Saturday, November 10, 2007

Mendambakan Anak Shaleh

Seekor hewan yang baru melahirkan, anaknya langsung dapat berdiri dan berjalan.Tidak begitu lama, sudah dapat ikut mencari makan, bersama ibunya. Dan akhirnya dapat makan sendiri. Berbeda dengan seorang manusia, Sangat lama waktunya dididfik.Tidak tahu mengapa sesuatu ketika lahir. Satu-satunya yang diketahui hanya pintar menangis. Ketika kepanasan atau kedinginan, lantaran kain pembalutnya basah. Bertahun-tahun lamanya dipelihara. Digendong dan disusui. Setiap hari dimandikan, dipeluk dan. dibelai. Dikasihi dan ditimang-timang. Bahkan disediakan ayunan, buaian dan nyanyian khusus, agar dapat tidur. Lama sekali baru dapat membalik badannya. Kemudian diajar merangkak, duduk dan berdiri, Sesudah itu barulah dapat berjalan sedikit demi sedikit, sekalipun masih sering terjatuh.

Sesudah dapat berjalan dan bercakap sedikit demi sedikit serta usianya telah mencapai 4 tahun, barulah orangtua memasukkan ke Taman kanak-kanak. Kemudian SD, SMP dan akhirnya SMA. Di usia sekolah dasar dan lanjutan, harus menghabiskan waktu paling kurang 14 tahun, dengan biaya besar, barulah diharapkan dapat memperoleh selembar ijazah SMA atau sederajat.. Tapi selembar ijazah sekolah lanjutan itu, belum menjamin, sudah dapat bekerja dan mencari makan sendiri. Apalagi untuk membantu orangtua yang pernah membiayainya.

Melihat kronologis itu, terasalah bagi kita, betapa beratnya dan lamanya waktu serta banyaknya biaya yang dibutuhkan mendidik seorang manusia, hingga tingkat SMA dibandingkan seekor hewan. Disamping itu betapa banyaknya pengorbanan dan tenaga orangtua mengurus anaknya. Biasa tidak tidur semalam menunggu anak yang belum kembali ke rumah Demikian soal makanan. Lebih diutamakan anak dari diri orangtua sendiri . Semuanya itu dilakukan, agar menjadi manusia yang baik. Dan hal itu lebih berat, jika diharapkan, sekaligus agar anak dapat menjadi anak saleh. Tapia pa hendak dikata, sesuai kenyataan, sdehari-hari banyak terlihat, sekalipun orangtuanya berpangkat tinggi atau kaya pengajar di perguruan tinggi, justru anaknya Taleh (rusak), sekalipun sudah di masukkan ke disekolah pavorit di pulau Jawa atau di luar negeri.
Bagaimana mendidik anak saleh ?.

Mau’izhah :
Al-Quran sebagai ajaran pendidikan terbesar telah memberikan dasar-dasar pendidikan anak. Dimulai dengan menyadarkan mensukuri kehadiran kita.

“ Allah mengeluarkan dari perut ibumu dan kamu tidak mengetahui sesuatu apapun. Kemudian Allah memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan perasaan hati, agar kamu tahu bersyukur kepadaNya. (QS.16: 78).

Dalam perkembangan manusia di dunia, kegiatan yang banyak dilakukan, adalah permainan, kelalaian, dan persaingan.

Sesuai Al-Quran LA’IBUN…( Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah, antara kamu, serta berbangga – banggaan, tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti, ada azab yang keras dan ada ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan sesungguhnya kehidupan dunia ini tak lain hanyalah kehidupan yang menipu. (QS.57:2O).

Syekh Al-Jazairi, dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa yang disebut kehidupan dunia, hanya permainan dan perhiasan, karena permainan anak-anak yang bermacam-macam itu cepat sekali rusak dan membosankan. Sedang perhiasan itu misalnya dalam berpakaian, selalu berubah-ubah model, juga dalam sekejap. Semuanya itu tak lain, kecuali adalah perlombaan berbangga-bangga dan saling bersaingan harta dan anak.. Kedua hal itu melahirkan sifat yang menipu otak dan kehidupan. Karena seseorang terlalu gila kepada dunia. Artinya, hakikat kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang menipu ( Juz V : 272 ).

Ulama Tafsir yang lain, lebih memfokuskan bahwa sebenarnya hidup ini bertahap, melalui perkembangan biologis dan motoris, misalnya:

Pertama, La’ibun (banyak bermain-main) terutama di masa anak-anak.

Kedua, Lahwun (banyak yang melalaikan) tertutama di masa remaja.

Ketiga, Zinatun, (berhias dan bersolek ) terutama di masa muda.

Keempat, Tafakhur dan takastur (berbangga – banggaan dan persaingan) terutama di masa tua. Bersaing mengenai banyaknya harta dan anak. Kemudian ayat itu, ditutup dengan mengingatkan, bahwa sebenarnya kehidupan dunia ini, tiada lain kecuali hanyalah kesenangan yang menipu. Laksana petani ketika melihat kebunnya subur karena tersiram hujan, tapi setelah diamati satu persatu, ternyata hasilnya banyak kering dan keropos.

Dari ayat tersebut itu dipahami, bahwa seorang muslim, hendaknya berusaha keras, menjauhi sebab-musabab, yang dapat menjadikan dirinya keropos dan kering. Tiada jalan kecuali mendidik dan berusaha keras, agar anaknya kelak menjadi saleh.Dan tidak termasuk anak yang menghabiskan umur mudanya mengerjakan pekerjaan yang melalaikan, yaitu hanya pintar berhias, dan bersenang - senang serta melupakan Allah. Tapi suatu kenyataan, model anak Taleh (rusak) seperti inilah yang banyak dijumpai di kota-kota besar. Dan celakanya, mulai memasuki desa-desa, yang dulunya fanatic beragama. Karena hampir semua yang ada di kota, seperti tontonan porno dan sadis serta bacaan yang merusak, sangat gampang ditemukan, di mana-mana.

Anak saleh :
Mendidik anak jadi saleh, termasuk pekerjaan berat. Sudah dikemukakan diatas. Berbeda dengan seekor hewan. Biarpun telah dimasukan di sekolah pavorit. di Jawa atau di luar negeri. Namun, anaknya menjadi pecandu Narkoba, dan melalaikan Tuhan Akibatnya, meresahkan kedua orangtua dan masyarakat di sekelilingnya.

Al-Quran sebagai “ Mauizhah wa Rahmah “ ( Pendidikan agung dan Pencurah rahmah ) telah memberikan dasar-dasar pendidikan, yang jika dilaksanakan dengan baik, insya Allah, anaknya akan menjadi saleh, dan tidak akan meresahkan orangtua.

Pertama, seorang ayah dalam membina keluarganya, tidak memberi makan anaknya dari penghasilan yang tidak halal. Baik zatnya atau caranya memperoleh.
Diperingatkan Al-Quran “ QUW ANFUSAKUM WAAHLIKUM NARA” ( Jagalah dirimu dan keluargamu (anak-isteri ), dari sentuhan neraka) ( QS. Tahrim 6). Artinya, tidak memberinya makanan yang haram, dan berusaha keras mendidik keluarganya hidup yang Islami.
Menurut Failasuf Imam Al-Gazali, kalau orangtua sudah pernah memberi makan anaknya setitik zat yang sifatnya terlarang agama, bagaimanapun usaha mendidik anak dengan baik, akan kandas, karena telah ada bibit hitam didalam tubuh si anak.

Kedua, Orangtua selalu mendoakan anaknya setiap selesai salat, terutama salat di tengah malam. .Doanya dalam Al-Quran banyhak, seperti “ QURRATA A’YUN ”…( Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri dan keturunan kami yang “Qurrata A’yuin “ ( sebagai penyenang hati ). Dan jadikanlah kami, imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.25 :74).

Ketiga, mengikuti petunjuk pelaksanaan pendidikan yang diajarkan Rasul dalam hadis, yaitu : ( 1 ) “ Memberi nama yang baik, memberi makan yang halal, dan mengawinkan sesudah dewasa. (2) Diwaktu berusia 7 tahun sudah dilatih mengerjakan salat, . Kemudian di usia remaja, diajarkan keterampilan, misalnya berenang, berpanah dan menunggang kuda. Dan (3 ) Akhirnya dikawinkan , sesudah dewasa, (HR.Kutub Sittah).

Akhirnya, berdasarkan uraian singkat diatas, mendambakan anak saleh kaifiatnya dimulai dengan memberi nama yang baik, memberi makan yang halal, melatih disiplin salat sejak usia 7 tahun, mengajarkan keterampilan dan membiasakan taat dan sabar di usia remaja, dan mengawinkan dengan wanita yang beragama(tinggi akhlak), setelah dewasa serta tetap mendoakan “ Rabbi Habli Min al-shalihin” (Ya Tuhanku kurnialah saya anak saleh).Amin.

H. Mochtar Husein

No comments: