Friday, November 16, 2007

Memahami Nabi Muhammad

Alhamdulillah, kita telah berada pula di bulan Rabi’ul awal. Bulan Maulid Nabi yang diperingati umat Islam Indonesia setiap tahun. Mulai dari desa terpencil, sampai ke istana Negara. Memperingati Maulid, bukan perbuatan bid’ah. Apalagi jika disebut dhalalah. Nabi sendiri memperingatinya, dengan puasa setiap Senin.Dan umatnya dianjurkan juga berpuasa setiap Senin.

Di desa-desa, diperingati secara tradisional, yaitu berzikir dan membaca sejarah nabi (Barzanji). Di kota-kota, dengan cara modern. Pidato dan diskusi, tapi juga mengenai prilaku nabi. Keduanya sama, yaitu hubburrasul. Jika Barzanji itu diterjemahkan, itulah yang afdal, karena dapat dihayati maknanya.

Yang menjadi masalah sekarang, masih banyak orang muslim yang keliru memahami hakikat Nabi Muhammad. Mungkin karena cintanya kepada rasul berlebih-lebihan, atau karena tidak merasakan terkontaminasi filsafat Yunani yang diterima oleh sebagian filsuf Islam. Akibatnya, ada yang memahami bahwa Muhammad itu pancaran (faidh) atau emanasi dari Tuhan. Muncullah istilah “Insan al Kamil”. Padahal istilah itu, tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah sahih.

Bagaimana memahami dengan benar, sesuai Al-Quran ?.

Manusia biasa:
Meyakini “ Muhammad Rasulullah”, adalah syahadat kedua. Wajib diyakini seorang muslim, sesudah syahadat pertama Lailaha illa Allah. Tidak ada diantara kita, yang meragukan kerasulannya. Diabadikan Al-Quran dengan “ Nasyhadu innaka larasul Allah ( Kami mengakui bahwa engkau, benar-benar Rasul Allah (QS.63:1). Demikian keistimewaannya, tidak ada yang meragui sebagai “ Khatam wa asyraf al-anbiya’ wa al-mursalin”. ( Penutup dan termulia dari segala Nabi dan Rasul ). Namun, Al-Quran juga dengan tegas menyatakan “ Qul Innama ana basyarun mislukum” (Katakan, sesungguhnya saya ini adalah manusia biasa, seperti anda )(QS.18 :11O)

Menurut ahli Tafsir Ali Al-Shabuni, bahwa Muhammad sebagai manusia biasa.. berlaku juga sifat biasa pada dirinya. Hanya perbedaannya karena Allah memuliakan dengan wahyu bertugas, mengabarkan tentang keesaan Allah dan memkanjikan pahala besar bagi mereka yang beramal dengan ikhlas.

Ahli Tafsir Al-Jazairi menambahkan bahwa ayat tersebut, merupakan jawaban kepada kaum musyrikin yang memintanya memperlihatkan mu’jizat semacam yang diberikan kepada Musa dan Isa, lalu nabi mengakui bahwa ada yang tidak mampu dilakukan, karena diluar mu’jizat yang diberikan Allah. Misalnya, mengubah tongkat jadi ular atau dapat menghidupkan orang mati, sehingga nabi berkata “Ana basyarun mislukum”.

Mufasir Ibnu Abbas, sebenarnya “ Ana basyarun mislukum” yang dilontarkan Rasul itu, adalah pelajaran tawadu’ yang hendaknya dimiliki seseorang, bahwa jika ada keistimewaan, bukan segalanya. Maklum, tetap seperti hamba Allah yang lain.

Untuk lebih meyakini, ayat lain lebih tegas menyatakan “Wawajadaka dhallan fahada, wawajadaka ‘ailan fa aghna “ ( Bukankah Tuhan mendapatimu seorang yang bingun, lalu Dia (Tuhan) memberikan petunjuk ?.Dia mendapatimu seorang yang penuh kekurangan, lalu Dia memberikan kepadamu kecukupan ?” (QS.93 : 7-8)

Namun, para ulama Tafsir mengakui pula, dibalik ayat yang menyatakan punya keterbatasan sebagai “ basyarun mislukum ” sambungan ayat itu menyatakan “Yuha ilayya annama ilahukum ilahun wahid… ( Diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya Tuhan itu adalah Tuhan Yang Esa…) (QS.Al-Kahfi (18) :11O).

Manusia istimewa:
Apa artinya ?. Dalam satu ayat diatas, sesudah dinyatakan manusia biasa, kemudian dinyatakan ada keistimewaan ( keluar biasaannya ). Misalnya dari lebih seribu Nabi, yang dipilih menjadi rasul, hanya 25 orang. Dan dari 25 rasul, hanya nabi Muhammad SAW yang disebut “ Asyraful mursalin “( Rasul termulia). Dengan demikian betapa istimewanya nabi SAW. Laksana rembulan dikelilingi bintang. Keistimewaan itu terlihat juga, jika Tuhan memanggilnya dalam Al-Quran. Tuhan tidak menyebut namanya secara langsung, seperti “ Ya Muhammad ! ”. Tapi, Tuhan memanggilanya dengan sebutan mesra “Ya ayyuha al-nabiy - Ya ayuha al-rasul - Ya ayyuha al-muddatsir,” .( Wahai para nabi, Wahai para rasul -Wahai para yang berselimut). Menurut mufasir, semua panggilan dengan kata jamak, seperti itu, padahal ditujukan hanya satu orang yaitu Muhammad sendiri, itu adalah penghormatan yang tinggi. Sama juga dalam salam “ Assalamu Alaikum “ ( Mudah-mudahan kamu semua selamat dan sejahtera ), padahal pemberi salam itu hanya dia tujukan kepada satu orang saja.

Penghormatan lain Tuhan kepada nabi Muhammad, , yaitu diperintahkan “ Innallaha wamalaikatahu, yushallun ‘ala al- nabiy, ya ayyuha ladzina amanu shallu ‘alayh… ( Tuhan dan malaikatnya bersalawat kepada nabi, maka hai orang-orang mukmin, bersalawatlah kepadanya. (QS.33:65). Dan masih banyak lagi penghormatan lain, seperti menjadi rahmat seluruh alam.

Menurut Tafsir Al-Qurthubi, yang dimaksud salawat dari Tuhan kepada nabi pada ayat diatas yaitu Tuhan selalu mencurahkan rahmat dan ridha kepadanya. Mengenai salawat malaikat berarti melaikat selalu mendoakan dan istigfarkan. Sedang salawat orang mukmin berarti selalu medoakan dan ta’zhimkan.

Akan tetapi kita semua hendaknya sadar, bahwa bagaimanapun istimewanya nabi kita, tetap tidak boleh disamakan dengan Tuhan atau bahagian dari Tuhan. Seperti mempercayai bahwa emanasi dari Tuhan. Paham itu pernah dianut sebagian kecil filsuf Islam. Sebab itu, untuk memurnikan akidah, kita harus kembali kepada ayat diatas “Ana Basyarun mislukum” ( saya manusia biasa seperti anda ) dan pada surah Al-Ikhlas “ Walam yakun lahu kufwan ahad”( Dan tidak ada seorangpun yang setara atau mirip dengan Allah).

Adapun sifat-sifat Tuhan yang ada pada manusia misalnya rahman atau rahmat ( kasih sayang) perbandingannya 1OO berbandung 1. Artinya kasih sayang Tuhan dikurangi 1 = 99 . Jadi, yang satu itulah dibagi-bagikan kepada seluruh makhluk, sehingga seekor binatang tahu mengangkat kakinya, sehingga tidak sampai menginjak-injak anaknya yang baru dilahirkan sampai mati.

Insan al-Kamil ?
Falsafah “ Insan al-Kamil ” ( manusia sempurna ), dipahami sebagian sufi, bahwa kesempurnaan itu adalah copy Tuhan dalam diri Muhammad. Diorbitkan oleh sufi, Abd. Karim Al-Jili (w.1428 M) . (Astagfirullah).

Menurut Prof. DR.M.Rasjidi (Dosen “Filsafat Islam”), waktu penulis masih kuliah di Purnasarjana IAIN Yogya (1978), menerangkan, bahwa “ Istilah Hakikatul Muhammadiyah atau Nur Muhammad atau Insan al-Kamil yang dianut sebagian Sufi, adalah hasil dari meresapnya faham Neo Platonisme, yang dianut oleh Al-Kindi dan Al-Farabi”. Teori “emanasi” itu berasal dari pandangan, bahwa semua yang ada ini, memancar dari zat Tuhan melalui akal-akal ke sepuluh. Akal menurut pemikiran, mempunyai 3 tingkatan: Al-hayulani (material), bi al-fi’il (actual) dan al-mustafad (adeptus), dan tingkatan terakhir inilah yang menerima pancaran (emanasi) dari Tuhan. ( Dapat dilihat juga pada:” Koreksi terhadap DR.Harun Nasution, 1977:128).

Mengenai makna “Ahsani taqwin “ dalam Al-Quran, itu berlaku untuk seluruh manusia yang diciptakan Tuhan. Diakui pakar Tafsir, Prof. DR. M.Quraish Shihab, bahwa makna “ Ahsani taqwin” dalam Al-Quran, berarti bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ia mengutip pendapat mufasir Ragib Al-Asfahani, bahwa kata “taqwin” pada ayat tersebut, hanya mengisyaratkan bentuk pisik manusia lebih baik, dari binatang, serta mempunyai keistimewaan, karena dilengkapi akal. (Lihat : Tafsir Al-Quran,1997:741). Artinya, Insan al-Kamil, bukan istilah Al-Quran.

Satu-satunya yang dijadikan alasan sebagian sufi adalah Hadis Jabir, yang bukan bersumber dari “Kutubussittah“ ( 6 kitab Hadis yang diakui ). Jabir berkata, “ Yang pertama diciptakan Tuhanmu adalah Nur nabimu ”, ternyata ahli Hadis sendiri, menilainya hadis Dha’if. Imam Syafei yang pernah membolehkan penggunaan Hadis dha’if, hanya menyangkut masalah ibadah ( Fadilah. Amal) .Tapi masalah Akidah dan Syari’ah, Imam Syafei sendiri tidak mau menggunakannya. Adapun Tasawuf yang dikembangkan Imam Besar Al-Ghazali, seluruhnya adalah Tasawwuf Sunni (Akhlak). Dan beliau dikenal menolak Tasawuf filsafat, seperti yang dianut Al-Kindi, dkk).

Alhasil, memahami “Muhammad Rasulullah SAW ” dengan benar, sederhana saja.Tidak perlu berbisik-bisik dan mengeluarkan biaya. Cukup mentaati dan meniru akhlaknya, seperti tertulis dalam Al-Quran dengan “Uswah al-Hasanah” ( Teladan terbaik). Metodenya, “ Qul in kuntum tuhibbun Allah, Fattabi’uni, yuhbib kum Allah wa yaghfir lakum dzunubakum “ ( Kalau kamu betul-betul mencintai Allah, ikutilah saya, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu ) ( QS. 3:41 ).

Menurut Tafsir Al-Bayan, akhlak Nabi yang harus diikuti, terutama pada Sural Al-Mu’minun 1-1O. Diantaranya, selalu siap menunggu waktu salat, sangat khusyu’ dalam salat, menjauhi perkataan dan perbuatan sia-sia, suka bersedekah, memenuhi amanah dan menepati janji serta tidak suka berdusta.(Juz V :137).

Akhirnya, memahami nabi Muhammad dengan benar berdasarkan Al-Quran, ialah meyakini kerasulannya, mentaati perintahnya, meneladani akhlaknya, meyakini disamping manusia biasa, juga manusia istimewa dan rasul termulia, mempunyai misi utama pembawa rahmat bagi manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta mempunyai rahmat khusus kepada orang mukmin, dengan syafaatnya. Sebagian ulama berpendapat terutama yang suka memberi salawat dan mengikuti sunnahnya. .Semoga kita semua memperoleh kontribusi syafaatnya. Amin.
H. Mochtar Husein

2 comments:

Unknown said...

very good explanation based on responsible sources

Unknown said...

I like this😊😊😊