Friday, November 16, 2007

Wanita Pemimpin Dalam Islam

Akhir-akhir ini marak kembali pendapat dan fatwa yang kontradiktif tentang kepemimpinan wanita khususnya untuk menjadi Presiden. Penyelesaiannya tidak rumit jika kita menggali sumber hukum pertama yakni Alquran. Apalagi jika menyelami makna hakikatnya dengan menggunakan metode Tafsir Maudhu’I. Karena menyelesaikan perselisihan hanya satu metodenya yaitu kembali ke Alquran, kemudian Hadis dan terakhir barulah pendapat ulama, kalau keduanya belum jelas (Lihat QS. ) dan (Hadis Mu’az bin Jabal), ketika Nabi memerintahkan berangkat ke Yaman menjadi Hakim. Tapi kalau sesuatu itu tendensinya strategi politik untuk menghambat saingan yang wanita, maka pasti yang berlaku bukan lagi mencari mana yang lebih tepat pemahannya sesuai Alquran. Hal ini memang dilemmatis karena sejak dahulu, Imam Mazhab seperti Imam Hanafie sudah berbeda pendapatnya dengan Imam Syafei. Yang satu menyatakan hukumnya Mubah (Dibolehkan) dan yang kedua menyatakan hukumnya Haram ( Dilarang ).Karena Ormas NU bermazhab salah satu dari 4 Mazhab, maka tentu wajar jika ada yang menilainya haram, tapi ada pula yang menilainya mubah (Dibolehkan).

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mencoba membahasnya berdasarkan metode Tafsir Mudhu’I (Tematik), tanpa berkiblat pada mazhab atau tendensi politik.

Ayat yang menjadi dasar pembahasan ialah Alquran Surah Al-Nisa’ 34 : “AL RIJALU QAWWAMUNA ‘ALA AL-NISA’ BIMA FADHDHALALLAHU BA’DHAHUM ‘ALA BA’DHIN …( Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…( Lihat Tafsir Depag halaman 123 ).

Berdasarkan ayat dan terjemahan seperti itu, maka sebagian ulama menganggap haram hukumnya jika dibalik, yakni perempuan memimpin laki-laki. Lalu dibantu sebuah Hadis yang menyatakan celakalah raja itu (salah seorang kerajaan Romawi ) yang mengangkat anaknya yang perempuan menjadi penggantinya. Kemudian lebih diperkuat lagi karena tidak ada seorangpun Nabi yang berjenis wanita. Demikian Khulafa al-Rasyidin semuanya laki-laki. Bahkan dalam Ilmu Fikih tidak sah salat jamaah imamnya seorang wanita dan makmumnya adalah laki-laki.Itulah antara lain alasan yang mengharamkan.

Pembahasan Tafsir:
Kelemahan terjemahan Tafsir diatas , karena “ Al-Rijalu qawwamuna ” ditafsirkan dengan “ Pemimpin” . Padahal di ayat lain “ Qawwamuna ” tidak berarti pemimpin. Seperti pada Surah Al-Nisa 123 “ Ya ayyuhalladzina amanu kunu qawwamina bi al qisthi syuhada-a lillah…(Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar jadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah …). ( Depag 144 ). Demikian pada Surah al-Maidah 8 “ Ya ayyuhalladzina amanu kunu qawwamina bi al qisthi syuhada-a lillah…(Wahai orang-orang yang beriman , hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil…)( Depag 159 ).

Dengan perbandingan kedua ayat lain tersebut maka pengertiannya menjadi mutasyabihat (ragu-ragu). Pengertian ragu-ragu tidak lagi menjadi Qath’I (Pasti).

Adapun pengertian yang sebenarnya “ Qawwamuna atau Qawwamina” yang berakar dari kata “ Qawama ” adalah mengawasi terus menerus dan mempertanggung jawabkan. Sama dengan makna “Aqim al- shalat” (Didirikan salat) yang juga berasal dari kata Qawama, yaitu laksana induk ayam yang setiap hari mengawasi dan mempertanggung jawabkan anaknya. Dalam hubungannya dengan salat dimaksudkan yaitu tanggung jawab yang dilaksanakan dengan cara rutin, khusyu’ dan bertanggung jawab) ( Diuraikan panjang lebar dalam Tafsir Al-Qurtubi ).

Jadi yang paling tepat makna “Qawwamuna” pada surah Al-Nisa 34 diatas adalah Penanggung jawab. (Bukan pemimpin). Ahli Tafsir Prof.Quraish Shihab sendiri, sudah pernah mengatakan, masih ada beberapa penafsiran Tafsir Departemen Agama yang perlu disempurnakan.terjemahannya. Menurut penulis mungkin termasuk ayat ini.

Makna Pemimpin dalam Alquran:
Dalam Bahasa Arab termasuk yang digunakan Alquran pemimpin itu disebut Imam (selalu di depan) atau Khalifah (Dibelakang maju ke depan menjadi pengganti). Ditambah lagi bahwa konteks ayat Surah Al-Nisa’ 34 diatas, asbab nuzulnya, mengenai keluarga didalam rumah tangga bahwa yang bertanggung jawab dan mencari rezeki adalah suami (laki-laki). Jadi ulama yang menganggap haram terutama terpaku pada hadis Nabi yang mencela seorang Raja Rumawi yang mengangkat anak wanitanya menjadi penggantinya. Padahal hadis tersebut gga memimpin juga masih diperselihkan syarahannya. Apakah hadis itu bersifat lokal situasi Arab raja non muslim yang mengangkat anak wanitanya pengganti dirinya atau universal berlaku sampai sekarang. Karena dalam Hadis ada kalanya hadis itu konteksnya lokal dan tidak selalu universal. Disinilah perbedaannya dengan Alquran.

Adapun yang memperkuat pendapat sebagian ulama yang mengharamkan wanita memimpin negara, disamping mengakui penafsiran tanggung jawab itu sama dengan pemimpin dalam rumah tangga, karena negara adalah rumah tangga besar, juga diperkuat argumentasi lanjutan ayat yang menyatakan “ Faddhalallahu ba’dhahum’ ala ba’dhin (Tuhan telah memberikan kelebihan (laki-laki) terhadap sebagiannya (wanita).

Kitab-kitab Tafsir :
(1) Tafsir Al-Baidhawi : Kelebihan kaum laki-laki dari kaum wanita karena “ Kamal al ‘aqli (akalnya lebih sempurna), Husn al tadbir (Kemampuan mengatur dan mengendalikan sesuatu gejolak ), Mazid al quwwah fi al a’mal wa al t ha’ah ( Lebih kuat mengerjakan pekerjaan dan ketaatan). Sebab itu kenabian dan kepemimpinan umat khusus dipilih dari kalangan kaum laki-laki-laki saja ( Khashshun bi al-nubuwwah wa al-imamah). (Lihat Juz I : 213)

(2) Tafsir Aysar Tafasir : Tuhan memberikan kemampuan laki-laki untuk memimpin karena diberi akal yang sempurna, mampu melaksanakan kelengkapan agama seperti berkhutbah, memimpin Jumat dan Jihad dengan postur tubuh yang meyakinkan bertarung pisik. ( Juz I :472 ).

(3) Tafsir Majma’ Al-Bayan : Kelebihan yang diberikan Allah kepada kaum laki-laki ialah penambahan ilmu dan pikiran rational yang lebih baik serta mampu mempertahankan pendirian ( Juz IV :43).

(4) Tafsir Al-Mizan : Yang dimaksud Qawwamuna ialah mampu mengendalikan dan mempertanggung jawabkan amanah terutama diberikan kepada kaum laki-laki sesuai ayat diatas, dengan bertambahnya kekuatan pisik dan kemampuan akal serta mampu menghadapi kesulitan dahsyat. Sedang kaum wanita memang diciptakan dengan bentuk badan yang halus, cantik dan perasa, sehingga tidak semua pekerjaan dapat dilakukannya dengan maksimal ( Juz IV :351 ).

Dari keempat uraian Tafsir tersebut, kita terpaksa harus akui seorang laki-laki, akan lebih mampu bertanggung jawab jika memimpin wilayah atau pertempuran jika dibutuhkan.

Pemimpin yang diinginkan Alquran :
Sebenarnya pemimpin yang disebut Alquran berarti Imam ( Didepan sebagai teladan ) dan Khalifah ( Dibelakang maju ke depan sebagai pengganti). Jadi sama sekali bukan “ Qawwamuna “ seperti Surah Al-Nisa 34 diatas.

Didalam Alquran hanya ada 7 ayat mengenai Imam. Salah satu diantaranya “INNI JA’ILUKA LINNASI IMAMAN “ (Aku angkat engkau (Ibrahim) menjadi pemimpin bagi manusia ) (QS.Al-Baqarah 124). Ibrahim memohon, juga keturunanku. Tapi Tuhan menjawab “LA YANALU AHDIZZHALIMIN “(Janjiku ini tidak kutujukan kepada orang yang suka berbuat zalim.

Selanjutnya istilah Khalifah yang juga berarti pemimpin menurut Alquran, diantaranya : “Wahai Dawud, Kami (Tuhan) telah menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan suatu perkara dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu. (QS. 38 :25).

Adapun tugas utama seorang pemimpin yang memimpin wilayah, Alquran secara umum menyatakan “ Orang-orang yang Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan munkar…)QS.22:41).

Berdasarkan ayat tersebut, maka seorang pemimpin wilayah, minimal mampu melakukan salat lima waktu yang rutin sebagai hubungan dengan Allah, mampu mengeluarkan sebagian hartanya berupsa zakat, sadakah dan infak, sebagai gambaran keharmonisan hubungan dengan manusia dan mampu mengendalikan perintah kepada yang makruf untuk kesejahteraan negara serta mampu menegakkan yang benar dengan menghukum kaum pembuat munkar (maksiat) termasuk koruptor.

Artinya seorang pemimpin wilayah diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola wilayah, menyeimbangkan kehidupan yang harmonis, memelihara harta, agama, akal dan budaya.

Akhirnya berdasarkan pembahasan metode Maudhu’I, maka makna ayat tersebut diatas tidak menghalangi seorang perempuan tampil menjadi Presiden, apalagi jika dipilih mayoritas masyarakat, asal orangnya jujur, taat agama, mengutamakan kepentingan rakyat kecil serta siap menghukum ahli-ahli maksiat tanpa pilih bulu. Artinya, dari ayat yang dibahas, tidak ditemukan adanya larangan pemimpin wanita. (hukumnya mubah)
Tapi menurut hemat penulis, berdasarkan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kaum laki-laki, bagaimanapun hebatnya seorang wanita, maka kaum laki-laki masih lebih afdhal dipilih. Hal ini tidak terpengaruh tendensi politik dan istilah the will to power. (Wallahu a’lam Bi al-shawab).
H. Mochtar Husein

Meniru Kesabaran Rasul-Rasul

Seorang yang tinggal di gubuk yang kecil dengan makan seadanya, mengharapkan uluran tangan tetangganya, tanpa usaha yang keras untuk mencari kerja menghidupi anak isterinya, apakah itu yang namanya sabar dalam menerima takdir ? Jawabnya, bukan !

Yang disebut menurut Kamus Besar, ada dua. Pertama, tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, dan tidak lekas patah hati). Kedua, tenang dan tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu : segala usahanya dijalankan dengan tenang, berpikir dengan baik dalam menghadapi sesuatu.

Menurut Al-Gazali, yang disebut sabar ialah tahan menderita gangguan dan tahan menderita dari ketidak senangan.Atau kokohnya dorongan agama dalam menghadapi dorongan hawa nafsu dan sabar menahan syahwat perut dan faraj dimana hal ini disebut iffah (Etika Islam:O2:1O).

Artinya, sabar itu ialah tenang menghadapi takdir, tapi selalu berikhtiar dan berusaha bagaimana memperkecil musibah yang menimpa dirinya, dan tidak pernah berputus asa dalam mencari solusi.

Islam sebagai agama yang membawa ketenangan penganutnya yang mukmin yang takwa akan selalu dikaruniai hidayah makhrajan (solusi), dalam menyelesaikan kemelut hidup karena telah diabadikan Alquran dengan istilah “Inna ma’al yusri yusran “ (Sesungguhnya yang sulit itu selalu berbarengan yang gampang) dan hal ini telah banyak diperaktekkan rasul-rasul. Bagaimana bentuk kesabaran yang dipraktekkan rasul-rasul ?.

Alquran telah mengabadikan beberapa ayat, seperti
(1) Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, mereka merasa seolah-olah tidak tinggal di dunia, melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik (QS.46:35).

(2) Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Ya’kub berkata :” Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan buruk itu, maka kesabaran yang baik, itulah kesabaranku.Dan Allah saja yang di mohon pertolonganNya, terhadap apa yang kamu ceriterakan”. (QS.12:18).

(3) Katakanlah hai hamba-hambaKu yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS.39:1O).

Dari tiga ayat diatas menurut sebagian mufassir, bahwa rasul-rasul yang dianjurkan di tiru kesabarannya pertama, Nabi Nuh betapa teguhnya dalam berdakwah selama sembilan ratus tahun, hanya terhitung jari yang mengikuti ajaran tauhid yang dibawanya, bahkan isteri dan anak kandungnya sendiri termasuk penantangnya. Kedua Nabi Ibrahim dengan kesabarannya, mencari Tuhan untuk menegakkan tauhid yang pada mulanya yang dianggap Tuhan adalah bintang, kemudian bulan dan matahari, tetapi setelah melihat semuanya terbenam, barulah sadar dan berkeyakinan mengakui, bahwa Tuhan yang sebenarnya, adalah Tuhan Pencipta bintang, bulan dan matahari yang tidak pernah terbenam. Disaping itu Ibrahim juga bekerja keras mengahadapi orangtuanya yang tidak bertauhid serta bersedia dibakar sebagai resiko dalam berdakwah.Ketiga, Nabi Musa dengan kegigihannya dalam menyebarkan tauhid terutama menghadapi Fir’aun yang memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan.Keempat Nabi Isa yang lahir tanpa ayah, dengan keteguhan hati dalam kesabaran menghadapi keluarganya yang menuduh penzina serta menghadapi sebagian kaumnya yang menganggapnya anak Tuhan. Dan yang kelima, adalah Nabi Muhammad SAW dalam ketabahannya menghadapi Kuffar Quraisy selama 13 tahun di Mekah dan menghadapi berbagai kabilah dan agama 1O tahun di Medinah, dengan menempuh segala penderitaan berupa tekanan ekonomi dan pisik bersama pengikutnya. Namun semua bentuk ketahanan dalam kesabaran, natijanya Beliau sempat melihat kekuasaan Islam berjaya di seluruh jazirah Arab sesbelum wafatnya.Demikian rasul yang lain.

Menurut Alquran :
Dari rekaman kesabaran yang ada dalam Alquran, niscaya dapat dibagi beberapa poin :

(1) Sabar melaksanakan kewajiban kepada Allah misalnya dalam beribadah,mengekang hawa nafsu dan meninggalkan maksiat.

(2) Sabar dalam membela agama, tanah air dan dalam mencari rezeki serta menggiatkan produksi.

(3) Sabar dalam menghadapi rintangan dan omongan yang menyakitkan dalam berdakwah kepada jalan yang benar.

(4) Sabar dalam menerima takdir dengan hati yang tunduk kepadanya, misalnya hilangnya harta benda dan kekasih

Pendeknya kesabaran yang dikehendaki Alquran, seperti yang dilakukan rasul-rasul diatas, yakni rela mengarungi lautan dengan taupan halibumbu, rela dibuang ke dalam api yang bergejolak, bahkan rela menerima cobaan apapun bentuknya, dalam menyebarkan agama Allah di muka bumi.

Begitu pentingnya kesabaran itu dipelihara, maka Rasul pernah bersabda “Al-Shabru nisful iman” (Sabar itu adala separuh iman)(HR.Muslim). Artinya orang yang banyak bersabar, sisa menambah sedikit amal lkebaikan lain, maka ia telah dapat disebut seorang mukmin yang kebaikannya lebih banyak. Alhamdulillah.

Adapun yang dimaksud “Jadikanlah kesabaran dan salat sebagai penolong”. (QS.2:153), artinya jika anda ditimpa musibah, maka berlarilah kepada yang disebut sabar sebagai penolong, karena sebaliknya akan memperoleh pahala yang banyak di dunia dan akhirat. Demikian kepada yang disebut salat dengan jalan bertambah zikir, khusyu’ dan tilawah yang otomatis menawarkan ketenangan batin dalam salat.

Akhirnya, hendaknya kesabaran itu menjadi pakaian kita sehari-hari, terutama ketika menghadapi cobaan, sebab rasul-rasul kekasih Allah yang banyak keistimewaan, cobaanpun beruntung dialaminya, tetapi selalu berusaha dan berikhtiar untuk menyelesaikannya.Ketika kita berdakwah dan dirasakan hasilnya kurang kita ingat kesabaran Nabi Nuh yang sembilan ratus tahun lebih.Ketika ditimpa suatu penyakit, kita ingat kesabaran Nabi Syu’aib yang hampir sepuluh tahun sakit kulit dan telah ditinggalkan keluarganya.Ketika kita mempertahankan kebenaran dan selalu terganggu, kita ingat Nabi Muhammad SAW yang terganggu selama 23 tahun, tapi akhirnya berhasil dimana seperempat penduduk dunia, kini memeluk Islam.

H. Mochtar Husein