Saturday, November 10, 2007

Hadiah, Sadaqah dan Sogok

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Rijana Hardjapamekas, tidak akan mencabut larangan menerima bingkisan atau parsel bagi para pejabat penyelenggara negara. Perajin parsel hendaknya ikut memahami langkah awal KPK dalam rangka mengembangkan nilai-nilai sosial baru, untuk mencegah korupsi secara dini (3/11).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau kepada masyarakat mampu untuk memberikan parsel atau bingkisan kepada yang membutuhkan, misalnya fakir miskin dan panti asuhan. Selanjutnya dikatakan pemberian parsel jangan dari bawah ke atas, tapi dari atas ke bawah. Anjuran itu memperkuat persetujuan yang dilakukan KPK, melarang pejabat penyelenggara negara menerima parsel (PR 5/11).
Karena istilah hadiah berasal dari Bahasa Arab yang dianjurkan Islam, ada baiknya kita bahas.

Bulan Hadiah :
Kini, Ramadhan dan Idul Fitri sudah selesai. Kegiatan kini yang dilakukan masyarakat adalah saling bermaaf-maafan, silaturrahim dan memberi hadiah. Namun penjual parsel sepi karena adanya larangan.

Agar budaya memberi hadiah tidak lenyap, perlu dijelaskan terutama kepada yang bukan pejabat. Karena hanya pejabat Negara saja yang dilarang. Dan bukan berniat melawan kebijakan pemerintah.

Hadiah itu mempunyai 3 makna: (l) Pemberian ( kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan ). Misalnya hadiah hari ulang tahun. (2) Ganjaran ( karena menang dalam suatu perlombaan ). (3) Tanda mata, pada suatu perpisahan. Termasuk dalam lebaran, Nobel perdamaian, dan ilmu pengetahuan.(Kamus Besar : 291).

Dalam Bahasa aslinya Arab, Hadiah akar katanya dari 3 huruf, yaitu “ Ha-Dal-Ya” (Hadaya) berarti, pemberian petunjuk, atau pemberian sesuatu dengan lunak kepada yang disenangi. Atau pemberian apa saja yang menyenangkan. (Maqayis Lughat : 1O66).

Dari kedua standar tersebut, baik yang asli atau transfer, dipahami bahwa “ Hadiah itu bagus, karena memberikan sesuatu kepada siapa yang berprestase,. atau orang dihormati, atau silaturrahim dan persaudaraan. Boleh dilakukan, antara sesama orang kaya, atau status sosial yang sama.

Shadaqah: (sadakah) ialah sebagian harta dari seorang muslim yang di berikan untuk kemaslahatan umat. Pemberian sadakah itu dari orang kaya ke pada orang miskin. Atau dari atas ke bawah.

Didalam disebutkan “Dan bertolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam ( berbuat ) dosa dan permusuhan). (QS. 5 : 2 ).

Menurut Tafsir M. Al-Bayan, tolong menolong yang dimaksud diatas, adalah yang sesuai perintah Allah. Bukan yang dilarang oleh Allah dan Rasul. Misalnya menolong atau memberi sesuatu, tapi tidak ikhlas. Termasuk dilarang menyontek dalam ujian, dan berkolusi dalam kejahatan. (Lihat Juz II :l55).

Dari ayat tersebut dipahami, bahwa memberi dengan niat tertentu, supaya di suatu waktu ditolong juga, tidaklah termasuk ikhlas. Apalagi kalau memberi dengan ikatan moral, agar meloloskan permintaan.

Itu sebabnya Al-Quran menyatakan, “ La nuridu minkum jazaan wala syukura “. ( Kami memberi, bukan menunggu balasan atau mengharapkan ucapan terima kasih), di dunia.

Jadi Sogok :
Hadiah yang diberikan, jika nawaitunya agar permohonan dipenuhi, misalnya agar anaknya di sekolah, diluluskan sekalipun bodoh, lalu si penerima menginjak-injak pelamar lain yang tidak memberi hadiah, yang seperti itulah disebut Hadiah yang berubah menjadi Sogok.(Rasywah).

Semua orang sudah tahu, bahwa sogok adalah larangan Al-Quran : “ Wala ta’kulu amwalakum baynakum bi al-bathil “ (Dan janganlah kamu memakan ( menggunakan ) hartamu, dalam bentuk yang batil ) ( QS. 2: 188). Diperkuat Hadis : “Al-Rasyi wa almurtasyi fi al-nar “ ( Yang menyogok dan yang disogok, keduanya isi neraka ). (H.R.Muslim).

Seorang teman bertanya, bagaimana jika hasil sogok (batil) itu kita gunakan untuk kebaikan ? Misalnya untuk meningkatkan pendidikan, pembangunan masjid atau dipakai haji ?. Jawabnya tegas, inilah yang disebut menghalalkan segala cara, seperti sistem Machiavelli yang sering digunakan politikus. Tidak dibenarkan ajaran Islam !!!.

Hadis yang lain memperingatkan “Seseorang tidak beranjak dari tempatnya bangkit di akhirat, sebelum mempertanggung jawabkan 4 hal : umurnya ke mana dihabiskan, khusus usia mudanya ke mana dilenyapkan, ilmunya ke mana dimanfaatkan dan hartanya bagaimana cara memperoleh dan ke mana dibelanjakan ?. (HR.Al-Nasai ).

Ketiga pertanyaan yakni umur, masa muda dan ilmu, pertanyaannya cuma satu, yaitu ke mana digunakan ?. Tapi untuk harta, pertanyaannya dua. Pertama, bagaimana cara memperoleh ?.Kedua, ke mana di belanjakan ?. Menurut ulama hadis, jika jawaban harta itu diperoleh dengan batil, pertanyaan kedua tidak dilanjutkan. Silakan masuk sel dulu, sebelum vonnis ditentukan.

Khusus Pejabat :
Imam Hanafi, ulama besar 4 Mazhab, ketika hendak diangkat Hakim, dihadiahi seorang perempuan muda dan cantik serta uang emas seribu Dinar, oleh seorang penguasa (Khalifah). Hadiah tersebut dikembalikan. Lalu memohon disampaikan kepada penguasa, bahwa perempuan cantik itu tidak ada lagi gunanya baginya, karena sudah tua. Sedang Uang emas itu, masih banyak yang lebih membutuhkan.

Khusus pejabat di Indonesia, sekalipun dari segi agama hadiah berhadiah itu justru dianjurkan, apalagi sesudah lebaran, tapi karena Ulil Amri (pemerintah) melarang, apalagi telah bersumpah di depan umum, bahwa tidak akan menerima pemberian apapun, langsung atau tidak langsung, maka pejabat, tidak boleh lagi menerima. ( Wa Allahu a’lam ).
H. Mochtar Husein

No comments: