Friday, November 9, 2007

Riba dalam Perspektif Al Qur'an

Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai Fatwa MUI yang menyatakan bunga bank haram, sarat dengan konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan tersebut mewarnai dikeluarkannya fatwa, karena sebagian besar anggota MUI yang mengeluarkan fatwa adalah anggota komisaris bank syariah.

Sejak awal fatwa MUI tersebut, dinilai sudah cacat dan tidak berciri Islami.Proses pembuatan dikeluarkannya sejak awal sudah cacat, karena mereka yang merumuskan sebagian besar adalah anggota komisaris bank syariah. Ada conflict of interest dalam proses dikeluarkannya fatwa tersebut.

Karena proses pembuatan keluarnya fatwa bunga bank haram sarat dengan konflik kepentingan, pro dan kontra atas fatwa ini, langsung mengemuka diantara anggota MUI dan dua anggota organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Oleh karena itu Faisal yakin tidak akan terjadi proses masif pengalihan dana masyarakat dari bank konvensional ke bank syariah ( Kompas, 19 /12 hal.15).

Berdasarkan fatwa MUI yang tergesa-gesa tersebut padahal belum final, sesuai ajaran dasar Islam, jika kita ingin menjernihkan kita harus kembali kepada sumber pertama Al-Qur’an dan kedua Sunnah (Farudduhu ilallah wal rasul). Dengan penuh kerendahan hati, penulis mencoba membahasnya secara singkat sesuai Al-Qur’an, dengan metode Tafsir Maudhu’I (Tematik).

Menurut Al-Qur’an :
Dalam Al-Qur’an ( Alquran ) ayat-ayat tentang “Riba” hanya terulang 8 kali dengan arti yang bervariasi :

(1) Orang-orang yang makan riba,tidak dapat berdiri melainkan seperti orang kemasukan Setan,lantaran tekanan penyakit gila.Keadaan mereka lantaran berkata,sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS.al-Baqarah 275).Dalam ayat 275 ini tiga kali disebut riba.Menurut Tafsir Departemen Agama, Riba itu ada dua.Nasiah dan Fadhl. “Nasiah” ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang meminjamkan.”Fadhl” ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis.Riba yang dimaksud pada ayat ini ialah Nasiah yang berlipat ganda yang dipraktekkan dizaman Jahiliyah. (hal.69).

(2) Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sadakah (QS.al-Baqarah 276).

(3) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba(yang belum dipungut), jika kamu orang-orang beriman (QS.al-Baqarah 278).

(4) Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungghunya mereka telah dilarang daripadanya (QS.al-Nisa 161).

(5) Hai orang-orang beriman,janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda(QS.Ali Imran 13O).Yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba Nasiah (hal.97).

(6) Dan sesuatu riba (tambahan)yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,maka riba itu tidak menambah disisi Allah (QS.al-Rum 39).

Dari delapan ayat dalam 4 surah tersebut, disepakati ulama haramnya riba, tapi haramnya bunga bank, belum disepakati (belum final), karena tidak persis asbab nuzul.

Ulama yang memasukkan bunga bank termasuk riba, alasannya:
Pertama, berdasarkan Alquran “Allah menghancurkan riba dan mengembangkan sadakah”. (QS.al-Baqarah 276).

Kedua, berdasarkan Alquran “Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba”. (QS.al-Baqarah 278)

Ketiga, berdasarkan Hadis “Semua piutang yang menarik manfaat (bunga) termasuk riba (Riwayat al-Dailami ).

Ulama yang tidak memasukkan bunga bank termasuk riba, alasannya:

Pertama, berdasarkan Alquran “Dan sesuatu kelebihan (riba) yang kamu berikan,agar ia menambah kelebihan pada harta manusia,maka riba itu tidak menambah disisi Allah”. (QS.al-Rum 39).

Kedua, berdasarkan Alquran “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda” (adh’afan mudha’afatan) (QS.Ali Imran 13O).

Ketiga, berdasarkan Alquran “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah “sisa riba yang belum dipungut ”. (ma baqiya) (QS.al-Baqarah 278).

Pembahasan/Penjernihan :
Ulama yang memasukkan bunga bank termasuk riba dengan menggunakan alasan dua ayat diatas yakni pertama Surah al-Baqarah 276, menurut ahli-ahli tafsir, yang dimaksud riba itu yang model Jahiliyah. Sedang yang kedua Surah al-Baqarah 278 diatas, yaitu sisa riba ( ma baqiya ) menurut ahli Tafsir, juga adalah riba model Jahiliyah, yang masih dipraktekkan sebagian sahabat, sekalipun mereka sudah memeluk Islam. Maksud ayat tersebut (QS.al-Baqarah 278), supaya orang yang pernah berutang di zaman Jahiliyah, tapi telah memeluk Islam, tidak perlu ditagih lagi bunganya, cukup hanya uang pokoknya saja sesuai istilah Alquran “ruusu amwalikum”.

Mengenai Hadis Riwayat Dailami yang digunakan ulama yang memasukkan bunga bank termasuk riba, karena menarik keuntungan, menurut pakar Hadis, bahwa hadis itu adalah “dha’if” (lemah), tidak boleh digunakan dasar dalam masalah hukum.(Lihat Subulussalam, III:53).

Disamping itu perlu diketahui, bahwa kegemaran Nabi Muhammad SAW dikala hidupnya jika mengembalikan pembayaran utang, sangat suka melebihkan. Jabir pernah menceritakan bahwa ia mengutangi Nabi, ketika ia mendatangi Beliau dibayarnya utangnya dan dilebihkannya (HR.Bukhari dan Muslim).

Selain dari itu “Asbab Nuzul”(sebab turunnya) ayat riba diatas, menurut Al-Abbas (paman Nabi) seorang keluarga Al-Mughirah memberikan utang secara riba kepada kabilah Staqif, lalu setelah menjadi muslim masih tetap menagih utang, bersama bunga dan pokoknya, kemudian itulah yang dilarang Alquran (Al-Thabary,III::1O6). Contoh lain riba yang dilarang Alquran itu misalnya seorang miskin berutang kepada orang kaya misalnya berutang Rp.1OO, bulan depan jika tidak mampu mengembalikan, berganda menjadi Rp.2OO, kalau belum dibayar bulan berikutnya, berlipat ganda lagi menjadi Rp.4OO, dan seterusnya, akhirnya orang yang berutang itu berlapis-lapis utangnya. Dalam ilmu Fikih yang seperti ini disebut “Riba al-Nasiah” yang diharamkan. (Lihat Tafsir Majma’al-Bayan IV:9O).

Pendapat tersebut diperkuat pendapat pakar Tafsir, Prof.DR M.Quraish Shihab, bahwa riba pada masa Jahiliyah adalah yang kita namai sekarang dengan riba fahisy (yang keji atau berlebih-lebihan) yakni keuntungan berganda.(Lihat Memb. Alquran: 262).

Akhirnya disimpulkan Riba menurut Alquran:
Pertama, riba (kelebihan) yang diharamkan Alquran ialah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung kezaliman dan penindasan, seperti asbab nuzul diatas. Bukan sekedar kelebihan (12 %) pertahun dalam transaksi ekonomi model bank konvensional sekarang.

Kedua, tidak termasuk riba yang dilarang (al-Nasi’ah) jika seseorang memberikan harta (uang) kepada orang lain,untuk diinvestasikan dan menetapkan hasil usaha, sekedar untuk pengelola dan pemilik seperti bunga deposito bank pemerintah, untuk kemaslahatan umat Sedang yang diharamkan ialah merugikan salah seorang tanpa satu dosa karena terpaksa, serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha, kecuali penganiayaan dan kelobaan.

Ketiga, uang tabungan haji di bank, atau gaji pegawai di bank,atau simpanan yayasan atau pesantren di bank yang sering disebut “dana abadi”, agar aman lalu menerima sedikit kelebihan (bunga), untuk pengembangan atau kemanusiaan, menurut hemat penulis, sangatlah terpuji, karena Islam adalah “Rahmat lil alamin” ( Wallahu a’lam bi al-shawab ).
H. Mochtar Husein

No comments: