Saturday, November 10, 2007

Hakekat Tasawuf

SEJARAH Islam mencatat, sejak 14 abad yang silam, pembicaraan tentang tasawuf menimbulkan berbagai musykilat. Didalamnya banyak hal yang pro-kontra. Mulai dari nama tasawuf, asal-muasal, maqam sampai hakikatnya. Menuai kontraversial Tergantung siapa cara menilai. Disiplin ilmu mana dan prameter mengukur.

Yang pasti, jika Anda seorang muslim, maka prameter untuk menilai yang paling sahih, adalah kembali kepada ajaran dasar Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. ( Farudduhu ila Allah wa al-Rasul ).

Diantara sekian kontravesi, maka ada 3 faktor utama perlu dibahas. Pertama, makna dan asal muasal Tasawuf. Kedua, Tasawuf Sunni (akhlak). Ketiga, Tasawuf filsafat. Demikian penilaian orang ada 3 golongan : Golongan yang mendukung, golongan yang menolak, dan golongan yang meniti jalan tengah, obyektif dan adil. Dan golongan terakhir inilah yang penulis pilih, yaitu jalan tengah ( aushatuha ).Golongan terakhir ini meniru yang pernah ditempuh Hujjatul Islam (Al-Gazali) dan Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah).

Menurut DR.Abdul Fattah Ahmad, dalam Al-Tasawuf bayna al- Ghazali wa Ibnu Taimiyah, bahwa sumber Tasawuf Islam itu asal muasalnya ada dua : berakar dari luar Islam dan berakar dari dalam Islam sendiri.

Dari luar Islam misalnya dari India, Persia dan Filsafat Yunani, Dan dari dalam sendiri yaitu Al-Qur’an, Sunnah Rasul dan sunnah sahabat.

Alasan dari luar misalnya dari India dikemukakan William John yang membandingkan mazhab Wahdatul wujud dalam tasawuf dengan mazhab Vidanita dalam agama Brahmana. Keduanya,mirip sekali, utamanya segi riyadhah, tafakur dan makrifah.

Dari Persia dengan argumentasi, sejumlah besar Syekh (Guru sufi) fase tasawuf, berasal dari Persia. Dan dari filsafat Yunani terutama dari Plato dan Neo Platoniosme, khususnya mengenai hakikat tertinggi tentang emanasi (faidh). .Dan masih ada lagi pendapat lain misalnya dari pengaruh agama Nasrani dengan prilaku pendeta. ( hal.19 )

Asal muasal:
Kata Tashawuf (Tasawuf ) atau Sufi ada beberapa pendapat. Pertama, terambil dari kata shufi ( Baca:sufi ) yang asalnya shafa (jernih).Tapi menurut kaidah Bahasa Arab tidak tepat, karena nisbat kata shafa yaitu shafai, bukan sufi. Demikian nisbat shuf adalah shawafi, bukan sufi.(Lihat Dr.Muhamad .Mustafa Hilmi (197O ).

Kedua, Sufi berasal dari Ahlu Shuffah (golongan miskin di zaman Rasul), juga tidak tepat. Karena nisbat shuffah dari segi Bahasa adalah shuffi, bukan sufi.( Lihat : Dr. Badawi hal.8 dan Al-Qusyairiyah h.216 )

Ketiga, berasal dari kata shaff (jijir dalam salat), dari segi Bahasa, juga tidak tepat, karena nisbat shaff adalah shaffi, bukan sufi. ( Lihat Dr.Jamil Abul A’la hal.6 ).

Keempat, berasal dari kata Yunani “sophie” ( mencintai), juga tidak tepat, karena huruf “S” dalam Bahasa Yunani, ditransliterasikan menjadi huruf siin, dalam Bahasa Arab dan bukan huruf shaad. ( Lihat Dr.Abdul Fattah Ahmad (142O H ).

Kelima, kata “Sufi” itu adalah laqab (julukan). Yaitu orang yang mengamalkan ajaran Tasawuf. Dinisbatkan kepada pakaian sederhana ( wol kasar ) yang banyak dipakai Nabi-nabi dan kaum Shiddiqin masa lalu. Jadi, membicarakan asal muasal kata sufi dilihat dari segi Bahasa, tidak tepat. Yang jelas sufi adalah semacam gelar (Risalaqh Al-Qusyairiah hal.216).

Menurut hemat penulis, pendapat kelima inilah yang paling relevan, karena didukung, oleh jumhur (mayoritas) ulama, baik klasik dan kontemporer, seperti yang terkenal Sosilog Islam, Ibnu Khaldun dll, dalam Mukadimah hal.42 ).

Adapun ta’rief (defenisi) Tasawuf, banyak sekali, karena umumnya menyesuaikan alur pikir mereka, dengan maqam dan ahwal yang dikembangkan, Demikian jika melihat dalam Islam sendiri, banyak kemiripan kehidupan Rasul dan sahabatnya.dengan amalan sufi : riyadhah, mujahadah dan hakikat cahaya dalam musyahadah.

Demikian sumber-sumber dan maqam dalam Tasawuf, misalnya taubat, zuhud, sabar, zikir dan tawakal.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjiwai, diantaranya:

(1) Dan tiadalah kehidupan dunia ini kecuali senda gurau dan main-main.Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui (QS.Al-Ankabut 64).

(2) Maka sabarlah kamu apa yang mereka katakan, dan bertasbilah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit dan terbenam matahari, dan bertasbihlah pula diwaktu malam dan siang, supaya kamu merasa tenang (QS. Thaha 13O).

(3) Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah yang paling takwa diantara kamu (QS Al;-Hujurat 13).

Dari Hadis Qudsi, misalnya Allah berfirman : “ Aku tergantung prasangka hambaKu, jika hambaKu mengingat Aku, Aku akan mengingatnya pula… jika mendekatKu sejengkal Aku mendekatnya sehasta…jika dia datang berjalan, Aku akan datang berlari (HR.Muslim).

Dalam Sunnah, didapati kaki Rasul bengkak, lantaran salat malam, kemudian Aisyah bertanya, “ mengapa Engkau lakukan ini ya Rasul, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu ? “.Rasul menjawab “ Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur ?’.(HR.Bukhari).

Demikian sunnah sahabat mencontoh Rasul dalam kehidupannya sehari-hari, terutama tentang Zuhud, ditiru dengan baik oleh Abu Bakr, Umar, Usman, Ali dll.

Alhasil sahabat dan tabi’in banyak mengakomodir isi dan ajaran tasawuf. Maka definisi Tasawuf, yang dapat mencakup semua pemikiran mazhab tasawuf ialah dari sufi Al-Kittani : “ Tasawuf yaitu shafaa ( kejernihan ) dan musyahadah ( menyaksikan )”. Dua sisi itu didalamnya adalah wasilah (sarana, alat ) dan ghayah ( tujuan, sasaran).

Dengan merujuk kepada definisi Al-Kittani, maka Tasawuf itu adalah thariq (jalan) kesucian untuk mencapai tujuan musyahadah.

Tasawuf dicederai :
Perkembangan tasawuf sebagai praktek akhlak dimulai pada abad I dan II Hijrah, .berjalan dengan baik, dan tidak ada yang bertentangan Al-Quran, Sunnah dan praktek sahabat. Maqamnya dijiwai Al-Quran dan As-Sunnah sahih, terutama hidup zuhud. Tetapi setelah memasuki abad III Hijrah, mulailah Tasawuf dicederai. Mulanya hanya kehidupan pribadi muslim, berobah menjadi organisasi Thariqah (Tarekat) yang sudah membicarakan kondisi jiwa, suluk, maqamat, ahwal dan fana’ Setiap kelompok hanya tunduk kepada Syaikh dan mursyidnya, Dan tidak lagi menghiraukan ajaran murni dari Al-Quran dan Sunnah. Sebaliknya muncul fanatisme yang merusak akidah. Tasawuf sudah terkontaminasi dari luar Islam. Laksana susu dalam belanga, tercemar campuran nila, yang otomatis manisnya susu hilang.

Pada abad III-IV H.Tasawuf menjadi dua: Orientasi Sunni dan orientasi Filsafat. Orientasi Filsafat melahirkan istilah syatahat (Membingungkan) akibat paham Fana’, ittihad dan Hulul dari Al-Hallaj. Selanjutnya pada fase berikutnya muncul paham Wahdatul Wujud, dari Ibnu Arabi (W.628 H).dan makin banyak sufi melahirkan ucapan “Syatahat” , misalnya “Sembahlah aku, Tuhan ada dalam jubbahku dsb” (Astagfirullah !)..Selanjutnya pada abad VI dan VII H. Tasawuf Filsafar semakin menggila dan makin banyak dikacaukan dari unsur :Yunani, Persia,India dan Kristen, menyebabkan semakin menjauhi Al-Quran dan memunduran Islam.

Khatimah
Dari kekacauan tasawuf yang mulanya masih sesuai Al-Quran, kemudian bercampur baur yang memundurkan Islam dan umatnya, kini adalah waktunya memurnikan kembali dengan memilih jalan tengah dan arif, tapi berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

Kita renungkan pendapat 2 pendekar Islam yang telah meneliti dengan cermat Filsafat dan Tasawuf : Hujjatul Islam Al-Gazali dan, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah .

Keduanya menyimpulkan bahwa maqam dan ahwal yang dapat diterima dalam Tasawuf misalnya :Taubat, Zuhud, Mahabbah dan Ma’rifah. Sedang yang harus ditolak, menurut keduanya, adalah ajaran Fana’/Baqa,’ Ittihad, Hulul dan Wahdatul wujud.

Dalil Naqli (Al-Quran-Sunnah ) dan Akal sehat, tidak dapat menerima, dan jelas-jelas, berasal dari luar Islam. Menurut penulis inilah yang terbaik diterima, sebagai ausatuha.

Kedua pendekar Islam diatas telah memilih jalan ausatuha. Namun diantara keduanya, masih ada sedikit perbedaan : Imam Al-Gazali bermazhab Syafei dan masih mentolerir khalwat, dalam tasawuf. Sedang Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah bermazhab Hambali, dan tidak menerima sistem khalwat, dalam tasawuf.

Akhirnya, Hakikat Tasawuf yang sebenasrnya ialah menjernihkan jiwa sesuai syari’at yang bertujuan agar seorang hamba, mampu mencapai ma’rifah dan musyahadah. ( Wa Allahu a’lam ).



No comments: