Terdengar lagi istilah “Ganyang Malaysia ! “, seperti di zaman Presiden Soekarno. Padahal, belum kering keringat bangsa ini, mengurus kesedihan dan bantuan korban bencana Tsunami Aceh. Demikian teriakan protes kenaikan BBM juga masih marak. Tiba-tiba semangat patriot pemuda, siap tempur, berkumandang dimana-mana. Inikah namanya hidup ?. Silih bergantinya antara senyum, tangis dan marah ?.Atau bangsa ini sajakah yang sudah berusia hampi 6O tahun yang selalu tegang ?. Kapan juga tenang, sejahtera dan makmur, seperti tetangga Singapura, Brunai dan Malaysia ?.(Wallahu a ‘lam).
Namun, sesuai fakta, hanya pedagang yang banyak modal. dan pejabat yang banyak fasilitas, yang kelihatan makmur. Mayoritas anak bangsa ini, tidak berkecukupan. Sehingga sudah ada sebagian diantara mereka, tidak lagi tertarik memasang umbul-umbul menyambut HUT kemerdekaan tahun lalu.
Dari segi dakwah, bagaimanapun seseorang tidak bercukupan, niscaya masih harus tetap mensyukuri nikmat lain, yang telah diberikan Allah. .Salah satu nikmatnya adalah bangsa ini masih punya asset besar dengan kurnia tanah berumlah 17 ribu lebih, pulau- pulau. . Ada yang dihuni manusia, ada yang tidak. Tapi mengandung banyak kekayaan alam.. Yang kita tahu, hanyalah yang besar-besar, seperti pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Dan yang kecil-kecil, seperti Sangir Talaud dan pulau Buru. Lalu yang lebih kecil lagi, itulah yang ribuan banyaknya. Barulah kita tahu, itupun tidak sampai satu persen, sesudah bermasalah, seperti pulau Sepadan dan Ligitan yang sudah diambil Malaysia, karena dimenangkan Mahkamah Internasional beberapa tahun lalu. Mudah-mudahan pulau Ambalat ini, tidak dimenangkan lagi.Apalagi mengandung banyak kekayaan.
Kaifiat syukur
Kaifiat ialah cara terbaik mensyukuri nikmat Allah. Terus terang, kelemahan pemimpin bangsa selama ini , belum ada pintar menyentuh mensyukuri dan memelihara pulau-pulau kecil perbatasan, akhirnya orang lain mengincernya.
Sejak dulu hingga kini belum pernah diprogramkan pembangunan pulau-pulau kecil. Berapa kedalamnya, ikan apa yang dihasilkan, kekayaan lain yang dikandungnya dan bagaimana system mempertahankannya jika ada yang ganggu ?.
Makna syukur ialah “Mengolah dan menggunakan nikmat yang dilimpahkan Tuhan, sesuai yang dikehendaki Pemberi nikmat ”.
Indonesia yang kita cintai ini orang Arab menyebutnya “Qith’a tun minal Jannah “ ( Laksana sepotong tanah yang dicungkil dari Surga ). Sebab tanahnya subur. Apa saja ditanam tumbuh. Tidak mengenal musim panas dan musim dingin.Yang ada musim hujan dan kemarau.Biar tidak pakai AC bisa hidup.
Kaifiat mensyukurinya bukan hanya menyambutnya setiap tanggal 17 Agustus dengan berbagai pertandingan dan atraksi. Atau berteriak-teriak untuk mempertahankannya. Tapi yang utama hendaknya anak bangsa ini berusaha keras, disekolahkan secara profesional, sehingga mampu mengolah sendiri semua kekayaan tanah air yang dikandungnya. Di daratan, lautan dan di udara. Khusus kekayaan di lautannmya Al-Quran menyebutnya “ Lita’kulu lahman thariyan…(Agar kamu dapat memakan dagingnya yang segar (ikan), memperoleh perhiasan yang kamu pakai, diatasnya kapal-kapal berlayar, dan agar kamu dapat mencari anugerah lainnya” (QS.16:14).
Orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah, ialah yang tidak berusaha mendalami keahlian, mengolah lautan dan tanah yang luas, yang banyak tersimpan didalam perut pulau-pulau tanah air.
Al-Quran memperingatkan “ Jika kamu bersyukur, pasti akan Kutambah nikmatku, (tapi) jika kamu kufur, ingatlah bahwa siksaanKu, sangatlah pedih” (QS.14:7).
Menurut ulama Tafsir, kufur artinya menutupi dan menyembunyikan. Jadi, orang yang menyembunyikan keesaan Tuhan disebut Kafir. Jika diartikan tidak mengolah nikmat tanah sama dengan menyembubunyikan. Berarti membiarkan tanah tidak diolah dengan baik, sehingga tidak dapat berproduksi dan dimanfaatkan masyarakat banyak, itu adalah juga kekufuran.
Agar supaya kita tidak termasuk “kufur” dalam menerima kemerdekaan, maka yang harus dilakukan anak bangsa ini, ialah tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak diolah. Termasuk kekayaan alam yang tersembunyi di dasar lautan.
Hubbul wathan:
“Hubbul wathan, minal iman “( Mencintai tanah air, sebagian dari iman ) Statemen itu sekalipun bukan Hadis, namun dapat dipertanggung jawabkan, sebagai materi dakwah, karena disuarakan oleh Mujaddid dan Mujahid Islam masa lampau. Disamping itu jika kita merenungi, memang mencintai tanah tumpah darah ini wajar. Setiap hari kita masih hirup udaranya yang bersih, minum airnya yang tawar. Tanahnya kita gunakan membangun rumah bersama anak isteri. Membangun mesjid dan gedung olahraga untuk pisik dan rohani.
Kita harus yakin bahwa insya Allah disuatu waktu kita akan makmur, seperti Malaysia. Kita harus sadari, bahwa Amerika sendiri, juga menggunakan waktu ratusan tahun lamanya membangun negerinya, barulah mencapai kemajuan seperti sekarang. Kita baru 50 tahun lebih, masih wajar.
Alhasil, Indonesia yang kita cintai dengan dasar “Hubbul Wathan” didukung oleh Hadis “Man qutila duna malihi fahuwa syahid ( Barangsiapas yang terbunuh mempertahankan hartanya ia termasuk syahid ) (HR.Muslim).
Tapi tentu syahidnya akan lebih tinggi kalau ia mati dalam mengolah tanah dan lautan untuk menghidupkan anak bangsa dari generasi ke generasi.
Jadi hubbul wathan, bukan hanya siap jadi relawan jika dipanggil mempertahankan, tapi yang lebih utama adalah mencari ilmu sehingga mampu mengolahnya sendiri, dan dimikmati hasilnya turun temurun anak bangsa.
Delapan Agenda:
Menurut cendikiawan Prof. DR. Nurcholis Madjid, diperlukan 8 agenda, untuk membangun bangsa ini yang sifatnya mendesak:
Pertama : Mewujudkan “good governanse “ pada semua lapisan pengelolaan negara. Pengelolaan yang benar dan baik, dalam penggunaan kekuasaan diibaratkan laut zona tropis yang panas, dapat meluluhkan gunung es budaya KKN. Pemberantasan KKN seberapa jauh kita mampu menghancurkan feodalisme dan budaya suap-menyuap.
Kedua : Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekwen. Pelaksanaan good governance, diharapkan mendorong pelaksanaan hukum dan keadilan yang tegar, tegas dan teguh. Untuk melaksanakan dengan baik, sangat arif jika kita meniru kearifan Khalifah
Ketiga : Melaksanan Rekonsiliasi Nasional. Perkembangan bangsa dan negara sejak kemerdekaan, diwarnai dengan kekerasan, perlawanan kepada hukum dan HAM. Kita harus belajar menanamkanm dalam diri, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, sebelum terbukti sebagai penjahat.
Keempat : Mereformasi ekonomi dengan mengutamakan kegiatan produktif dari bawah. Dapat mencontoh Khalifah Umar, bahwa tugas utama pemerintah adalah mensejahteraan masyarakat. Maka Khalifah menolak menghukum pencuri di zaman paceklik. Artinya, harus berbeda hukuman antara pencuri sekedar untuk makan, dengan pencuri untuk mau kaya.
Kelima : Memperkuat pranata demokrasi terutama peran Pers dan Kampus. Untuk memperkuat pranata demokrasi, hendaknya ada pembagian tugas. Antara tugas pemerintah, perwakilan dan pengadilan, harus tegas.
Keenam :Meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional. Membangun harkat dan martabat TNI dan kepolisian, mutlak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan dengan jelas, untuk mengembalikan harkat dan martabat pranata dan personil badan penanggung jawab khusus yang menangani
Ketujuh :Memelihara keutuhan ke ” Bhinneka Tunggal Ikaan “ dan otonomisasi. Tipisnya keadilan pembagian kekayaan nasional yang datang dari daerah, memicu terjadinya perlawanan untuk memisahkan diri (separatisme). Keanekaragaman budaya hendaknya dijadikan dasar untuk saling berlomba “Mencari Kebaikan “
Kedelapan : Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan Nasional. Diantara investasi yang paling tinggi suatu bangsa, tak lain adalah penanaman modal manusia melalui pendidikan. (2004:148).
Akhirnya, mensyukuri Indonesia kita, sebagai karunia Allah kepada bangsa Indonesia, hendaknya kita syukuri sebagai arti yang sebenarnya, dengan berusaha mengolah pemberian ini sesuai yang dikehendaki Pemberinya. Mengelola segala sumber alam, sesuai keahlian seseorang, dengan niat ikhlas dan tawakal kepada-Nya. Kesuksesan para Rasul dan Khalifah khususnya Abu Bakar danm Umar, tak lain karena tujuan utamanya untuk mensejahterakan masyarakat, tanpa memperhitungkan keuntungan pribadi atau kelompok.Dalam mencintai pulau Ambalat hendaknya tidak melanggar kesepakatan Negara ASEAN 1976, yakni tidak akan saling menyerang dengan kekuatan militer.
Inilah salah satu kaifiat mensyukuri Indonesia kita.(Wallahu a’lam,).
No comments:
Post a Comment