Saturday, November 10, 2007

Infak dan Sadaqah sebagai Ibadah

Kondisi keluargaTenaga Kerja Indonesia(TKI) di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang terusir dari Malaysia, makin hari makin memperihatinkan.Karena kehabisan uang dan tak tahan hidup sengsara, sejumlah TKI bahkan harus rela menjual anak mereka, antara lain untuk ongkos pulang ke kampung halaman (Kompas,3/9).

Berita TKI yang menyedihkan seperti itu, termasuk orang-orang yang berasal dari Sulawesi Selatan, sekalipun mereka belum termasuk golongan yang menjual anak, untuk ongkos pulang, .namun pada perinsipnya mereka menyabung nyawa keluar negeri sekalipun dengan cara illegal, karena merasa sempit bergerak di kampung halamannya dan masih kurangnya penanganan social oleh sesama muslim. Padahal kalau dipikirkan diatas kertas, sungguh masih lebih banyak jumlahnya orang-orang yang bisa membantu saudaranya, sayang belum ada lembaga yang teratur dan dipercaya, sekalipun BAZ sudah terbentuk dimana-mana, namun belum ada kegiatan yang mengarah kepada mengurangi deretan kaum miskin dan dhuafa Sosial termasuk Ibadah:

Menurut Yusuf Al-Qaradhawi, “Amal social termasuk sebagai salah satu ibadah, selama untuk untuk mencari kebaikan dan bukan mencari muka.Setiap pekerjaan yang menghapuskan air mata penderitaan seseorang, meringankan penderitaan orang lain,membuka jepitan derita orang dizalimi system,mengajari orang yang bodoh dan memberika sesuatu kepada yang ditimpa musibah adalah termasuk ibadah taqarrub ilallah “.

Dari Abu Hurairah diriwayatkan :” Setiap sendi yang ada pada manusia wajib bersedekah, selama hari masih bersinar, mendamaikan antara dua orang itu sedakah, membantu seseorang untuk naik dikendaraannya itu sedakah,perkataan yang baik itu sedekah,setiap langkah menuju salat itu sedekah dan membuang duri dijalanan itu sedekah” (HR.Bukhari Muslim).
Dengan melihat hadis diatas, maka setiap hari kita berkewajiban selalu menggunakan otot atau uang kita ke arah infak dan sedekah.

Kelemahan sebagian muslim hanya bersedekah dan berinfak, digalakkan nanti Ramadhan tiba. Hendaknya sikap seperti itu diubah, bukan hanya bulan itu saja karena kemiskinan dan penderitaan umat, bukan dirasakan hanya diwaktu Ramadhan, tapi fenomena masyarakat itu berlangsung setiap hari, dimana jumlahnya lebih meningkat dengan adanya PHK, semakin sulitnya lapangan kerja dan banyaknya eksodus.dan kini bertambah lagi dengan pengusiran TKI.

Diantara sifat-sifat Nabi yang tertulis dalam kitab bersanji yang rata-rata dibaca dan dilagukan dibulan Maulid adalah “Yuhibbul fuqara wal-masakin” (Sangat mencintai fakir dan masakin).

MISKIN & KAYA:
Ada persepsi sebagian muslim dimana yang berinfak itu hanya orang kaya, padahal Alquran menyebut : ” Dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik waktu lapang maupun sempit “(QS.3:l33).

Melihat bunyi ayat diatas, seolah-olah terdapat keganjilan, karena baik yang miskin apalagi yang kaya, kedua-duanya selalu berada dalam situasi yang sama yaitu kegiatan gemar melakukan infak, manakala mengaku dirinya telah tergolong kelompok orang-orang yang takwa.. Hikmahnya, agar orang miskin tidak terlalu lama memperpanjang dirinya selalu menjadi tangan dibawah yang peminta, padahal berpotensi pula untuk menjadi tangan diatas yang pemberi. Sudah tentu yang kaya infaknya lebih banyak dari yang miskin.

Survei membuktikan adanya beberapa panti asuhan di Jakarta, yang selalu tampil jadi pemberi pula sesuai kemampuannya, karena meyakini ayat infak tersebut diatas yakni kaya dan misklin hendaknya berusaha berinfak pula, maka para pengurus panti-panti yang bukan hanya siap menerima, tapi juga berusaha memberi pula, justru lebih maju, makmur dan telah punya asset abadi, dibandingkan panti-panti yang gemar meminta-minta melulu dan tidak pernah berusaha berinfak juga,sesuai keinginan ayat.

Korelasi ayat lain memberi harapan bahwa kaum penyumbang sekalipun kecil, akan selalu memperoleh lipatan yang lebih banyak.

“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di dijalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipat gandakan(ganjaran) siapa yang dikehendaki “(QS.2:26l).

Dari keterangan ayat itu ternyata membelanjakan satu biji, dapat terbalas tujuh ratus kali dan tidak menyebut nanti diakhirat. Artinya, sumbangan ikhlas yang kita berikan kepada suatu kelompok masakin, dapat menghasilkan tujuh ratus kali. Survei membuktikan beberapa panti di Jakarta yang langsung mengimpakkan juga minimal 2,5 % sesudah memperoleh sumbangan, justru tambah semarak orang-orang membantunya. Hal; ini bukan utopia, dengan meyakini ayat diatas.

Untuk lebih meyakini kebenaran ayat tersebut, kita kutip ayat lain “Wama anfaqtum min syaiin fahuwa yukhlifuhu, wahuwa khayr al-raziqin ” (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya,dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya).(QS.34:39).

Berdasarkan kedua ayat tersebut, maka bertambah yakinlah kita bahwa apa saja yang kita sumbangkan secara ikhlas, terhadap saudara-saudara kita yang membutuhkan, niscaya hal itu pasti terganti dan semuanya termasuk ibadah.

Ada pepatah Arab berkata “Anfiq ma fil-jayb, ya’tika ma fil-ghayb”(Belanjakan apa yang ada dalam sakumu, niscaya anda akan memperolreh gantinya dari yang gaib).

Cara menginfakkan harta boleh dilakukan secara terang-terangan dan tersembunyi, istilahnya “Sirran wa ‘alaniyah”.Sebagian muasir menafsirkan jika infak itu adalah infak wajib, seperti zakat harta dan fitrah, hendaknya dilakukan terang-terangan,utuk merangsang orang lain melaklukan perbuatan yang sama dan untuk menghindari suuzhan sebagian orang, bahwa anda orang mampu yang kikir,padahal tidak demikian,selanjutnya sadaqah sunat yang hampir setiap hari dilaskukan, agar terkesan riya’ sebaiknya disembunyikan.

Akhirnya marilah kita biasaan berinfak dan bersedekah, sebagai bagian dari ibadah terutama kepada kaum yang mendesak, seperti saudara kita TKI yang pulang kampung.

No comments: