberikan Allah, tiada artinya jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, maka tentu seluruh perhatiaannya akan diarahkan, bahwa kenikmatan dunia terutama harta benda, harus dikorbankan untuk kepentingan kenikmatan akhirat.Tapi sama sekali tidak berarti bahwa Islam melarang pemeluknya menjadi kaya, seperti yang dipahami sebagian orang, sehingga tidak bekerja keras untuk mengejar dunianya. Islam mengajarkan, jika selesai berzikir (salat), maka hendaklah bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah.Dan setelah memperoleh, sebagian kecil dari padanya digunakan untuk menolong sesama manusia, terutama yang miskin.
Dalam Alquran digariskan, perlunya ada keseimbangan antara mencari kepentingan dunia dan akhirat, misalnya “ Tuntutlah melalui apa yang dianugerahkan Allah (kehidupan dunia) kepada kebahagiaan akhirat dan janganlah kamu lupakan bagiamu dari kehidupan (kenikmatan dunia). Berbuat baiklah, sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (QS. 28 :77).
Ayat tersebut ditujukan kepada mereka yang suka membanggakan harta dan anak sehingga melupakan kehidupan nikmat di akhirat, yang lebih besar dan abadi. Artinya, perjuangan Islam menghendaki keseimbangan, agar tidak terhina didunia dan tidk terhina akhirat.
Klasifikasi Hadis :
Dalam hadis Rasul, tanggung jawab itu diarahkan kepada klasifikasi dan kualifikasi, bagi tiap orang, agar tidak terjadi benturan.
Misalnya sabda Nabi “ Kullukum ra’in wakullukum mas’ulun ‘an ra’iyatih… “(Kamu semua adalah pengembala dan akan ditanyai tentang gembalaannya… ) (HR.Bukhari). Pada hadis itu selanjutnya dirinci, suami bertanggung jawab tentang biaya dan kerukunan penghuni rumah, isteri mempertanggung jawabkan terutama pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya, dan para pembantu rumah tangga mempertanggung jawabkan harta yang dibebankan majikannya.
Adapun jenis-jenis tanggung jawab itu, oleh hadis dibagi dalam 4 bahagian, yaitu “ Tiada beranjak seseorang dari tempatnya bangkit di akhirat nanti, sebelum mempertanggung jawabkan 4 hal. Pertama, umurnya keseluruhan, ke mana dihabiskan. Kedua umur mudanya ke mana disumbangkan. Ketiga, ilmunya ke mana diberikan.Keempat, hartanya bagaimana cara memperoleh dan ke mana dibelanjakan.(HR.Abu Dawud).
Berdasarkan hadis tersebut, maka yang paling berat dipertanggung jawabkan adalah harta, karena pertanyaannya ada dua.. Diteliti lebih dahulu cara memperoleh, barulah ditanyakan ke mana dibelanjakan, sedang yang lain, hanya satu pertanyaan yaitu ke mana di manfaatkan.
Itu sebabnya dalam ilmu Fikih yang diarahkan, surah yang afdal dibaca waktu salat Isya sebelum tidur adalah surah Al-Takasur, karena disitu diingatkan bagaimanapun banyaknya harta yang dikumpulkan, disuatu saat kalian akan singga di kubur.Dan yang utama memberatkan pertaggung jawabannya adalah harta, seperti Hadis diatas.(Al-Jazairi juz V :611)
Sejalan dengan keempat macam pertanggung jawaban itu, maka Khalifah Umar pernah berkata “Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu “ ( Buatlah perhitungan dalam dirimu, sebelum Tuhan memperhitungkan di hari akhirat ).
Dalam Teologi Islam, di akhirat nanti, gaib yang harus dipercayai seorang muslim, termasuk didalamnya yang namanya “Hisab” (Hari perhitungan) dan “Mizan” (Timbangan). Semua amal manusia dihitung dan ditimbang, jika timbangan amal baiknya lebih berat, alhamdulillah ahli surga, jika yang berat adalah yang buruk, inna Lillah, terpaksa singgah di neraka dahulu. Inilah yang perlu diingat menyambut tahun baru.
Akhirnya, berdasarkan uraian singkat diatas, secara umum seorang muslim harus mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan di dunia. Jika memperoleh musibah secara nasional, maka semua orang, berkewajiban memikul bersama Secara khusus, pemimpin bertanggung jawab kepada yang dipimpin, suami bertanggung jawab terutama biaya rumah tangga, isteri bertanggung jawab terutama pendidikan anak-anaknya, dan para pebantu rumah tangga terutama bertanggung jawab, atas keselamatan harta benda yang dibebankan majikan kepadanya.
Sedang tanggung jawab yang paling berat di akhirat, adalah mempertanggung jawabkan kadar iman yang dianut. Melalui umur, ilmu dan harta yang telah dikumpulkan. Apakah halal, atau haram ?. Jika tergolong kategori halal, apakah zakat, infaq dan sadaqahnya, berjalan sesuai keinginan Pemberi nikmat ?. Alhamdulillah. Selamat bertahun baru !. Semoga Allah tetap memberkati dan bersabar atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita. (Amin).
H. Mochtar Husein
No comments:
Post a Comment