Saturday, November 10, 2007

Memahami La Ilaha Illallah

Seorang teman kecewa, ketika menjaga orangtuanya di rumah sakit, karen meninggal tanpa mengucapkan syahadat (Lailaha Illallah) diakhir hayatnya. Ia heran, karena orangtua itu, termasuk muslim yang saleh. Salat lima waktu dan sunnat teratur. Rajin puasa Fardu dan sunnat. Suka bersedekah dan baik terhadap keluarga dan tetangga. Tapi, mengapa demikian ?. Padahal mendengar Mubalig menyatakan, jika diakhir hayat seseorang tidak mengucapkan “ Lailaha Illallah “, diragukan kematiannya. Benarkah demikian ?. (Astaghfirullah !.). Betapa banyaknya pendapat yang membingunkan,. Terutama yang karbitan.Tidak menguasai Tafsir Al-Quran dan Syarah Hadis.Sebaiknya Departemen Agama menertibkan, seperti di Malaysia, ada SIM.

Bagaimana memahami hakikat “ Lailaha illallah” terutama diakhir hayat ?.

Rububiyah / Uluhiyah :
Orientalis mengartikan “ Lailaha illallah” (Tidak ada tuhan kecuali Tuhan). Pengertian itu keliru, khususnya jika menggunakan terjemahan Bahasa Inggeris “ There is no god but God “( tuhan pertama, huruf kecil dan Tuhan kedua, huruf besar ). Kita puji Tafsir “The Holy Qr’an” yang menerjemahkan “ Wama min ilah illa Allah” dengan “There is no god except Allah”(QS.2:62).

Menurut Ilmu Tauhid, Tuhan itu mempunyai sifat Rububiah dan Uluhiah.Yang dimaksud Rububiah yaitu dari akar kata “ Rabb “ bermakna, bahwa Tuhan itu adalah Pencipta, Pemelihara, Pendidik, Pengatur dan Pemberi rezeki, terhadap makhluknya di muka bumi ini. Kalimat itu disebut pada ayat pertama surah pertama turun, yaitu “ Alhamdu Lillah Rabb al- ‘alamin”. ( Segala puji bagi Tuhan, Pemelihara seluruh alam). Artinya, seseorang harus mengakui bahwa Rabb adalah Pendidik, Pemelihara dan Pemberi rezeki. Rabb itu juga Pengatur perjalanan matahari, bulan, bintang dan pergantian siang dan malam. Bagaimanapun hebatnya penemuan ilmuwan dalam teknologi mutakhir, misalnya pembuatan pesawat terbang, kapal raksasa dan pembuatan gedung pencakar langit, hakikatnya terpulang pada ciptaan Tuhan, karena semua bahannya diambil dari tanah. Demikian, semua kemampuan nalar seseorang, adalah pemberian Tuhan.

Begitu pula kenikmatan lain, yang oleh Al-Quran disebut “Hubb al-syahawat “ (Yang disenangi hawa nafsu ), seperti wanita, anak-anak dan harta benda.

Dari gambaran kekuasaan Allah itulah, kita mengagumi dan mengakui bahwa Tuhan itu sebagai Pencipta, Pemelihara, Pengatur dan Pendidik yang disebut “Rabb” (Rububiah).

Sebab itu, semua yang disembah manusia, tidak ada yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan seperti itu, walau hanya sedikit. Dibenarkan Al-Quran dengan, “ Katakanlah !, serulah mereka yang kamu anggap Tuhan selain Allah, bahwa mereka itu tidak mempunyai kekuasaan dan kemampuan, sekalipun sebesar zarrah, di langit dan di bumi. Dan mereka tidak mempunyai saham, dalam penciptaan langit dan bumi”(QS.34 :22).

Lebih tegas pada ayat lain, “ Katakanlah !, siapakah yang empunya langit yang tujuh dan Arasy yang besar ?. Mereka akan menjawab, kepunyaan Allah. Katakanlah !, mengapa kamu tidak bertakwa kepadaNya ? “. (QS. 23 :86).

Dari dua ayat itu, kita harus akui, bahwa kepintaran apapun yang disandang manusia,hakikatnya terpulang dari kekuasaan dan pemberian Allah. Kekaguman kita kepada “Rabb” itulah melahirkan, bahwa “ Lailaha Illallah “, artinya tidak ada Tuhan yang patut disembah, kecuali Allah. Dialah Tuhan satu-satunya, sebagai Pencipta, Pengatur,Pendidik, Pemelihara, Pemberi rezeki dan ilmu, serta kekuasaan kepada manusia. Dan karena itulah disebut “ Uluhiah”, yang tiada tandingannya. Karena itu hanya Dialah satu-satunya yang patut disembah.

Al-Quran dan Hadis :
Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang menyatakan ke “uluhiyaan” Allah, diantaranya:
(1)Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga) menyatakan yang demikian itu).Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), kecuali Dia yang Maha Bijaksana dan Maha Perkasa (QS.3:18).

(2) Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ), melainkan Dia, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. (QS.2 :163).

(3) Sesunggunya Aku, adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (QS.2O:14).

Dari 3 ayat yang didukung berpuluh-puluh ayat lain, maka tiada jalan lain bagi seorang manusia, kecuali menyembah Tuhan yang Ilahi. Tuhan lain, tidak berhak disembah, apalagi yang terbuat dari batu, kayu atau sesama manusia. Itulah namanya “Tuhan Uluhiyah”.

Dalam menyembah Tuhan, bagi orang yang arif, bukan dirasakan karena kewajiban, tetapi hendaknya dirasakan karena, kebutuhan dan syukur (terima kasih) atas segala fasilitas yang banyak.

Dari hadis Muaz, sabda Rasul SAW “ Barangsiapa yang akhir katanya “ Lailaha Illallah”, Ia masuk surga (HR.Abu Dawud). Selanjutnya dari Abu Said Al-Khudri, RA sabda Rasul SAW ” Talkinkanlah orang yang menjelang kematiannya dengan, Lailaha Illalah “ . (HR.Muslim).
Dua hadis tersebut dipahami, bahwa orang yang sedang menjelang hembusan nafas terakhirnya, hendaknya ditalkinkan (meng ulang-ulangi membacakan ) “Lailaha Illallah”, supaya memorinya adalah tetap pada kalimat tauhid.

Bahkan, pada redaksi lain dikemukakan, bahwa seorang muslim barulah diakui keislamannya manakala ia telah mengucapkan syahadat ( Lailaha illallah dan Muhammad Rasulullah). Dalam syahadat itu bukan hanya dilafazkan (diucapkan), tapi harus paralel tiga hal sekaligus: “ Diucapkan bibir, dibenarkan hati dan diamalkan tubuh”. Jika salah satu diantaranya ditinggalkan, seseorang belum boleh dianggap “Muslim”. Akibatnya, diperlukan latihan menyebutnya dan membenarkan maknanya dalam hati, dari seluruh kegiatan muslim. Waktu lahir diazan di telinga, “Lailaha ilallah” dan menjelang akhir hayatpun diperdengarkan ke telinga. Bahkan, dalam seluruh kegiatan, seperti akikah, nikah, salat, haji dan hari raya.
Diperkuat oleh hadis “Jaddidu imanakum bi “La ilaha illallah” ( Baharuilah selalu imanmu dengan mengucapkan, Lailaha illallah ).(HR.Bukhari).

Semua orang mendambakan keluarganya pada sakarat (sakit keras ) dan berusaha dengan sekuat tenaga, agar si sakit dapat menutup akhir hayatnya dengan meyakinkan. Melafazkan kalimat “ Lailaha illallah”, ke dalam telinganya. Sebagian ulama berpendapat, orang yang banyak berdzikir “Lailaha illallah”, sewaktu hidupnya, gampang keluar dari mulutnya pada waktu Sakratul maut. Sedang orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, akan sukar mengucapkan kalimat itu. Namun, seorang muslim tidak perlu kecewa seperti teman diatas, karena orangtuanya tidak terdengar dari mulutnya kalimat itu. Atau mungkin gelisah dan berkeringat waktu kematiannya. Sebab logikanya, nyawa yang mau keluar itu, sangat berat berpisah dengan tubuhnya, setelah berkawan puluhan tahun. Sebab itu, ada doa dianjurkan setiap hari dibaca, “ Allahumma hawwin ‘alaina fi sakratil maut”. (Ya Allah ringankanlah saya sewaktu menghadapi sakratul maut).

Istiqamah:
Al-Quran mengabadikan “ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian istiqamah ( konsisten pendirian mereka) , maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan pesan ) “ Jangan kamu merasa takut, dan merasa sedih, : dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga, yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.(QS.41:3O).

Menurut Tafsir Aisar, yang dimaksud istiqamah ialah mereka yang betul - betul yakin dengan kebenaran Islam, dengan tidak akan menukarnya dengan kepercayaan lain, serta tetap konsisten menjalankan ibadah dan menjauhi kemungkaran, maka malaikat akan turun kepadanya dua kali. Pertama, ketika hendak menghembuskan nafas terakhir Kedua, ketika bangkit dari kubur menuju akhirat. Malaikat itu berkata, kami akan temani kamu, higga berakhir ke surga, seperti yang telah dijanjikan Allah.( Jilid 4 :57 ).

Diperkuat oleh hadis, seorang sahabat bertanya: “ ya Rasul tolong ajarkan sesuatu kepadaku yang paling penting dalam Islam, dan saya tidak akan bertanya lagi, kepada siapapun. Nabi menjawab “ Katakanlah aku telah beriman kepada Allah, kemudian istiqamah (Konsisten menjalankan perintah,dan menjauhi larangan.).(HR.Tirmidzi).

Alhasil, muslim yang istiqamah, sesuai Al-Quran dan Hadis, tidak perlu khawatir dan ketakutan, sebab yang dimaksud akhir kata “Lailaha illallah”, hakikatnya ialah konsisten mensucikan sifat Tuhan dari segala yang tidak patut, misalnya Tuhan tidak mempunyai syarikat dan anak. Artinya, selama akhir keyakinan itu tetap dalam situasi Tauhid dan konsisten ibadah, insya Allah sudah aman. Jadi, mengakui “Lailaha ilallah” itu hingga diakhir hayat, bukan mutlak dalam arti melafazkan.

Menurut Hasyiyah Shahih Bukari, “ Lailaha illallah itu hakikatnya adalah arti maknawi dan bukan lafzhi “(sebutan). Nabi sendiri pada akhir hayatnya, justru yang diucapkan adalah “ Al-Rafiq al- a’la “ ( Buah kesempurnaan tertinnggi dari Tauhid ) ( Juz IV:311).

Akhirnya, yang dimaksud hakikat “Lailaha Illallah” dalam akhir kata, ialah tetap konsisten keyakinan tauhidnya , dalam arti maknawi, sejak sewaktu masih sehat, ketika sakit dan menjelang hembusan nafas terakhirnya. Tapi, jika ada orang yang masih sempat melafazhkan kalimat tauhid, seperti Rasul dan sahabatnya, itulah yang lebih baik.
Itulah hakikat makna “ Lailaha illallah” pada akhir kata. (Wallahu a’lam).

1 comment:

Anonymous said...

Trimakasih, sungguh bermanfaat, InshaAllah yang terbaik untuk antum beserta keluarga hanya dari YANG MAHA BAIK...!!!