Saturday, November 10, 2007

Meraih Lailatul Qadar

TIADA yang paling didambakan seorang muslim di bulan Ramadhan, selain gugurnya sebagian besar dosa dengan magfirah, kecuali juga menanti datangnya Lailatul Qadar. Kaifiat meraihnya, sebagian masyarakat, keliru cara memahaminya.Ada yang tidak tidur semalam suntuk. Ada yang mencari di tempat tertentu. Dan ada yang menyediakan baskon berisi air supaya membeku, dsb. Hal itu akibat informasi yang tidak berdasarkan penafsiran benar dari Al-Quran dan syarahan benar dari hadis Shahih.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mencoba menjelaskan yang ma’qul (rational) sesuai literatur yang ada. Semoga juga tidak membuat jahl al-murakkab (kekeliruan berganda). Makna dan kaifiatnya.

Makna
Lailatul Qadr (Qadar), menurut ulama Tafsir, mempunyai 4 makna:

Pertama, Al-Qadr berarti, al- hukmu ( penetapan ). Yakni penetapan Allah atas perjalanan hidup hambanya, selama satu tahun. Misalnya tentang rezeki dan kelanjutan umurnya. Makna ini didasarkan ayat “ Didalamnya ditetapkan segala urusan bijaksana “. (QS.Al-Dukhan 4).

Kedua, Al-Qadr, berarti pengaturan. Yaitu pada malam turunnya Al-Quran, diatur strategi perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah. Agar umat manusia yang dihadapi, dapat memperoleh dua kebahagiaan : Dunia dan akhirat.

Ketiga, Al-Qadr berarti kemuliaan. Karena malam itu turunnya wahyu yang mulia dari Allah, sehingga orang yang beramal di malam itu, akan memperoleh pahala dan kemuliaan yang sangat tinggi nilainya. Terutama bagi yang menyadari dosa-dosa yang pernah dibuatnya, dan berusaha keras, untuk tidak mengulangi lagi.

Keempat, Al-Qadr berarti sempit. Yaitu jika dihubungkan pengertian sempit pada ayat “Quddira ‘alayh” ( Disempitkan atasnya (rezeki). (QS.Al-Thalak 7 ).Ditafsirkan ulama, karena banyaknya malaikat yang turun pada malam itu, sehingga bumi seperti menjadi sesak dan sempit ( M.Quraish Shibab, 1997 )

Dari keempat penafsiran tersebut, penulis lebih condong menggaris bawahi, pendapat pertama dan ketiga. Yaitu malam penentuan nasib manusia satu tahun ke depan, dan malam yang hebat ekstra mulia, melebihi malam lain, pada bulan Ramadhan.

Mengenai makna “ seribu bulan ” ( Alfi syahr ), dalam Al-Quran, juga bervariasi memahaminya. Garis besarnya, dibagi dua :

Pertama, pemberian nilai malam Al-Qadar yang lebih mulia dari seribu bulan, karena Nabi dan kaum muslimin, pernah mengharapkan, agar ada umatnya yang sama lelaki di zaman Bani Israil yang beribadah secara rutin, siang dan malam sepanjang hayatnya selama 8O tahun, dan tidak pernah mendurhakai Tuhan. Maka datanglah malaikat Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad, bahwa Allah menurunkan satu malam, nilainya lebih mulia dari 8O tahun atau seribu bulan. Seperti yang pernah diharapkan Rasul kepada umatnya. ( Ibn Katsir IV : 53O).

Kedua,, bahwa sebenarnya arti seribu bulan adalah gambaran, betapa banyaknya nilai dan pahalanya. Sebenarnya, hal itu dapat diartikan, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh pada malam itu, dapat memperoleh pahala, lebih banyak dari seribu bulan. Bahkan, boleh diartikan, seribu kali seribu bulan. Atau lebih banyak lagi. sepanjang zaman ( Al-Jawahir XIII : 253 ).

Dari kedua versi diatas, seorang yang beramal di malam itu nilainya, lebih banyak dari seribu kali seribu bulan, karena Tuhan sendiri yang membalasnya (Waana ajzi bih). Sesuai keseriusan dan bobot amal yang dilakukan (ihtisaban).

Sunnah Rasul:
Diperkuat oleh Sunnah “ Setiap amal anak Adam (manusia) membawa manfaat bagi dirinya sendiri, (kata Tuhan) kecuali puasa. Karena puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa itu adalah prisai Jika ada seorang berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan gaduh. Jika salah seorang memakinya, atau memusuhinya, hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Zat jiwa Muhammad yang berada dalam genggamannya, bau mulut orang yang sedang berpuasa , bagi Allah, lebih harum dari bau Kasturi. Orang yang berpuasa mengalami dua kegembiraan : gembira, ketika berbuka puasa dan gembira, ketika bertemu Tuhannya, karena besarnya pahala puasa yang diraih.“ ( HR.Bukhari dan Muslim ).

Seorang sahabat melaporkan kepada Rasul, saya bermimpi melihat Lailatul Qadar turun pada malam 7 terakhir Ramadhan. Nabi menyambut, saya lihat mimpimu itu klop yang saya pahami, maka nantikanlah 7 terakhir Ramadhan. ( HR.Bukhari ).

Dikemukakan Ibnu Abbas, “ Rasul SAW jika selesai bertemu Jibril, maka beliau lebih pemurah, daripada angin bertiup “.( HR.Bukhari Muslim ).

Alhasil, amalan Rasul dipokuskan, terutama ‘Asyr al-awakhir (pada 1O terakhir). Selain berpuasa sesuai Al-Quran, shalat lail (Tarawih) membaca Al-Quran, i’tikaf, juga banyak bersedekah dan menyelesaikan problem masyarakat disekelilingnya.Misalnya, kalau di negeri kita, membantu orang miskin yang tidak terjaring kopernsasi BBM.

Adapun salat lail (Tarawih) yang dilakukan, sesuai pengakuan Aisyah “ Tidak pernah lebih dari 11 rakaat, di bulan puasa atau diluarnya. Hanya saja, luar biasa panjang dan indahnya, bacaan yang dilantungkan. ” ( HR.Bukhari dari Aisyah ).

Suatu kelemahan yang kita jumpai di tanah air, sebagian Imam mesjid, salat Tarawihya terlalu cepat, singkat, dan terburu-buru. Mungkin sudah waktunya, di sesuaikan yang dipraktekan Rasul dan perintah Al-Quran, Tartil (Indah perlahan-lahan)..

Kaifiat meraihnya :
Tidak ditemukan cara yang persis kaifiatnya. Hanya praktek Rasulullah, lebih memperbanyak amalnya, bersama keluarganya. Baik ibadah mahdhah atau sosial, terutama sepuluh terakhir.
Namun, jika Anda ingin mencontoh kebiasaan orang saleh dan ulama sufi terdahulu, tidak jelek. Mudah-mudahan termasuk bid’ah hasanah, seperti bid’ah hasanahnya memberi titik Al-Quran, yang dulunya tidak bertitik. Demikian mencetaknya kitab Al-Quran, sepertti yang kit abaca sekarang. Kaifiat orang saleh diantaranya:

(1) Mandi dan wudhu’ sempurna, sebelum shalat lail.

(2) Banyak beristigfar ( sesuai kemampuan ).

(3) Membaca surah Al-Qadar berulang-ulang, (sesuai kemampuan).

(4) Membaca surah Al-Ankabut, Al-Rum dan Al-Dukhan (3 x )

(5) Berdoa agar nasib tahun depan, lebih baik.( Miftah al-Jannah, 217 ).

Ketika Aisyah bertanya kepada Rasul, doa apakah yang afdal dibaca pada malam Lailatul Qadar ? . Rasul menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘anni “. (Ya Allah, Engkaulah Tuhan pengampun, menyukai ampunan, maka ampunilah dosa – dosa saya ).( HR.Bukhari ).

Akhirnya, dari uraian singkat diatas, disimpulkan, bahwa makna Lailatul Qadar ialah satu malam yang ekstra mulia. Didalamnya ditetapkan nasib manusia, untuk satu tahun ke depan. Orang yang beramal, nilainya lebih mulia dari seribu kali seribu bulan. Diperkirakan jatuh pada malam ganjil ke 23 atau 25 atau 27 Tapi boleh juga malam lain, karena rahasia Tuhan. Dan tiap tahun berubah tanggalnya. Kaifiat meraih, ialah lebih memperbanyak amal, bukan hanya yang mahdhah, tapi termasuk mengurus problem masyarakat, seperti membantu orang miskin yang belum tersentuh kompensasi BBM.( Wallahu a’lam ). Semoga Allah SWT memasukkan kita, peraih tahun ini. Amin


No comments: