Saturday, November 10, 2007

Etika kepada Rasulullah SAW

Ketika seseorang mengucapkan syahadat, “Asyhadu alla ilaha illallah”, yang membenarkan bahwa sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, maka syahadat kedua harus dilanjutkan dengan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulillah” bahwa aku bersaksi dan membenarkan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Haal ini berarti setiap menyebut nama Allah harus menyebut pula nama Nabi Muhammad SAW, termasuk dalam azan,qamat dan salat, bahkan dalam akad nikah dan berbagai kegiatan spritual agama Islam.

Maka seluruh tindak tanduk rasul, wajib diyakini keabsahannya sebagai suatu sunnah dan ikutan sepanjang masa dalam waktu dan situasi apapun.Termasuk meyakini kebenaran perjalanan Isra’ Mi’rajnya yang kita peringati di bulan Rajab ini. Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang kita peringati di bulan Rajab ini, tidak memerlukan peralatan dan teknologi yang canggih seperti pesawat ruang angkasa.Tidak memerlukan percobaan atau eksperimen, bahkan tidak memerlukan metode ilmiah yang berangkat dari keragu-raguan (skeptik). Pendekatan yang dilakukan pada Isra’ Mi’raj adalah pendekatan imani (Theological aproach). Kerena ia berangkat dari kalimat “ KUN ”(Jadilah !).”Innama amruhu idza arada syaian an-yaqula lahu Kun fayakun “(Jika Tuhan menghendaki sesuatu, maka cukuplah dengan kalimat “KUN”(jadilah), maka jadilah ia.(QS. : ).

Sementara dalam dunia ilmiah pengujian suatu fakta ilmiah haruslah dapat dilakukan percobaan ulang yang setara, dengan itu. Namun bagi yang beriman, tidaklah berarti bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj itu bertentangan dengan kebenaran ilmiah,melainkan sebaliknya, fakta ilmiah belum memadai untuk menjelaskannya, karena keterbatasan ilmu dibanding dengan iman.Dengan iman seseorang dapat menjangkau yang disebut gaib, tetapi dengan ilmu belum tentu. Sebab itu ilmu yang dikembangkaqn tanpa dengan iman dapat membawa kesesatan dan bencana, sedang ilmu yang ditopang oleh iman, mengangkat derajat lebih tinggi dari pasda seseorang yang hanya beriman saja (QS. : ).

Hal ini dijelaskna dalam Al Qur;a, surah al-Mujadalah : 11 yang berarti : “ Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.”

Di dalam ajaran Islam, ilmu menduduki tempat yang amat penting. Hal itu tergambar di dalam ayat-ayat yang lain, seperti (artinya) : “ Samakah orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan? Hanya orang yang berilmu yang dapat mengerti “ (Al Zumar 9). Begitu juga dengan ayat (artinya) : “Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu “ (Al Anbiya 7)

Jika kita telah yakin betapa besar peranan ilmu didalam iman maka hendaknya ilmu yang kita miliki dimanfaatkan untuk kesejahteraan ummat dan bukan sebaliknya. Artinya, ilmu dan teknologi yang canggih, harus mengantar manusia untuk lebih meningkatkan iman dan taqwanya (imtaq).

Seperti yang telah kita ketahui bahwa hikmah yang terlindung di dalam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ialah terjadinya suatu dialog antara seorang hamba dengan Tuhannya dan sekaligus diperintahkannya sang hamba untuk melakukan shalat. Dan shalat itu merupakanMi’raj bagi orang mukmin setiap hari minimal 5 kali sehari semalam.

Hitti di dalam History of the Arabs berkata : Bila melihat kedunia Islam yang melakukan shalat, akan terlihatlah pandangan mata seseorang yang sedang terbang ke angkasa, dan seumpamanya penglihatan mata anda dapat ditakdirkan untuk menjangkau lebar-lebar untuk keseluruhan peslosok bumi dengan menyampaikan garis lintang dan bujur, tentu anda dapat melihat betapa banyak lingkaran manusia yang bersembah sujud di sekitar satu titik pusat, yaitu Ka’bah dan menyebar kedalam areal yang kian jauh dari titik pusat kita, bertambah luas dan bertambah lebar.

Shalat adalah Mi’raj
Dengan adanya perintah shalat lima waktu sebagai natijah (buah) dari perjalanan Isra’ Mi’raj, maka shalat itulah yang harus selalu kita jaga dan pelihara dengan sebaik-baiknya.

Pernah Rasulullah bersabda (artinya) : “ Aku rindu kepada dunia kalian dengan tiga hal : karena wanita, wangi-wangian dan buah mataku (kekhusyuaanku) dalam shalat” (R. Muslim).

Hikmah yang dimaksud dengan ketiga hal itu dinyatakan oleh seorang ulama bahwa kerinduan kepada seorang wanita karena penjagaannya dan pemeliharaannya dari hal-hal negatif agar tidak merusak lingkungan dan kalau seorang wanita (isteri) dipelihara dengan sebaik-baikinya, akan dapat memberikan kepuasan jasmani dan rohani. Sementara lingkaran kepuasan, berupa shalat dengan khusuk merupakan sekujur kepuasan yang tiada taranya, sehingga terjadilah kontakan yang mesra antara manusia dengan Tuhannya yang dalam istilah sufi disebut fana.

Apabila setiap hari kepuasan jasmani dan rohani selalu terpenuhi, maka itulah yang disbeut “Mi’rajul Mukminin” dan hilanglah semua penderitaan-penderitaan dengan tubuh kasar yang selalu kita suapi dan bahagiakan setiap hari. Hal ini, misalnya, dapat dirasakan oleh mereka yang sudah melaksanakan ibadah haji. Pada waktu berjalan kaki dari pemondokan ke Mesjid, dirasakan betapa panasnya terik matahari, tetapi begitu masuk ke dalam mesjid, bahkan melakukan thawaf di bawah teriknya matahari juga mengapa justru tidak terasa? Yang dirasakan malah kesyahduan berada di depan Ka’bah. Itulah yang dinamakan Mi’raj.

Hal ini berarti natijahnya adalah shalat, dan shalat itu wajib kita pelihara dan laksanakan pada waktunya. Apabila kita dalami hikmah shalat, niscaya kita akan temukan hikmahnya memelihara kesehatan, mengajarkan disiplin, memerintahkan untuk tat kepada pemimpin, mengajarkan perdamaian dan kasih sayang seluruh ummat.

Orang yang belum shalat sebaiknya melakukan mulai dari sekarang. Orang yang hanya shalatnya sekali dalam seminggu, sebaiknya melakukan shalat lima waktu. Dan orang yang telah melakukan shalat lima kali sehari semalam sebaiknya menambah dengan shalat-shalat sunnat.
Perisai yang paling hebat dalam shalat, dapat menghindarkan perbuatan keji dan munkar.

No comments: