Friday, November 16, 2007

Wanita Pemimpin Dalam Islam

Akhir-akhir ini marak kembali pendapat dan fatwa yang kontradiktif tentang kepemimpinan wanita khususnya untuk menjadi Presiden. Penyelesaiannya tidak rumit jika kita menggali sumber hukum pertama yakni Alquran. Apalagi jika menyelami makna hakikatnya dengan menggunakan metode Tafsir Maudhu’I. Karena menyelesaikan perselisihan hanya satu metodenya yaitu kembali ke Alquran, kemudian Hadis dan terakhir barulah pendapat ulama, kalau keduanya belum jelas (Lihat QS. ) dan (Hadis Mu’az bin Jabal), ketika Nabi memerintahkan berangkat ke Yaman menjadi Hakim. Tapi kalau sesuatu itu tendensinya strategi politik untuk menghambat saingan yang wanita, maka pasti yang berlaku bukan lagi mencari mana yang lebih tepat pemahannya sesuai Alquran. Hal ini memang dilemmatis karena sejak dahulu, Imam Mazhab seperti Imam Hanafie sudah berbeda pendapatnya dengan Imam Syafei. Yang satu menyatakan hukumnya Mubah (Dibolehkan) dan yang kedua menyatakan hukumnya Haram ( Dilarang ).Karena Ormas NU bermazhab salah satu dari 4 Mazhab, maka tentu wajar jika ada yang menilainya haram, tapi ada pula yang menilainya mubah (Dibolehkan).

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mencoba membahasnya berdasarkan metode Tafsir Mudhu’I (Tematik), tanpa berkiblat pada mazhab atau tendensi politik.

Ayat yang menjadi dasar pembahasan ialah Alquran Surah Al-Nisa’ 34 : “AL RIJALU QAWWAMUNA ‘ALA AL-NISA’ BIMA FADHDHALALLAHU BA’DHAHUM ‘ALA BA’DHIN …( Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…( Lihat Tafsir Depag halaman 123 ).

Berdasarkan ayat dan terjemahan seperti itu, maka sebagian ulama menganggap haram hukumnya jika dibalik, yakni perempuan memimpin laki-laki. Lalu dibantu sebuah Hadis yang menyatakan celakalah raja itu (salah seorang kerajaan Romawi ) yang mengangkat anaknya yang perempuan menjadi penggantinya. Kemudian lebih diperkuat lagi karena tidak ada seorangpun Nabi yang berjenis wanita. Demikian Khulafa al-Rasyidin semuanya laki-laki. Bahkan dalam Ilmu Fikih tidak sah salat jamaah imamnya seorang wanita dan makmumnya adalah laki-laki.Itulah antara lain alasan yang mengharamkan.

Pembahasan Tafsir:
Kelemahan terjemahan Tafsir diatas , karena “ Al-Rijalu qawwamuna ” ditafsirkan dengan “ Pemimpin” . Padahal di ayat lain “ Qawwamuna ” tidak berarti pemimpin. Seperti pada Surah Al-Nisa 123 “ Ya ayyuhalladzina amanu kunu qawwamina bi al qisthi syuhada-a lillah…(Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar jadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah …). ( Depag 144 ). Demikian pada Surah al-Maidah 8 “ Ya ayyuhalladzina amanu kunu qawwamina bi al qisthi syuhada-a lillah…(Wahai orang-orang yang beriman , hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil…)( Depag 159 ).

Dengan perbandingan kedua ayat lain tersebut maka pengertiannya menjadi mutasyabihat (ragu-ragu). Pengertian ragu-ragu tidak lagi menjadi Qath’I (Pasti).

Adapun pengertian yang sebenarnya “ Qawwamuna atau Qawwamina” yang berakar dari kata “ Qawama ” adalah mengawasi terus menerus dan mempertanggung jawabkan. Sama dengan makna “Aqim al- shalat” (Didirikan salat) yang juga berasal dari kata Qawama, yaitu laksana induk ayam yang setiap hari mengawasi dan mempertanggung jawabkan anaknya. Dalam hubungannya dengan salat dimaksudkan yaitu tanggung jawab yang dilaksanakan dengan cara rutin, khusyu’ dan bertanggung jawab) ( Diuraikan panjang lebar dalam Tafsir Al-Qurtubi ).

Jadi yang paling tepat makna “Qawwamuna” pada surah Al-Nisa 34 diatas adalah Penanggung jawab. (Bukan pemimpin). Ahli Tafsir Prof.Quraish Shihab sendiri, sudah pernah mengatakan, masih ada beberapa penafsiran Tafsir Departemen Agama yang perlu disempurnakan.terjemahannya. Menurut penulis mungkin termasuk ayat ini.

Makna Pemimpin dalam Alquran:
Dalam Bahasa Arab termasuk yang digunakan Alquran pemimpin itu disebut Imam (selalu di depan) atau Khalifah (Dibelakang maju ke depan menjadi pengganti). Ditambah lagi bahwa konteks ayat Surah Al-Nisa’ 34 diatas, asbab nuzulnya, mengenai keluarga didalam rumah tangga bahwa yang bertanggung jawab dan mencari rezeki adalah suami (laki-laki). Jadi ulama yang menganggap haram terutama terpaku pada hadis Nabi yang mencela seorang Raja Rumawi yang mengangkat anak wanitanya menjadi penggantinya. Padahal hadis tersebut gga memimpin juga masih diperselihkan syarahannya. Apakah hadis itu bersifat lokal situasi Arab raja non muslim yang mengangkat anak wanitanya pengganti dirinya atau universal berlaku sampai sekarang. Karena dalam Hadis ada kalanya hadis itu konteksnya lokal dan tidak selalu universal. Disinilah perbedaannya dengan Alquran.

Adapun yang memperkuat pendapat sebagian ulama yang mengharamkan wanita memimpin negara, disamping mengakui penafsiran tanggung jawab itu sama dengan pemimpin dalam rumah tangga, karena negara adalah rumah tangga besar, juga diperkuat argumentasi lanjutan ayat yang menyatakan “ Faddhalallahu ba’dhahum’ ala ba’dhin (Tuhan telah memberikan kelebihan (laki-laki) terhadap sebagiannya (wanita).

Kitab-kitab Tafsir :
(1) Tafsir Al-Baidhawi : Kelebihan kaum laki-laki dari kaum wanita karena “ Kamal al ‘aqli (akalnya lebih sempurna), Husn al tadbir (Kemampuan mengatur dan mengendalikan sesuatu gejolak ), Mazid al quwwah fi al a’mal wa al t ha’ah ( Lebih kuat mengerjakan pekerjaan dan ketaatan). Sebab itu kenabian dan kepemimpinan umat khusus dipilih dari kalangan kaum laki-laki-laki saja ( Khashshun bi al-nubuwwah wa al-imamah). (Lihat Juz I : 213)

(2) Tafsir Aysar Tafasir : Tuhan memberikan kemampuan laki-laki untuk memimpin karena diberi akal yang sempurna, mampu melaksanakan kelengkapan agama seperti berkhutbah, memimpin Jumat dan Jihad dengan postur tubuh yang meyakinkan bertarung pisik. ( Juz I :472 ).

(3) Tafsir Majma’ Al-Bayan : Kelebihan yang diberikan Allah kepada kaum laki-laki ialah penambahan ilmu dan pikiran rational yang lebih baik serta mampu mempertahankan pendirian ( Juz IV :43).

(4) Tafsir Al-Mizan : Yang dimaksud Qawwamuna ialah mampu mengendalikan dan mempertanggung jawabkan amanah terutama diberikan kepada kaum laki-laki sesuai ayat diatas, dengan bertambahnya kekuatan pisik dan kemampuan akal serta mampu menghadapi kesulitan dahsyat. Sedang kaum wanita memang diciptakan dengan bentuk badan yang halus, cantik dan perasa, sehingga tidak semua pekerjaan dapat dilakukannya dengan maksimal ( Juz IV :351 ).

Dari keempat uraian Tafsir tersebut, kita terpaksa harus akui seorang laki-laki, akan lebih mampu bertanggung jawab jika memimpin wilayah atau pertempuran jika dibutuhkan.

Pemimpin yang diinginkan Alquran :
Sebenarnya pemimpin yang disebut Alquran berarti Imam ( Didepan sebagai teladan ) dan Khalifah ( Dibelakang maju ke depan sebagai pengganti). Jadi sama sekali bukan “ Qawwamuna “ seperti Surah Al-Nisa 34 diatas.

Didalam Alquran hanya ada 7 ayat mengenai Imam. Salah satu diantaranya “INNI JA’ILUKA LINNASI IMAMAN “ (Aku angkat engkau (Ibrahim) menjadi pemimpin bagi manusia ) (QS.Al-Baqarah 124). Ibrahim memohon, juga keturunanku. Tapi Tuhan menjawab “LA YANALU AHDIZZHALIMIN “(Janjiku ini tidak kutujukan kepada orang yang suka berbuat zalim.

Selanjutnya istilah Khalifah yang juga berarti pemimpin menurut Alquran, diantaranya : “Wahai Dawud, Kami (Tuhan) telah menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan suatu perkara dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu. (QS. 38 :25).

Adapun tugas utama seorang pemimpin yang memimpin wilayah, Alquran secara umum menyatakan “ Orang-orang yang Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan munkar…)QS.22:41).

Berdasarkan ayat tersebut, maka seorang pemimpin wilayah, minimal mampu melakukan salat lima waktu yang rutin sebagai hubungan dengan Allah, mampu mengeluarkan sebagian hartanya berupsa zakat, sadakah dan infak, sebagai gambaran keharmonisan hubungan dengan manusia dan mampu mengendalikan perintah kepada yang makruf untuk kesejahteraan negara serta mampu menegakkan yang benar dengan menghukum kaum pembuat munkar (maksiat) termasuk koruptor.

Artinya seorang pemimpin wilayah diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola wilayah, menyeimbangkan kehidupan yang harmonis, memelihara harta, agama, akal dan budaya.

Akhirnya berdasarkan pembahasan metode Maudhu’I, maka makna ayat tersebut diatas tidak menghalangi seorang perempuan tampil menjadi Presiden, apalagi jika dipilih mayoritas masyarakat, asal orangnya jujur, taat agama, mengutamakan kepentingan rakyat kecil serta siap menghukum ahli-ahli maksiat tanpa pilih bulu. Artinya, dari ayat yang dibahas, tidak ditemukan adanya larangan pemimpin wanita. (hukumnya mubah)
Tapi menurut hemat penulis, berdasarkan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kaum laki-laki, bagaimanapun hebatnya seorang wanita, maka kaum laki-laki masih lebih afdhal dipilih. Hal ini tidak terpengaruh tendensi politik dan istilah the will to power. (Wallahu a’lam Bi al-shawab).
H. Mochtar Husein

Meniru Kesabaran Rasul-Rasul

Seorang yang tinggal di gubuk yang kecil dengan makan seadanya, mengharapkan uluran tangan tetangganya, tanpa usaha yang keras untuk mencari kerja menghidupi anak isterinya, apakah itu yang namanya sabar dalam menerima takdir ? Jawabnya, bukan !

Yang disebut menurut Kamus Besar, ada dua. Pertama, tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, dan tidak lekas patah hati). Kedua, tenang dan tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu : segala usahanya dijalankan dengan tenang, berpikir dengan baik dalam menghadapi sesuatu.

Menurut Al-Gazali, yang disebut sabar ialah tahan menderita gangguan dan tahan menderita dari ketidak senangan.Atau kokohnya dorongan agama dalam menghadapi dorongan hawa nafsu dan sabar menahan syahwat perut dan faraj dimana hal ini disebut iffah (Etika Islam:O2:1O).

Artinya, sabar itu ialah tenang menghadapi takdir, tapi selalu berikhtiar dan berusaha bagaimana memperkecil musibah yang menimpa dirinya, dan tidak pernah berputus asa dalam mencari solusi.

Islam sebagai agama yang membawa ketenangan penganutnya yang mukmin yang takwa akan selalu dikaruniai hidayah makhrajan (solusi), dalam menyelesaikan kemelut hidup karena telah diabadikan Alquran dengan istilah “Inna ma’al yusri yusran “ (Sesungguhnya yang sulit itu selalu berbarengan yang gampang) dan hal ini telah banyak diperaktekkan rasul-rasul. Bagaimana bentuk kesabaran yang dipraktekkan rasul-rasul ?.

Alquran telah mengabadikan beberapa ayat, seperti
(1) Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, mereka merasa seolah-olah tidak tinggal di dunia, melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik (QS.46:35).

(2) Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Ya’kub berkata :” Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan buruk itu, maka kesabaran yang baik, itulah kesabaranku.Dan Allah saja yang di mohon pertolonganNya, terhadap apa yang kamu ceriterakan”. (QS.12:18).

(3) Katakanlah hai hamba-hambaKu yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS.39:1O).

Dari tiga ayat diatas menurut sebagian mufassir, bahwa rasul-rasul yang dianjurkan di tiru kesabarannya pertama, Nabi Nuh betapa teguhnya dalam berdakwah selama sembilan ratus tahun, hanya terhitung jari yang mengikuti ajaran tauhid yang dibawanya, bahkan isteri dan anak kandungnya sendiri termasuk penantangnya. Kedua Nabi Ibrahim dengan kesabarannya, mencari Tuhan untuk menegakkan tauhid yang pada mulanya yang dianggap Tuhan adalah bintang, kemudian bulan dan matahari, tetapi setelah melihat semuanya terbenam, barulah sadar dan berkeyakinan mengakui, bahwa Tuhan yang sebenarnya, adalah Tuhan Pencipta bintang, bulan dan matahari yang tidak pernah terbenam. Disaping itu Ibrahim juga bekerja keras mengahadapi orangtuanya yang tidak bertauhid serta bersedia dibakar sebagai resiko dalam berdakwah.Ketiga, Nabi Musa dengan kegigihannya dalam menyebarkan tauhid terutama menghadapi Fir’aun yang memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan.Keempat Nabi Isa yang lahir tanpa ayah, dengan keteguhan hati dalam kesabaran menghadapi keluarganya yang menuduh penzina serta menghadapi sebagian kaumnya yang menganggapnya anak Tuhan. Dan yang kelima, adalah Nabi Muhammad SAW dalam ketabahannya menghadapi Kuffar Quraisy selama 13 tahun di Mekah dan menghadapi berbagai kabilah dan agama 1O tahun di Medinah, dengan menempuh segala penderitaan berupa tekanan ekonomi dan pisik bersama pengikutnya. Namun semua bentuk ketahanan dalam kesabaran, natijanya Beliau sempat melihat kekuasaan Islam berjaya di seluruh jazirah Arab sesbelum wafatnya.Demikian rasul yang lain.

Menurut Alquran :
Dari rekaman kesabaran yang ada dalam Alquran, niscaya dapat dibagi beberapa poin :

(1) Sabar melaksanakan kewajiban kepada Allah misalnya dalam beribadah,mengekang hawa nafsu dan meninggalkan maksiat.

(2) Sabar dalam membela agama, tanah air dan dalam mencari rezeki serta menggiatkan produksi.

(3) Sabar dalam menghadapi rintangan dan omongan yang menyakitkan dalam berdakwah kepada jalan yang benar.

(4) Sabar dalam menerima takdir dengan hati yang tunduk kepadanya, misalnya hilangnya harta benda dan kekasih

Pendeknya kesabaran yang dikehendaki Alquran, seperti yang dilakukan rasul-rasul diatas, yakni rela mengarungi lautan dengan taupan halibumbu, rela dibuang ke dalam api yang bergejolak, bahkan rela menerima cobaan apapun bentuknya, dalam menyebarkan agama Allah di muka bumi.

Begitu pentingnya kesabaran itu dipelihara, maka Rasul pernah bersabda “Al-Shabru nisful iman” (Sabar itu adala separuh iman)(HR.Muslim). Artinya orang yang banyak bersabar, sisa menambah sedikit amal lkebaikan lain, maka ia telah dapat disebut seorang mukmin yang kebaikannya lebih banyak. Alhamdulillah.

Adapun yang dimaksud “Jadikanlah kesabaran dan salat sebagai penolong”. (QS.2:153), artinya jika anda ditimpa musibah, maka berlarilah kepada yang disebut sabar sebagai penolong, karena sebaliknya akan memperoleh pahala yang banyak di dunia dan akhirat. Demikian kepada yang disebut salat dengan jalan bertambah zikir, khusyu’ dan tilawah yang otomatis menawarkan ketenangan batin dalam salat.

Akhirnya, hendaknya kesabaran itu menjadi pakaian kita sehari-hari, terutama ketika menghadapi cobaan, sebab rasul-rasul kekasih Allah yang banyak keistimewaan, cobaanpun beruntung dialaminya, tetapi selalu berusaha dan berikhtiar untuk menyelesaikannya.Ketika kita berdakwah dan dirasakan hasilnya kurang kita ingat kesabaran Nabi Nuh yang sembilan ratus tahun lebih.Ketika ditimpa suatu penyakit, kita ingat kesabaran Nabi Syu’aib yang hampir sepuluh tahun sakit kulit dan telah ditinggalkan keluarganya.Ketika kita mempertahankan kebenaran dan selalu terganggu, kita ingat Nabi Muhammad SAW yang terganggu selama 23 tahun, tapi akhirnya berhasil dimana seperempat penduduk dunia, kini memeluk Islam.

H. Mochtar Husein

Ulama Yang Pewaris Nabi

Sejak munculnya kekuasaan Islam, maka umat Islam pernah mencapai kemakmuran. Kekuasaan Islam itu dipimpin ulama yang penuh kejujuran, keberanian dan keikhlasan, dalam menegakkan syari’at Islam. Pada waktu itu, ulama muncul laksana bintang cemerlang di malam hari. Menerangi jalan manusia, baik terhadap umara maupun awam. Para ulama mampu berdiri pada garis terdepan, dalam menegakkan keadilan, mempertegas garis demarkasi antara yang hak dan yang batil, sekalipun di depan penguasa yang zalim. (Al-Badri, 1408 H: h.9).

Namun, dalam perkembangan selanjutnya, sikap ulama bervariasi. Ada ulama yang berani menasehati atau menentang umara zalim, sekalipun akibatnya terpaksa dijebloskan ke dalam tahanan, ada pula yang mentolerir kemaksiatan yang dilakukan umara, bahkan ada pula yang acuh tak acuh dan lalai melakukan tugasnya, sebagai pewaris nabi-nabi, dalam menegakkan amar makruf dan nahi mungkar.

Dari latar belakang variasi ulama tersebut, timbul permasalahan, ada berapa kategori ulama ?. Dan kualifikasi manakah yang dapat disebut pewaris nabi ?

Kategori Ulama
Sebelum membahas kategori ulama menurut Alquran, lebih dahulu dikemukakan hadis Rasul yang sangat populer, yaitu: “Sesungguhnya ulama itu mewarisi nabi-nabi” (HR.Ibn Majah).

Sekalipun hadis tersebut, belum disepakati kesahihannya oleh ulama hadis (Fat-h Al-Bariy I:160), namun karena Alquran menyebut adanya kewarisan, maka tanpa mengurangi, perlu dikemukakan ayatnya sebagai berikut: ”Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang “zhalim” (menganiaya) dirinya sendiri, dan diantara mereka ada yang “muqtashid” (pertengahan) dan diantara mereka ada (pula) yang “sabiq” (terdahulu) dalam berbuat kebaikan, dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah kurnia yang besar”. (QS.35:32).

Kategori Ulama Zalim:
Kategori ulama yang pertama, Zhalim berarti lawan dari cahaya. Atau dalam arti yang bervariasi: aniaya, dosa, tidak adil dan kejahatan. Atau ta’riefnya, menempatkan sesuatu kepada yang bukan tempatnya (Al-Maqayis: 64, Al-Mufradat: 641 dan Lisan al’Arab: 266).

Adapun yang dimaksud Zhalim li nafsih (QS.35:32), menurut mufasir Al-Thabathaba’I, bahwa yang menganiaya diri sendiri adalah muslim, ahli Alquran (ulama) yang masih melakukan suatu kejahatan. (Al-Mizan, 17:46).

Kategori Ulama Muqtashid:
Menurut Ibn Katsir: Yaitu golongan yang telah melaksanakan wajib dan meninggalkan larangan, tapi masih melakukan makruh.

Kedua kategori ulama diatas yakni zhalim dan muqtashid, karena dirinya sendiri masih bermasalah, maka jelas tidak dapat diharapkan menyelesaikan masalah yang dialami masyarakatnya.

Kategori Ulama Sabiq:
Kategori ulama yang ketiga adalah “Sabiq bi al-Khayrat” (berpacu dalam berbuat kebaikan) dengan izin Allah. (QS.35:32).

Adapun makna Sabiq bi al-Khayrat (berpacu dalam berbuat kebaikan), seperti pembahasan utama sub judul ini, dapat dilihat beberapa pendapat mufasir.

(1) Ibn Katsir: Sabiq bi al-Khayrat, yaitu orang-orang yang telah mengerjakan yang wajib dan sunat, meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah. Mereka inilah yang akan masuk ke surga tanpa hisab. (Juz III:554).

(2) Al-Thabrasi: Sabiq bi al-Khayrat, yaitu orang-orang yang batinnya lebih baik dari lahirnya, sekalipun lahirnya sudah baik. Kategori inilah yang tertinggi derajatnya di sisi Allah. (Majma’ Al-Bayan 7:07).

(3) Sayid Quthb: Golongan mukmin ada tiga. Pertama, golongan yang lebih banyak kejahatannya daripada kebaikannya. Kedua, golongan yang seimbang kejahatannya dan kebaikannya. Dan yang ketiga, golongan yang lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya. (Fi Zhilal Al-Qur’an 6:132).

(4) Al-Thabathaba’I: Sabiq bi al-Khayrat adalah golongan yang lebih baik dari dari golongan zalim dan mustashid. Golongan ini mempunyai derajat lebih dekat kepada Allah dengan istilah “Ulaika al-Muqarrabun”. (Al-Mizan 17:46).

Berdasarkan penafsiran mufasirin diatas, maka yang disebut “Sabiq bi Khayrat”, adalah golongan ulama yang ketiga, yang kebaikannya amat banyak, dan hampir-hampir tidak pernah lagi berbuat pelanggaran sekecil apapun.

Kategori ulama yang berkualifikasi jenis ketiga inilah yang dibutuhkan masyarakat masa kini dan akan datang, serta golongan ulama inilah pula yang lebih patut disebut “Warastat al-Anbiya’” (Pewaris nabi-nabi). Golongan ulama ini senantiasa menjalankan tugasnya dengan baik: menyampaikan tablig yang sejuk, menjelaskan agama dengan transparan, mencarikan solusi terhadap problem masyarakat (problem solver), menjadi teladan dalam pengamalan dan giat menjalankan amar -makruf dan nahi mungkar, demi kebahagiaan dunia dan akhirat.

Akhirnya dari tiga kategori ulama, maka hanya kualifikasi ketiga inilah yang senantiasa mencontoh akhlak Rasul: Sangat pemalu, tawadhu’ dan mencintai orang miskin yang dapat diaebut Pewaris Nabi. Dan dalam melaksanakan tugas utamanya, amar makruf dan nahi mungkar, senantiasa bekerjasama dengan umara, sehingga ketegangan dapat dieliminir, laksana menarik selembar rambut dari tepung, rambutnya keluar dan tepungnya tidak beserakan.
Semoga pesantren mampu mencetak ulama tipe ini. Amin.
H. Mochtar Husein

Tilawah dan Pengamalan Alquran

Seleksi Tilawah Al-Qur’an (STQ) di Bengkulu pertengan Juli yang baru lalu, telah menghasilkan Qari dan Qari’ah terbaik tingkat nasional. Namun kontingen Sulawesi Selatan hanya puas, berada pada sepuluh besar. Padahal segi historis MTQ di Indonesia dirintis di Mattoangin Makassar 1968. Artinya, minimal masih berada di peringkat Tiga besar. Ya, syukurlah !. Dibanding dengan kontingen lain, ada yang belum memperoleh satu kejuaraan apapun.

Karena penulis ikut memantau beberapa hari, masih dirasakan ada kekurangan. Pengunjung setiap malam sangat kurang, kecuali pembukaan dan penutupan.Artinya gairah masyarakat sudah berkurang. Demikian sistem penilaian dari tahun ke tahun, masih cara convensional. Tidak terlihat ada kejutan yang dapat di sumbangkan hasilnya. Kecuali hanya Qari’dan Qari’ahnya digunakan untuk melantungkan suaranya pada Hari Peringatan Islam, semisal pembukaan dan penutupan acara peringatan Maulid atau Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Sebelum kita berpikir pembaharuan bagaimana mengubah agar bukan hanya Tilawahnya saja yang diutamakan, tapi yang sangat urgen mengamalkan isinya. Bahkan itu yang lebih penting dari lagunya saja. Sebab itu perlu adanya keseimbangan.

Sebelum membahasnya, ada baiknya kita ketahui sekelumit apa itu Bengkulu ?.

Propinsi Bengkulu termasuk bagian dari pulau Sumatera. Luasnya 19.789 Km2. Memiliki relief permukaan tanah yang bergelombang dengan dataran pantai dan daerah berbukit-bukit. Iklimnya, suhu minimal 19, OC dan suhu maksimal 31, 1C. Jumlah penduduk (2OOO) 2.37O.OOO jiwa dengan 4 Kabupaten : Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebon dan Kotamadya Bengkulu. Pendidikan yang ada memiliki SD 1426, SMP 2O2, SMU 78, SMK 36 dan 9 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Jumlah murid dari SD sampai SMU 3OO ribu jiwa lebih. Khusus mahasiswa 28 ribu lebih. Mempunyai 7 buah RS, 112 puskesmas dengan tenaga Dokter 134 orang, termasuk 27 Dokter Ahli. Memiliki 8O obyek wisata dengan 96 akomodasi dan tempat tidur sebanyak 2.998 buah. Mempunyai transportasi darat, laut dan udara yang bandaranya bernama Fatmawaty, sebagai pengabadian tempat kelahiran ibu Fatmawaty Bung Karno. Mempunyai rumah kediaman Bung Karno yang indah dan terpelihara, ketika diasingkan di Bengkulu. Kini dijadikan obyek wisata.

Bengkulu memiliki industri besar dan sedang. Seperti makanan, minuman, tembakau, karet, hasil hutan, logam besi bajak. Luas pertanian sawah dan ladang, 1O7 Ha lebih, perkebunan coklat, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi robusta, lada dan jambu mete, dsb. Namun yang sangat menonjol bagi pengunjung, seperti obyek wisata didaerah lain adalah oleh-oleh yang harganya terjangkau untuk dibawa pulang, yaitu dodol durian dan batek khas bersulam. Gardu-gardu pedagang berjejer disepanjang jalan menuju Bandara. Menurut penulis sebenarnya oleh-oleh dodol durian seperti itu, persis yang disebut dampok durian yang banyak dikenal di Mamuju dan Luwu. Keistimewaan mereka, karena mampu mengolah sedemikian rupa sehingga menyerupai dodol garut yang dapat dipasarkan ke manca negara. Kalau kita di Sulawesi Selatan mau berusaha dan mengawetkan makanan khas daerah, banyak yang dapat menjadi komoditi khas yang untuk konsumsi manca negara, seperti di Bengkulu.

Pembinaan moral:
Diantara sekian manfaat STQ atau MTQ termasuk salah satu bagian pembinaan moral generasi muda yang kini telah rusak parah. Dengan aktif mempelajari tajwid, lagu, makna dan mengamalkan isinya, pasti dapat memperkecil pengaruh negatif lagu-lagu Barat dan Timur yang kini mengarah kepada pembelajaran meningkatkan gerakan yang bernuangsa rangsangan kepornoan yang berjalan dengan sangat sistimatis melalui layar televisi, CD dan panggung-panggung terbuka, dengan bebas dalam masyarakat religius.

Disamping berfungsi pembinaan moral, juga sangat dibutuhkan memadukan keseimbangan antara kata, lagu, makna dan praktek pengamalan isinya.

Dapat dilihat salah satu ayat pembinaan dan pengamalan “ Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu dan beretakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.Hai orang-orang beriman, janganlah salah satu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi yang diolak-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok…dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan, adalah panggilan buruk, sesudah beriman, barangsiapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim (QS.49:11).

Ayat tersebut diperkuat oleh Hadis “ Janganlah kamu saling mengdengki, saling menyom bongkan diri dan saling membenci… jadilah hamba Allah yang bersaudara (HR.Muslim).

Melihat makna ayat diatas, dapat dipahami bahwa pertama, Alquran menyatakan seorang muslim itu bersaudara. Kedua, karena bersaudara, harus langsung didamaikan jika terjadi perselisihan. Ketiga, jika seseorang tidak mengamalkan perdamaian dan perbaikan moral, belumlah dapat disebut bertakwa, sedang hanya orang bertakwalah yang akan memperoleh rahmat. Bahkan lanjutan ayat tersebut lebih tegas adanya larangan mengolok-olok sesama manusia, karena boleh jadi yang diolok-olok itu, lebih baik dan terhormat disisi Allah. Kemudian ditutup ayat, bagi mereka yang tidak sadar dan tobat dari perbuatan jelek, itulah orang yang aniaya. Sehingga dari ayat itu dipahami bahwa membaca Alquran itu hendaknya langsung pengamalan spontan, dan dicap zalim bagi mereka yang tidak langsung merespon.

Keseimbangan Alquran :
Dalam Tafsir Al-Amanah, Rasyad Khalifah menyatakan, bahwa Alquran mempunyai keseimbangan antara bilangan kata dan antonimnya, misalnya al-hayat (hidup) seimbang dengan al-maut (mati), masing-masing berjumlah 145 kali. Al- Kufr (Kekafiran) seimbang dengan al-iman (Kepercayaan) yaitu 17 kali. Al-salam dan al-thayibat (kedamaian dan kebajikan) masing-masing 6O kali, dsb.

Bahkan Alquran menganut redaksi yang seimbang dan ketepatan makna, tapi selalu menonjolkan perbedaan keistimewaan antara yang takwa dan kufur. Dapat kita lihat misalnya “Wa siqa al-ladzina kafaru ila jahannama zumara, hatta idza ja uha futihat abwabuha…(Dan diantarlah orang-orang kafir ke neraka jahannam berbondong-bondong, hingga ketika mereka sampai ke sana, dibuka pintunya dan berkatalah penjaganya kepada mereka, “ bukankah telah datang kepadamu rasul-rasul dari jenis kamu sendiri” ?.(QS.39:71).

Kemudian dibandingkan dengan orang takwa “ Wa siqa al-ladzina al-taqaw rabbahum ila al-jannati zumara, hatta idza ja uha wa futihat abwabuha…(Dan diantarlah orang-orang bertakwa kepada Tuhan mereka ke surga, hingga ketika mereka sampai ke sana dibuka pintunya dan berkatalah penjaganya, “salam sejahtera untuk kamu semua, berbahagialah dan masuklah ke surga kekal abadi (QS. 39:73).

Membandingkan kedua kalimat dengan redaksi yang hampir sama, hanya istilah kafir ditukar dengan takwa dan neraka ditukar dengan surga, terasa sekali yang mendalami Bahasa Arab, karena adanya tambahan satu huruf “wa” (Wafutihat) ketika dekat pintu surga. Menurut beberapa mufasir, itu dimaksudkan bahwa huruf “wa” itu memberi makna istimewa bahwa adanya penyambutan hangat dan meriah bagi yang masuk ke surga lantaran takwanya. Ini menandakan, bagaimanapun keseimbangan redaksi Alquran itu sama, namun masih ada penghormatan khusus, terhadap mereka yang mampu mengamalkan Alquran dalam kegiatannya sehari-hari.Sehingga doa yang dianjurkan jika selesai khatam Alquran “Allahumma zayyin akhaqana bi al-Qur’an “ (Ya Allah hiasilah prilaku kami dengan prilaku yang tertera dalam Alquran).

Akhirnya berdasarkan pengamatan penulis bahwa hampir seluruh kegiatan STQ atau MTQ masih cara-cara konvensional sepanjang tahun. Menurut hemat penulis, sebaiknya diadakan pembaruan misalnya menggabung antara STQ dan MTQ untuk menghemat biaya. Dilaksanakan dua tahun tingkat Propinsi dan empat tahun tingkat Nasional. Sedang daerah yang siap menerima penyelenggaraan MTQ diamanatkan agar mereka sanggup membuat desa percontohan pengamalan Alquran, sehingga ada berbedaan dengan yang belum melaksanakan. Insya Allah jika cara ini dicoba akan dapat mempercepat pembinaan moral generasi muda yang rusak, sekalipun baru satu desa atau kelurahan tiap kota. Itulah keseimbangan tilawah dan pengamalan perlu dipertimbangkan Departemen Agama, demi pemibnaan moral generasi yang sudah parah.
H. Mochtar Husein

Sabar, Shubah dan Ikhlas

DALAM mengarungi bahtera kehidupan dunia, laksana lautan yang luas, terkadang terasa dihempaskan ombak dan gelombang dahsyat, terkadang pula seperti tiupan angin buritan yang mangasyikkan. Namun, yang terbanyak karena namanya laut, adalah berombak. Kecil dan besar, tetapi didalamnya ada mutiata dan kekayaan. Yang tidak bergelombang hanyalah danau, tapi didalamnya biasa ada buaya. Artinya, selama namanya berlayar, riak dan gelombang harus dihadapi. Demikianlah hidup. Sebab itu perlu banyak bersabar. Celakanya, ada saja orang bilang, terlalu sabar, cepat masuk kubur. Itu tidak benar.!. Bertentangan Al-Qur’an.

Sabar:
Menurut Imam Al-Gazali, sabar itu artinya bersemayamnya dalam dirti pembangkit ketaatan, sebagai ganti pembangkit hawanafsu. Ibadah fardhu dan sunnat tidak mungkin dapat dijalankan dan maksiat tidak mungkin dapat dihentikan, tanpa adanya kesabaran.

Al-Quran menyatakan: “ Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin yang memberi petunjuk, dengan perintah Kami, tatkala mereka itu bersabar (QS. Al-Sajadah 24)

Di ayat lain, “Sesungguhnya hanya orang bersabarlah, dicukupkan pahalanya tanpa batas ”.(QS. Al- Zumar 1O). Lebih tegas lagi : “ Dan gembirakanlah orang-orang yang mampu bersabar. ( QS.2: 155 ).

Menurut Tafsir Zubratafsir, karena dunia ini bukan akhir dari segalanya, maka keselamatan dan kesuksesan lain, akan diperoleh dengan baik berupa ampunan, pujian, dan rahmat; dari satu rahmat, ke rahmat yang lain, di dunia dan di akhirat nanti.

Macam-macam kesabaran dalam Al-Qur’an:

1) Sabar dalam pembelaan negara : “ Hai orang-orang mukmin, bersabarlah kamu dan kuatkan kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS.3 : 2OO).

2) Sabar dalam perbedaan keyakinan: “Jika golongan dari kamu beriman dan golongan lain ingkar, maka bersabarlah hingga Allah menetapkan hukumnya diantara kita. QS.7:87).

3) Sabar memelihara persatuan dan kesatuan: “Taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantah, menyebabkan gentar kekuataamu, dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar”. (QS.8 : 46).

2) Sabar menjalankan salat: “Perintahkanlah keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya”. ( QS. 2O:132).

3) Sabar mernghadapi musibah: “Sungguh Kami akan uji kamu dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira, yang mampu bersabar “.(QS.2 :155).

4) Sabar dalam nahi mungkar: “Bersabaarlah yang akan menimpamu”(QS.Lukman).

Menurut ulama Tafsir, penggalan ayat ini adalah salah satu pesan Lukmanul Hakim kepada puteranya, bahwa dalam mencegah kemungkaran (berdakwah), ada resikonya. Misalnya, jika kita mengajak seseorang kepada yang makruf, misalnya mengajak ke mesjid salat jamaah, jika yang diajak tidak mau, tidak akan marah, paling-paling menolak halus, dan berkata, “duluanlah, nanti saya menyusul ” ( hakikatnya tidak bersedia). Tapi jika seseorang dihalangi yang sementara berbuat mungkar, misalnya menghentikan sedang asyik minum khamar atau menjudi, biasanya marah dan kalau perlu mempertaruhkan jiwanya. Sebab itu wasiat khusus Lukman, dengan kalimat, “bersabarlah atas resiko yang akan menimpamu”. Jadi, jika kita sedang berlayar, bersiap menghadapi sesuatu yang akan menimpa.

Shuhbah:
Shuhbah (bukan syubhat), artinya pergaulan. Lengkapnya : Memiliki pengaruh pergaulan yang signifikan dalam membentuk kepribadian, akhlak dan tingkahlaku manusia.(21)

Pentingnya pergaulan:
1) Seseorang akan mengambil sikap-sikap sahabatnya melalui bidang spiritual, yang membuatnya mengikuti tingkahlaku sahabatnya. Jika bergaul dengan orang saleh, pasti ada pengaruhnya sedikit. Jadi, untuk menjaga moral, sebaiknya kita selektif memilih sahabat. Yang bisa menasehati kekeliruan kita, itulah sahabat sejati. Sahabat yang suka memuji-muji, itulah yang paling berbahaya. Kerusakan anak kita di rumah, terutama pergaulan dengan sahabatnya..

2) Ketika Nabi Musa berhadapan Fir’an, Tuhan memesan pesan, ucapkan “ Qaulan Kariman”( sampaikan tuturkata yang mulia .) Menurut akhlak Islam, sahabat yang baik ialah yang berani menegur kesalahan kita, dan bukan hanya sahabat yang suka memuji atau membiarkan kita tertsesat. Yang benar kita katakan itu benar, yang salah, juga demikian. Bukan sahahabat yang diam, atau suka memuji-muji. Kalau sudah diberi tahu, lalu menolak, kita sabar, karena hakikat kebenaran itu adalah hidayah dari Allah.Selalu nerasa diri hebat,ujub dan istimewa orang yang dinasehati, padahal semuanya itu bisikan dan permainan setan.

Didalam Al-Qur’an dinyatakan “ Katakanlah, inginkah kamu, kuberi tahu orang yang merugi amalnya?. Yaitu orang-orang yang menyangka dirinya, berbuat sebaik-baiknya ”( QS. Al-Kahfi 1O3).

Sabda Rasul “Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain” (HR. Bukhari ).
Sedang mukmin yang sempurna, hanyalah Rasul, “ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasul, suriteladan yang baik bagi diri kalian”. (QS.Al-Ahzab 21).

3)janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan, dari mengingat Kami, serta mengikuti hawanafsunya, melewati batas.(QS.Al-Kahfi 28).

4) Dan ikutilah jalan yang kembali kepadaKu (QS.Lukman 15).

5) Dan (ingatlah), saat orang zalim menggigit kedua tangannya,seraya berkata : alangkah baiknya, kalau dulu tidak menjadikan orang-orang yang memnyesatkan, fulan (teman akrabku). Sesungguhnya dia terlah menyesatkanku ketika al-zikir(agama) itu datang kepadaku(QS. Al-Furqan 29).

6) Teman-teman akrab pada saat itu, sebagian menjadi musuh dengan yang lain,kecuali orang-orang yanmg bertakwa (QS. Al-Zukhruf 67).

7) Allah mengissakan ucapan Musa, ketika bertemu dengan Khidir AS, setelah dia memiliki niat yang tulus, menanggung beban yang berat, menempuh perjalanan panjang. “Bolehkah aku mengikuti, supaya mengajarkan ilmu yang benar, diantara ilmu-ilmu yang diajarkan kepadamu ? (QS. Al-Kahfi 26)
Dari beberapa ayat mengenai pentingnya sahabat dalam pergaulan, ternyata ada yang dapat mempengaruhi dengan baik dan ada pula justru merusak; bahkan tidak berhasil mengejar ilmunya, karena tidak disiplin, seperti antarta Khidir dan Musa.
Salah satu hadis dari sekian banyak, seseorang itu tergantung pada agama sahabatnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang dijadikan sahabat (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).(28).
Ayat dan hadis diatas, mendesak kepada kita, memilah sahabat yang baik dan benar serta mempunyai pendirian istiqamah. Diantara kesuksesan Rasul, karena hampir semua sahabatnya, mendekati dengan akhlak yang dipraktikan Rasul : Tidak gila harta, jabatan dan kehormatan, serta hidup sederhana dengan mengutamakan keikhlasan dalam berdakwah, serta penyebaran Islam ke luar jazirah Arab.

Ikhlas.
Dalam surah Al-Bayyinah ditemukan sebuah ayat yang merupakan kunci asasi diterimanya segala amal muslim, selama hidup di dunia. Ayat itu artinya, “ Dan tiadalah mereka diperintahkan, kecuali menyembah Allah dengan tulus ikhlas ( QS.98: 5).

Ayat ini berarti, bahwa baik amal fardhu atau sunnat, barulah mendapat penilaian amal manakala dilakukan dengan baik dan benar, serta jauh dari syirik (mempersekutukan Allah), termasduk karena riya, ujub dan sum’ah.’. Dan itu juga menjadi syarat utama jika seseorang mendambakan bertemu Allah di akhirat nanti, dimana bagi kaum sufi menyebutnya Hakikah, Ma’rifah dan Musyahadah.

Pengakuan keikhlasan bahwa seorang muslim akan beramal sesuai jalan Hanif dan mengakui dirinya, dan bukanlah orang yang mensyarikatkan Tuhan (Musyrikin).

Menurut Tafsir Al-Misbah, Hanifan berarti yang lurus dan benar. Kata ini mulanya digunakan untuk menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya,. kepada telapak kaki pasangannya, menjadikan manusia dapat berjalan lurus, menunjukan ajaran Ibrahim adalah agama yang mengarahkan harus seimbang antara kebutuhan rohani dan jasmani. Juga menunjukan suatu ajaran Hanif yang lemah lembut, dan bukan atas dasar taklid. Dengan demikian Tuhan yang aku hadapkan wajahku ini adalah Tuhan yang Wajib wujud, Pencipta dan Maha Kuasa telah memberi petunjuk kepadaku, di masa kini dan akan dating, dalam kondisi dan keadaan apapun. Tidak mengharap sedikitpun sembahan-sembahan yang mempersekutukan Tuhan, yang tidak kuasa memberi manfaat atau mudarat, kecuali jika Tuhanku menghendaki dan membimbingku. Aku mengembalikan hal ini kepada Tuhanku, yang mengetahui dan meliputi segala sesuatu. Masa kini, dan akan dating

Akhirnya, setelah menguraikan Tasawuf sunni yang cocok pembinaan akhlak dan tidak bertentangan Al-Qur’an, selama 4 kali Jumat, misalnya Maqam : Taubat, Zuhud, Khauf, Mahabbah, Syukur, Takwa dan Ikhlas, dan masih banyak lagi, kiranya inilah salah salah satu metode alternative, yang dapat memperbaiki penyimpangan prilaku muslim yang keliru, di daerah ini, disamping metode lain. Mudah-mudahan tulisan ini, ada manfaatnya dan diridhai Allah. Amin.
H. Mochtar Husein

Khauf, Cinta dan Pengharapan

PEMBINAAN masyarakat, dapat difokuskan dengan 3 hal diatas.(Khauf, Hubb dan Raja’) Ketiganya relevan maqam dalam tasawuf dan sejalan ajaran dasar Al-Qur’an. Boleh dikembangkan. Boleh ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Yang muda apalai yang tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, pejabat dan rakyat biasa..

Khauf:
Khauf atau takut, menurut Al-Gazali adalah rasa sakit dalam hati, karena khawatir terjadinya sesuatu dalam diri yang tidakl disenangi di masa yang akan datang.Khauf yang terendah derajatnya ialah menjauhkan diri dari yang haram. Sikap ini disebut Wara’.

Sikap kedua, menjauhi segala yang memungkinkan yaitu jangan sampai terjebak dalam perbuatan haram atau syubhat ( belum jelas haram halalnya ).Sikap ini disebut takwa. Khauf juga bisa mendorong manusia, meninggalkan sesuatu yang Mubah, seperti seseorang tidak terlalu memburu dunia, karena tahu disuatu waktu akan ditinggalkan. Sikap ini disebut Sidq atau Siddiq ( yang benar imannya).

Derajat Khauf: adalah cambuk Allah yang membimbing hambaNya untuk secara tekun dan rutin mencari ilmu dan mengamalkan ilmunya dalam mencapai derajat dekat pada Allah. Selanjutnya Khauf ada 3 tingkatan :

1) Tingkatan qashir ( pendek ). Yaitu seperti kelembutan perasaan yang dimiliki perempuan. Biasa dirasakan ketika mendengar pembacaan Al-Qur’an, lalu menangis, sesudah selesai dibaca, tangisnya juga selesai. Ini adalah khauf aliran pendek. Demikian juga jika seseorang mendengar berita dahsyat. Dan kebanyakan manusia biasa,tingkatannya arus pendek, biar bukan perempuan, ikut menangis. Kecuali orang arif dan ulama, tidah mudah menangis.

2) Tingkatan mufrith (berlebih-lebihan).Khauf ini sangat kuat dan biasanya orang yang putus asa, jadi sakit dan hilang kendala hatinya. Bahkan dapat membawa kematian. Khauf seperti ini sangat jelek, membuat orang tidak mampu beramal, padahal amal adalah buah dari Khauf
3) Tingkatan mu’tadil (Sedang).Khauf tingkatan ini sangatlah terpuji, berbeda dua yang lalu. Khauf qashir, terlalu lemah dan khauf mufrith, terlalu berlebihan. Sebaiknya khauf inilah yang dilatih dalam diri kita.

Banyak ayat dan hadis yang menekankan keutamaan khauf dan mendorong untuk memiliki.Diantaranya :

Pertama, sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti kamu, dengan kawan-kawannya (musyrik), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar mukmin. (QS. 3: 175).

Kedua, Bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya, ada dua surga. (QS.55:46).
Ketiga, Demi kemuliaanku dan keragu-raguanku, Aku tidak akan mengumpulkan dalam diri hambaKu, dua rasa takut dan dua rasa aman. Jika hambaKu merasa aman dariKu di dunia, Aku akan membuatnya takut di akhirat. Dan jika ia takut kepadaKu di dunia, maka Aku akan memberinya rasa aman diakhirat. (HR.Al-Baihaqi).

Dengan ketiga dalil naqli diatas, maka sebaiknya kita selalu berusaha supaya takut di dunia melanggar perintahNya, agar aman di akhirat.

Cinta:
Dalam bahasa Arab, cinta disebut Hubb (Mahabbah). Cinta adalah salah satu pilar Cinta adalah sumber dan ruh. Cinta juga sumber kecemerrlangan dalam Islam. Cinta antara sesama manusia yang berbeda kelamin luar biasa daya tariknya. Tidak melihat status,umur, kaya dan miskinnya.
Kaum sufi mendifinisikan cinta adalah kecenderungan hati kepada Allah, kepada sesuatu dan mengharap ridhanya. Sehingga tanpa merasa dibebani, dengan menaati segala yang diperintahkan, menjauhi segala yang dilarang, dan rela menerima apa yang telah ditetapkan.
Dalam Al-Qur’anm banyak ayat betapa pentingnya cinta:
1) Ketakanlah, Taatla pada Allah dan Rasulnya. Dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang Kafir (QS. 3 : 32).
2) Adapun orang-orang beriman, sangat cinta kepada Allah.(QS. 2:165).
3) Ya Allah, jadikanlah cintaku kepadaMu, lebih besar dari pada cintaku pada diriku, keluargaku dan air dingin.(HR. Tirmidzi).
Penyebab kecintaan manusia ada 3 :
Pertama, mencintai dirinya sendiri dan hidup abadi.
Kedua, ihsan (berbuat baik) karena manusia sebagai hamba mencintai orang yang berbuat baik padanya.
Ketiga, mencintai Dzat Allah, dituntut untuk tidak mencintai yang lainnya.
Ciri-ciri cinta kepada Allah ada 7:
1) Senang bertemu kekasih dengan cara saling membuka rahasia,
2) Melakukan segala yang disenangi kekasih,
3) Senantiasa berzikir kepadanya, baik dengan lisan atau hati,
4) Merasa tenang tatkala bermunajat,
5) Tidak merasa gundah, jika kehilangan selain Allah.
6) Merasa nikmat saat menjalankan perintah Allah,
7) Menyayangi semua hamba Allah.
Jika ciri-ciri tersebut diamalkan, seorang mampu melaksanakannya dengan sadar tanpa pengaruh materi dan status, maka itulah yang namanya telah bercinta dengan Allah sebagai cinta yang hakiki. Sangat bermanfaat untuk kebaikan di dunia dan akhirat.Jadi mencintai seseorang, hakikatnya mencintai Penciptanya.

Harapan:
Dalam Bahasa Arab disebut raja’.Berarti keterikatan hati dengan sesuatu yang dicintai dan akan didapatkanm di hari esok.Menurut Al-Tusi,terbagi 3 :

1) Mengharapkan Allah.

2) Mengharapkan keluasa kasih saying Allah.

3) Mengharapkan pahala Allah.

Banyak ayat dan hadis mengenai raja’.Diantaranya:

Pertama : Hai hamba-hambaku yang melampaui batas, terhadap diri mereka, janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah (Al-Zumar 53).

Kedua, Siapa yang mengharapkan berjumpa Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan Allah seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya (QS. Al-Kahfi 11O).

Ketiga, Janganlah salah seorang diantara kalian mati, melainkan dalam bersangka baik pada Tuhannya (HR. Muslim).

Imam Al-Qusyairi membedakan antara raja’ dan tamanni.Tamanni menyebabkan seorang malas, dan tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh, sedang raja’ menyebabkan seseorang bertambah rajin sebab telah dibayangkan adanya pengharapan. Raja’ sifat terpuji dan Tamanni sifat tercela.Pengaruh yang ditimbulkan raja’ tambah terdorong memperbanyak amal saleh, karena akan merasa nikmat dalam berdialog dengan Allah yang telah memberikan pengharapan.

Nabi Muham,mad SAW disuatu waktu bengkah kakinya lantaran terlalu lama berdiri salat malam, Aisyah bangun dan bertanya : “ya Rasul, mengapa serius begitu, ‘kan Rasul sudah dijamin ampunan ?.”. “Justru itulah”, kata Rasul “ apakah kamu tidak senang kalau dikatakan, termasuk hamba yang bersyukur ?”

Alhasil, setelah menjelaskan maqam tasawuf beberapa jumat, maka dengan ini disimpulkan: Tasawuf ada dua. Pertama, Tasawuf filsafat, seperti maqam: Hulul, Ittihad dan Wahdatul Wujud. Menurut Imam Al-Gazali, ketiga maqam tersebut wajib ditinggalkan, karena merusak akidah Islam, serta bertentangan Al-Qur’an. Kedua, Tasawuf akhlak (Sunni), seperti : Taubat, Zuhud, Khauf dan Mahabbah, boleh dilanjutkan dalam pembinaan akhlak, serta sejalan isi Al-Qur’an.

Metode pembinaan Tasawuf akhlak, boleh digunakan, memperbaiki moral bangsa. Boleh dicoba, mudah-mudahan Allah memberi hidayah. Amin.

H. Mochtar Husein

Zuhud, Syukur dan Tawakkal

MAQAM (Stasiun) Taubat sudah dikemukakan Jumat lalu. Maka pembinaan Akhlak yang lain dalam tasawuf bernama Zuhd (Zuhud), artinya membelakangi dunia. Pengertian tersebut tidak arif, karena kita masih hidup di dunia. Yang benar, karena tujuan mencari kesucian, ialah tidak gila dunia, tapi juga tidak membencinya.

Dunia ini dihadapi apa adanya.. Harus berjuang menghadapinya,tapi bukan menjadi tujuan primer. Peranannya tidak lebih sebagai sasaran antara untuk mencapai kebahagiaan akhirat.Bukan seperti yang disebut orang ( Hadis dha’if) Ta’isyu abada (Akan hidup selama-lamanya). Karena falsafah dha’if yang dianut, banyak orang Terjatuh kehancurkan dan hidup korup, dengan mengejar harta 7 turunan, dan menghidupkan kapitalisme.

Pada abad I dan II H, Tasawuf belum dikenal. Tapi sudah ada bibit-bibit praktek sebagian sahabat dan melahirkan profil maqam Zuhud (Zahid) dari Hasan Basri, namun . tidak persis zuhudnya. yang dikenal sufi (tarekat) sekarang.

(1) Zuhud Hasan Basri dan sahabat waktu itu bentuknya amaliah, (praktek kongkret) dengan fase tasawuf yang lain, yaitu tidak menganut salah satu teori atau kaedah tertentu.
(2) Ciri utamanya hanya meladeni kaum yang saleh.
(3) Dasar dan sumber asasinya adalah Al-Quran, Sunnah dan Sahabatnya.
(4) Pada fase ini Zuhud belum terpengaruh dari luar Islam.
Pada paruh III H, sufi yang mulanya praktek perseorangan, berubah dan meng organisasikan diri dalam kelompok, dengan nama tarekat ( jalan )..Setiap tarekat, mempunyai Mursyid ( Pembimbing ) dan semua muurid, wajib tunduk kepadanya. Akibatnya, melahirkan fanatisme buta yang negative, karena tidak mau lagi mendengar dakwah Syekh lain, yang kapasitas keilmuannya lebih tinggi, dibandingkan Mursyidnya.Zuhud mereka membenci dunia, akhirnya jatuh miskin dan membawa kemunduran dan kemalasan, karena hanya tinggal bertasbih di dalam mesjid. Cara ritual yang semacam ini, sangat dibenci oleh Umar, sehingga pernah terjadi, Umar mengusir mereka yang hanya tinggal bertasbih dalam Mesjid dan tidak pergi mencari rezeki, untuk isteri dan anaknya.

Cara zuhud seperti ini bertentangan Al-Quran yang berbunyi “ FANTASYIRU FIL ARDHI ” ( Kalau selesai salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi mencari kurnia Allah ( QS. Al-Jum’ah 1O ).

Juga bertentangan ayat lain “ Dan carilah yang diberikan Allah kepadamu, kampung akhirat dan janganlah kamu lupakan nasibmu di dunia dan berbuat baiklah kepada Allah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (Q.S. Al- Qasas 77)

Ayat ini diperkuat oleh hadis yang berbunyi (artinya) : Bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, jika meninggalkan dunianya, untuk urusan akhiratnya. Tapi yang terbaik, diantara kalian, ialah orang yang mengambil dunia dan akhiratnya, secara bersama-sama.(HR.Ahmad).

Ketika Rasul mendengar ada seorang sahabat yang puasa terus dan tidak mau berbuka sampai malam, Rasul berkata “ Siapakah yang memerintahkan untuk menyiksa diri, ? !. (Beliau mengulang 3 kali). (HR.Ahmad).

Yang mendorong adanya Zuhud menurut Al-Quran, “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan sendagurau dan main-main. Dan sesungguhnya, akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.(QS. Al- Ankabut 64).

Diperkuat ayat lain :”Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak, dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kenikmatan hidup di dunia, (tapi) disisi Allah adalah tempat yang terbaik (surga) (QS. Ali Imran 14).

Menurut Tafsir Nur Al-Qur’an :Kecintaan kepada perempuan yang berketurunan dengan anak yang pintar sebagai kewajaran bagi manusia. Karena wanita adalah daya tariknya sangat tinggi. Terkadang dari hal yang wajar, tapi akibat bisikan setan dan orang-orang disekitar kita, gampang mendatangkan bencana. Sebab itu perempuan harus dijaga, diawasi dan dipelihara dengan arif. Terlalu ketat patah, terlalu longgar, menghanyutkan. Itu sebab, waktu Rasul hendak wafat “ yang diwasiatkan umatnya “ Jagalah kaum wanita dan jagalah salat 5 waktu, kalau wanita tidak dijaga, hancur Negara dan kalau salat tidak dijaga hancurlah agama. Di lain hadisnya “ Aku rindu dunia ialah kaum wanita, wangi-wangian an ketenangan mataku, dalam melakukan salat.

Jadi, makna nikmat yang bagaimanapun di dunia, jauh masih lebih unggul bersama Allah di akhirat, sebagai tempat tinggal yang lebih baik dan abadi. Sebab itu dunia bukan hidup yang sebenarnya. (hal 117)

Alhasil dari kedua ayat dan hadis, tidak ada satupun yang memerintahkan, membenci dunia. Hanya memperingati, bahwa kehidupan dunia ini adalah ilusi dan fatamorgana dan tidak mungkin hidup puas, karena nanti diakhiratlah hidup yang sebenarnya.

Jadi, zuhud menurut Al- Qur’an, boleh kaya dan memiliki semua kecenderungan, sesuai ayat diatas, asal memperolehnya dengan wajar ( halal ) dan selalu mengeluarkan sebagiannya untuk zakat infak dan sadakah.

Syukur:
Syukur artinya berterima kasih,dan menempatkan segala pemberian Allah kepada yang diridhaiNya.

Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat betapa perlunya bersyukur sesudah hidup zuhud
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(QS. 16 : 78).

Menurut ulama Tafsir, kesyukuran pertama bagi manusia, karena diberi hidup dunia yang dilengkapi saranan pendengaran, penglihatan dan hati yang menyebabkan dapat beriman, berilmu, bekerja dan berusaha, selanjutkan hidup dunia dibawah asuhan dan buaian orangtuanya yang mendidik bertahun-tahun sampai menjadi dewasa. Yaitu karena memberi fasilitas berupa kekayaan dunia. Agar kekayaan berlanjut diakhirat yang lebih baik, maka diharuskan selalu bersyukur kepadaNya.

Penyiksaan dan penderitaan yang dialami manusia, baik didunia atau diakhirat kelak, akibat ulah manusia sendiri, jika tidak pandai bersyukur dan memanfaatkan kekayaan alam yang disediakan lebih dahulu.

Menurut Zubrat Tafsir, ayat diatas menjelaskan agar kita syukuri denmgan kelahiran melalui perantaraan ibu. Disamping itu, hendaknya selalu menyadari, bagaimana keadaan diri sewaktu masih kecil, pada mulanya tidak mengetahui sesuatu, kemudian dilengkapi sarana yang dapat merekam ilmu dan teknologi, sehingga berprestasi. Artinya, agar semua pemberian itu dihargai.

Lalu pemberian amanah seperti itu disyukuri dengan jalan mengamalkannya pemberian kepada yang diridhaiNya, dan bukan sebaliknya. Sesuai syariat, sebagai petunjuk, karena orang yang tidak bersyukur, menyebabkan datangnya penderitaan, (siksaan) dengan tiba-tiba dan berkepanjangan.

Disebutkan Al-Qur’an “ Tuhan tidak akan menyiksa kamu, selama kamu tetap dalam iman dan selalu dalam syukur.Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahi (QS. 4: 147). Ulama Tafsir menjelaskan, tidak mungkin Tuhan memberikan siksaan dan penderitaan (musibah) kepada hambaNya selama hamba itu memegang teguh iman dan selalu mensyukuri pemberianNya.

Dikiaskan, penderitaan yang dialami di tanah air sekarang, secara berentetan seperti kata orang, kayaknya sudah seperti arisan, adalah termasuk ulah manusia sendiri yang menyia-nyiakan pemberian, yang tidak menyalurkan kepada yang diridhaiNya.

Tawakal :
Zunnun Al-Misri menyebutkan yang disebut tawakal, “ Melepaskan diri dari bantuan dan meninggalkan sebab-sebab”.( 264).

Dalam Al- Qur’an, disebutkan berapa ayat :

1) Dan hanya Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang mukmin ( QS. Al-Maidah 23)

2) Dan hanya kepada Allah saja, orang-orang bertawakal itu, berserah diri. ( QS. 14:12)

3) Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan keperluannya (QS.Al-Thalaq 3)

Tawakal menurut sufi ada 3 derajat:
Pertama, yaitu keyakinan seseorang akan tanggung jawab dan pemeliharaan Allah, sama keyakina tangan kanannya (orang kepercayaannya)

Kedua, derajat lebih tinggi dari yang pertama.

Ketiga, yang tertinggi, yaitu memposisikan diri dihadapan Allah, ibarat mayit dengan posisi yang memandikannya.

Tawakal pertama masih melakukan usaha. Kedua, hanya berdoa. Ketiga, tidak lagi berusaha dan berdoa (meminta).

Tawakal yang benar, sesuai Al-Qur’an, ialah tawakal yang tetap ada usaha, meminta (doa) dan beramal (bekerja). Disebut Al-Qur’an Fantasyiru ( jika selesai salat, bertebaranlah kamu dimuka bumi (QS.Al-Jum’ah 1O).

Tawakal inilah yang boleh dikembangkan dalam pembinaan masyarakat, artinya ditutup pintu baru bertawakal. Akhirnya, dari uraian singkat diatas, maka pembinaan masyarakat melalui tasawuf, boleh dilakukan. Misalnya tiap hari bertobat, tiap memperoleh nikmat, disyukuri sekalipun sedikit, mengutamakan kezuhudan tapi tidak membenci dunia, dan tawakal (menyerahkan diri kepada Allah) setelah usaha, ikhtiar dan berdoa.
H. Mochtar Husein

Konsep Pendidikan dalam AlQuran

Seekor hewan yang baru melahirkan anak, anaknya langsung dapat berdiri, berjalan dan mengikuti ibunya pergi mencari makan. Dan hanya beberapa hari kemudian, anaknya telah dilatih berlompat, berlari dan mencari makan sendiri.

Berbeda dengan seorang manusia yang baru melahirkan. Bagi manusia lama sekali anaknya dididik, barulah dapat duduk, berdiri dan berjalan. Apalagi berlari dan dapat makan sendiri. Bertahun-tahun lamanya digendong, diayun, diberi makan, disekolahkan, barulah dapat makan dan memakai bajunya sendiri. Diperlukan waktu memasuki sekolah taman kanak-kanak 2 tahun, SD 6 tahun, Sekolah lanjutan 6 tahun, dan Perguruan Tinggi 5 tahun ( S1 ), barulah dapat mencari makan sendiri. Itupun jika keterampilan yang dimiliki dibutuhkan pasar. Kalau tidak, maka harus ditambah lagi sekitar 7 tahun ( S2 dan S3 barula banyak peluang ). Artinya seekor hewan hanya memerlukan waktu tiga hari atau satu minggu, sudah dapat mencari makan sendiri. Dibandingkan seorang manusia diperlukan waktu sekitar 2O - 25 lamanya, barulah dapat dibutuhkan pasar untuk hidup sendiri. Betapa bedanya waktu yang harus dihabiskan mendidik keterampilan kepada manusia dibandingkan hewan.

Sebab itu pendidikan ( Tarniyah) sangatlah sulit. Mahal, lama dan tekun. Pantaslah jika Nabi Muhammad SAW mencanangkan pendidikan itu sejak “ Min al- mahdi ila al- Lahdi “ ( Dari ayunan sampai ke liang lihad ) (HR.Muslim) yang oleh pendidikan Barat dijiplak dengan istilah “ Long life education”. (Pendidikan seumur hidup).

Bagaimana konsepsi Pendidikan (Tarbiyah) menurut Al-Qur’an?

Pengertian :
Didalam Al-Qur’an (Alquran) tidak didapati sebuah ayatpun yang secara ekspelisit menyebut Tarbiyah. Tapi jika digali akar katanya yang tersusun dari huruf “ RA ” dan “ BA” (Rabbi), banyak sekali dapat ditemui.

Tarbiyah yang asalnya Rabbi ada 945 ayat. Terkadang dengan istilah Rabbi, Rabbika, Rabbukum, Rabbukuma, Rabbana, Rabbihi, dan Rabbihim.

Menurut Ibnu Faris, makna Rabbi yang akarnya huruf Ra dan Ba ialah “ Ishlah al-Syaii wa al-Qiyamu ‘alaihi “ ( Memperbaiki sesuatu dan berusaha dengan sungguh-sungguh, atasnya, seperti memelihara dan mendidik seorang anak sampai dikawinkan) (h.398).

Seorang Mufasir berpendapat, jika Rabbi diidentikan sifat Tuhan ( Pendidik dan Pemelihara ) maka artinya lebih luas yakni Mengasuh, Mendidik, Memelihara, Memberi pengertian, Memberi kelebihan, Meninggikan derajat dan Mengembangkan kemampuan. Didalam Alquran ayat yang pertama turun adalah ayat pendidikan yaitu IQRA’( perintah membaca dan mengamati). Demikian Surah yang pertama turun juga adalah surah mengenai Pendidikan yaitu Al-Fatihaha.

Surah Al-‘Alaq :
Ayat pertama turun adalah pada surah Al -‘Alaq, yaitu :

(1) Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
(2) Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
(3) Bacalah dan Tuhanmu yang Paling Pemurah.
(4) Yang mengajari manusia dengan perantaraan qalam.
(5) Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.
(6) Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.
(7) Melihat dirinya serba cukup.
(8) Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembalimu

Menurut Mufasir kata “Rabbika” dalam ayat tersebut, berasal dari akar kata Tarbiyah yang berarti pendidikan, pengemnbangan, peningkatan dan kelebihan. Dalam Ilmu Tauhid, Tuhan mempunyai banyak sifat dan dibagi menjadi dua kategori. Pertama, sifat-sifat yang berkaitan dengan zatnya. Kedua, sifat-sifat yang berkaitan dengan perbuatannya. Kata “Allah “ menghimpun semua sifat-sifatnya, sedang kata” Rabbi ” hanya menghimpun sifat-sifat yang berkaitan perbuatannya.

Menurut Al-Naisaburi, perintah Iqra’ dalam surah Al-‘alaq berulang sebanyak 3 kali :
(1) Peritah pertama untuk pribadi Nabi dan perintah kedua untuk umatnya.
(2) Yang pertama membaca dalam salat, yang kedua membaca diluar salat.
(3) Perintah pertama belajar untuk diri, dan perintah kedua mengajarkan kepada orang lain.

Adapun membaca dalam ayat diatas, bukan hanya membaca Alquran, tapi termasuk membaca fenomena yang terjadi di alam ini. Dan hakikatnya orang yang berbuat jahat pasti terbalas demikian yang berbuat baik juga pasti terbalas, sekalipun balasan itu bukan persis dari diri orang yang pernah kita tolong.

Mufasir Sayyid Quthub berpendapat, ayat kedelapan tersebut dimaksudkan, bahwa setelah melakukan pendidikan, baik terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain, akhirnya akan kembali ke hadirat Allah mempertanggung jawabkan semua urusan, segala niat dan gerak langkah yang telah dilakukan di dunia. Perbuatan salah atau saleh, taat atau durhaka, yang telah dilakukan secara transparan, pasti akan terbalas tanpa ada kezaliman didalamnya.

Pendidikan pertama yang hendaknya diberikan kepada anak adalah mengajarkan baca tulis Alquran, sebab itulah yang terafdal “ Kahyrukum man ta’allam al-Qur’an wa ‘allamahu” (Yang terbaik diantara kamu ialah mempelajari Alquran dan mengajarkannya) (HR.Muslim).

Kita sambut dengan gembira program pemerintah yang telah mewajibkan pelajaran Alquran ini kepada murid-murid dan siswa-siswa yang beragama Islam sebelum sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.Kita doakan semoga sukses.

Surah Al-Fatiha :
Surah yang lengkap satu surah turun adalah Al-Fatiha, yaitu:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (1)
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (2)
Yang menguasai hari pembalasan (3)
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan Engkaulah kami memohon pertolongan (4)
Tunjukilah kami jalan yang lurus (5)
Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat; bukan jalannya mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat (6 dan 7).

Kalau dihitung Bismillah termasuk Fatiha ayat pertama, maka ayat ke 6 dan 7 menjadi satu ayat.Jadi jumlah ayatnya tetap 7.

Menurut Syekh Muhammad Abduh (1849-19O5) memahami surah Al-Fatiha adalah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi. Artinya lebih dahulu dari ayat Iqra’ dengan alasan, berdasarkan logika bahwa penetapan hukum kandungan Alquran, dimulai secara global barulah menyusul perincian.

Pokok ajaran dalam Al-Fatiha (1). Tauhid (Akidah) (2) .Janji dan ancaman (3). Ibadah. (4) Jalan kebahagiaan dunia akhirat. (5).Pemberitaan kisah umat terdahulu.

Artinya penafsiran mujaddid tersebut menyatakan bahwa pendidikan utama dan tugas muslimada 3. Pertama, mengajarkan tauhid. Kedua, berdakwah (Tabsyir dan Tanzir). Ketiga, beribadah dengan sungguh-sungguh. Akhirnya barulah seseorang dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Surah Luqman:
Dalam surah ini diuraikan bentuk pendidikan yang diwasiatkan Lukman al-Hakim dalam mendidik anaknya :

(1) Janganlah kamu mensyarikatkan Allah.
(2) Bersyukurlah kepada Allah dan kepada kedua orangtuamu.
(3) Dirikanlah salat sebaik-baiknya.
(4) Perintahkanlah manusia berbuat makruf dan cegahlah mereka berbuat munkar
(5) Sabarlah menerima musibah sebagai resiko nahi munkar
(6) Janganlah bersombong dalam ucapan dan berjalan.
(7) Ingatlah perbuatan sekecil apapun pasti terbalas.

Dari 3 surah tersebut ditemukan konsepsi utama pendidikan Alquran, baik pada Al-Fatiha, Al-‘alaq dan Luqman. Dasar-dasar pendidikan Alquran sedikitnya mengandung 5 Prinsip. Pertama Akidah. Kedua, Syari’ah (Ibadah-Muamalah). Ketiga, Akhlak. Keempat, Amar makruf Nahi munkar. Kelima, Latihan keterampilan dan meninggalkan kecurangan.

Konsepsi Tarbiyah Islam tersebut penjabarannya ditemukan dalam Sunnah Rasul dan sahabat,diantaranya:
(1). Azanlah kedua telinga anakmu ketika melahirkan.
(2) Ajarkanlah pertama membaca Alquran dan mengenal Allah (Makrifatullah).
(3) Berilah nama yang baik, berilah makanan yang halal dan pisahlan tempat tidurnya.
(4) Latilah salat sejak di usia 7 tahun dan dihukum di usia 1O tahun (Jika lalai)
(5) Ajarlah keterampilan di kala remaja (Berenang, menunggang kuda, berpanah,dsb)
(5) Kawinkanlah setelah dengan wanita (berakhlak) setelah mempunyai keterampilan dan dewasa.

Imam Al-Gazali menambahkan kaifiat pendidikan agar selalu takut kerpada Tuhan dan menjauhi penyelewengan ( termasuk korupsi), sejak usia dini, dilatih setiap mau tidur dan bangun, dibiasakan menyebut 4O kali, saya dilihat Tuhan.Insya Allah pendidikan (Tarbiyah), sesuai Alquran berhasil.

Akhirnya dasar-dasar pendidikan (Tarbiyah) ialah mengajarkan Alquran, Akidah, Syari’ah dan Akhlak, kemudian dilengkapi keterampilan seperti menunggang kuda, berenang dsb. Lalu membiasakan menyebut nasehat-nasehat agama sebelum dan sesudah Ditambah membiasakan ucapan bernilai nasehat dan peringatan sebelum dan sesudah bangun tidur.
H. Mochtar Husein

Tanggung Jawab Seorang Muslim

TIDAK terasa, hari ini adalah hari terakhir tahun 2OO4. Setelah mencicil pergantian waktu. Dari detik ke menit, jam, siang, malam, minggu, bulan hingga ke tahun. Pergantian tahun Miladiah (Masehi) menggunakan perhitungan Syamsiyah (matahari). Diasosiasikan kelahian Isa, AS. Pergantian tahun Hijriah (Islam) menggunakan perhitungan Qamariyah (bulan). Diasosiasikan pindahnya Nabi Muhammad SAW ke Medinah. Masyarakat yang menyambut tahun Masehi, terkesan hura-hura dengan berbagai atraksi, pertunjukan, kembang api dan resepsi. Masyarakat yang menyambut tahun Hijriah lebih banyak bersifat Napak Tilas mencontoh kemenangan Rasul membangun, dari Mekah yang penuh kegelapan menuju Medinah yang bercahaya (Munawarah). Namun, keduanya terdapat ada persamaan harapan, agar tahun baru, lebih baik dari tahun yang ditinggalkan.

Terus terang, minggu terakhir Desember yang baru, dikunci duka yang sangat dalam, dengan terjadinya bencana alam dengan musibah Tsunami yang meewaskan puluhan ribu jiwa, terutama di Aceh dan Sumatera utara.Kita semua terharu melihat gambar mayat di TV. Inna Lillah.Kita semua milik Allah, terserah yang Empunya. Namun, menurut cerita Alquran, jika musibah datang bersifat menyeluruh, lantaran “ Kanu la yatanahawna ‘an al-munkar “. (Mereka itu tidak mencegah kemungkaran yang merajalela).(QS. )

Dalam mengukur maju mundurnya suatu lembaga, maka yang bertanggung jawab adalah pimpinan atau ketua. Karena dialah pemegang kekuasaan, pengambil kebijakan dan penentu terakhir suatu masalah. Sangatlah mentertawakan, jika suatu kesalahan atau kegagalan suatu lembaga, jika anggotanya disalahkan dan disuruh bertanggung jawab, sementara pimpinan, mencari persembunyian, agar dapat lolos dari jeratan tanggung jawab. Padahal secara organisatoris, anggota hanya bertanggung jawab kepada pimpinan, sesuai bidangnya masing-masing. Sedang pimpinan tugasnya bertanggung jawab ke dalam dan keluar. Dalam hal ini kita salut kepada kemiliteran, karena komandanlah dengan jantan bertanggung jawab suatu kesalahan, sekalipun anak buahnya yang melakukan.Namun, jika bencana itu menyeluruh, maka yang bertanggung jawab adalah bersama-sama.Umara, ulama, pemuka masyarakat dan awam. Hendaknya lebih memperketat kemungkinan melebarnya kemunkaran dal;am masyarakat, lalu melakukan persiapan jauh hari sebelumnya. Karena ada 4 lasykar Tuhan yang tidak mampu dilawan oleh kepintaran apapapun. Api, air, angin dan longsor.

Bagaimana dalam Islam ?.
Seorang muslim sebelum melakukan sesuatu, diwajibkan melakukan persiapan.Sebelum kawin ada persiapan.Sebelum haji ada manasik. Sebelum mati ada perbekalan.

Dapat diihat salah satu ayat Alquran “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. 59 :18).

Menurut sebagian ulama, sekalipun ayat tersebut yang dimaksud adalah persiapan akhirat, namun tiada larangan untuk dijadikan persiapan pula, apa saja yang kita lakukan di dunia. Persiapan yang matang. Jika sesuatu telah diyakini persiapan yang telah dibuat, maka kita dianjurkan agar bertawakal kepada Allah. Dan jika hal itu mengalami kegagalan setelah berusaha dan berikhtiar, seorang muslim harus dengan jantan berani tampil sebagai penanggung jawab. Dan bukan mempersalahkan orang banyak

Dalam Alquran :
Dalam Alquran, ada tiga ayat yang secara eksplisit menggunakan kata RAHIN (tanggung jawab), namun dalam konotasi lain, lebih banyak, misalnya:

(1) Tiap-tiap manusia, terikat tanggung jawab apa yang dikerjakannya (QS.52:21)

(2) Tiap-tiap manusia bertanggung jawab, apa yang telah dikerjakannya (QS.74:38)

(3) Harus meninggalkan sesuatu yang dapat dipegang dan dipercayai untuk menunaikan dan mempertanggung jawabkan amanatnya (QS.2:283)

Dari tiga ayat tersebut dapat dipahami, bahwa apa saja yang dibuat manusia harus tampil jadi penanggung jawab masing-masing, tugas yang telah dibebankan ke padanya, sesui apa yang pernah dikerjakan, kecil atau besar.

Untuk menelusuri makna tanggung jawab, dengan menggunakan istilah lain “ Yus’alu “ ( Akan ditanyakan ) perlu dikemukakan salah satu ayat pada Surah Al-Takasur “ Kemudian pasti kamu akan ditanyai pada hari itu, tentang kenikmatan (Yang kamu banga-banggakan itu ). (QS. 1O2 : 8)

Menurut ulama Tafsir, Yus’alu atau Latus ‘alunna pada ayat diatas, berarti meminta. Baik berupa materi atau informasi. Tapi yang dimaksud pada ayat ini adalah meminta pertanggung jawaban kepada yang ditanyai, menyangkut al-na’im (nikmat)

Pada mulanya nikmat berarti kelebihan. Yaitu kita tidak punya apa-apa, kemudian ada (wujud). Lama-lama meningkat menjadi memperoleh berbagai fasilitas yang diberikan Allah. Seperti udara, air, api, angin, rumah, perabot, kendaraan dan makanan, sampai kepada yang besar, seperti Alquran dan kehadiran Rasul yang menyebabkan kita menjadi muslim.

Seorang muslim jika menyadari bahwa hakikatnya kenikmatan dunia yang telah diberikan Allah, tiada artinya jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, maka tentu seluruh perhatiaannya akan diarahkan, bahwa kenikmatan dunia terutama harta benda, harus dikorbankan untuk kepentingan kenikmatan akhirat.Tapi sama sekali tidak berarti bahwa Islam melarang pemeluknya menjadi kaya, seperti yang dipahami sebagian orang, sehingga tidak bekerja keras untuk mengejar dunianya. Islam mengajarkan, jika selesai berzikir (salat), maka hendaklah bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah.Dan setelah memperoleh, sebagian kecil dari padanya digunakan untuk menolong sesama manusia, terutama yang miskin.

Dalam Alquran digariskan, perlunya ada keseimbangan antara mencari kepentingan dunia dan akhirat, misalnya “ Tuntutlah melalui apa yang dianugerahkan Allah (kehidupan dunia) kepada kebahagiaan akhirat dan janganlah kamu lupakan bagiamu dari kehidupan (kenikmatan dunia). Berbuat baiklah, sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (QS. 28 :77).

Ayat tersebut ditujukan kepada mereka yang suka membanggakan harta dan anak sehingga melupakan kehidupan nikmat di akhirat, yang lebih besar dan abadi. Artinya, perjuangan Islam menghendaki keseimbangan, agar tidak terhina didunia dan tidk terhina akhirat.

Klasifikasi Hadis :
Dalam hadis Rasul, tanggung jawab itu diarahkan kepada klasifikasi dan kualifikasi, bagi tiap orang, agar tidak terjadi benturan.

Misalnya sabda Nabi “ Kullukum ra’in wakullukum mas’ulun ‘an ra’iyatih… “(Kamu semua adalah pengembala dan akan ditanyai tentang gembalaannya… ) (HR.Bukhari). Pada hadis itu selanjutnya dirinci, suami bertanggung jawab tentang biaya dan kerukunan penghuni rumah, isteri mempertanggung jawabkan terutama pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya, dan para pembantu rumah tangga mempertanggung jawabkan harta yang dibebankan majikannya.
Adapun jenis-jenis tanggung jawab itu, oleh hadis dibagi dalam 4 bahagian, yaitu “ Tiada beranjak seseorang dari tempatnya bangkit di akhirat nanti, sebelum mempertanggung jawabkan 4 hal. Pertama, umurnya keseluruhan, ke mana dihabiskan. Kedua umur mudanya ke mana disumbangkan. Ketiga, ilmunya ke mana diberikan.Keempat, hartanya bagaimana cara memperoleh dan ke mana dibelanjakan.(HR.Abu Dawud).

Berdasarkan hadis tersebut, maka yang paling berat dipertanggung jawabkan adalah harta, karena pertanyaannya ada dua.. Diteliti lebih dahulu cara memperoleh, barulah ditanyakan ke mana dibelanjakan, sedang yang lain, hanya satu pertanyaan yaitu ke mana di manfaatkan.

Itu sebabnya dalam ilmu Fikih yang diarahkan, surah yang afdal dibaca waktu salat Isya sebelum tidur adalah surah Al-Takasur, karena disitu diingatkan bagaimanapun banyaknya harta yang dikumpulkan, disuatu saat kalian akan singga di kubur.Dan yang utama memberatkan pertaggung jawabannya adalah harta, seperti Hadis diatas.(Al-Jazairi juz V :611)
Sejalan dengan keempat macam pertanggung jawaban itu, maka Khalifah Umar pernah berkata “Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu “ ( Buatlah perhitungan dalam dirimu, sebelum Tuhan memperhitungkan di hari akhirat ).

Dalam Teologi Islam, di akhirat nanti, gaib yang harus dipercayai seorang muslim, termasuk didalamnya yang namanya “Hisab” (Hari perhitungan) dan “Mizan” (Timbangan). Semua amal manusia dihitung dan ditimbang, jika timbangan amal baiknya lebih berat, alhamdulillah ahli surga, jika yang berat adalah yang buruk, inna Lillah, terpaksa singgah di neraka dahulu. Inilah yang perlu diingat menyambut tahun baru.

Akhirnya, berdasarkan uraian singkat diatas, secara umum seorang muslim harus mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan di dunia. Jika memperoleh musibah secara nasional, maka semua orang, berkewajiban memikul bersama Secara khusus, pemimpin bertanggung jawab kepada yang dipimpin, suami bertanggung jawab terutama biaya rumah tangga, isteri bertanggung jawab terutama pendidikan anak-anaknya, dan para pebantu rumah tangga terutama bertanggung jawab, atas keselamatan harta benda yang dibebankan majikan kepadanya.

Sedang tanggung jawab yang paling berat di akhirat, adalah mempertanggung jawabkan kadar iman yang dianut. Melalui umur, ilmu dan harta yang telah dikumpulkan. Apakah halal, atau haram ?. Jika tergolong kategori halal, apakah zakat, infaq dan sadaqahnya, berjalan sesuai keinginan Pemberi nikmat ?. Alhamdulillah. Selamat bertahun baru !. Semoga Allah tetap memberkati dan bersabar atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita. (Amin).
H. Mochtar Husein

Syafa'at Rasul

Ketika seorang muslim sedang berziarah di makam Rasul SAW di Medinah, sewaktu menunaikan ibadah haji atau umrah, maka yang sangat didambakan ialah semoga memperoleh Syafa’at Rasul. Namun, sebagian masyarakat, masih meragukan, apakah memang ada yang disebut “syafa’at”, yakni dapat melakukan pembelaan terhadap nasib seseorang di akhirat seperti di dunia ?.Siapakah yang memenuhi syarat dapat dibela dan apakah hanya rasul SAW yang akan diberi izin untuk memberi syafa’at, sesuai Alquran ?

Syafa’at (Syafa’ah) berasal dari struktur huruf “Syin, Fa dan’Ain” yang berarti genap. Artinya, selalu terdiri dari dua hal yaitu gabungan antara satu dengan sesamanya, misalnya ada yang menolong dan ada yang ditolong. Atau makna yang lebih tegas, yaitu perantaraan (pertolongan) untuk menyampaikan permohonan dan keringanan sesuatu kepada Allah (Mu’jam :384).

Dalam Alquran:
Banyak ayat dalam Alquran yang menyebutkan adanya syafa’at, diantaranya:

(l) Dan jagalah dirimu dari azab hari kiamat, yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun, dan begitupula tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong (QS.2:48).

(2) Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkanNya memperoleh syafa’at itu (QS.34:23)

(3) Siapapun yang dapat memberi syafa’at disisi Allah, tanpa izinNya ?.(QS.2:225)

(4) Barangsiapa yang memberi syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) daripadanya(QS.4:85)

(5) Dan hari ini tiada yang memberikan syafa’at melainkan orang yang diridhaiNya. (QS.2O:lO9)

(6) Dan mereka tiada memberi syafa’at, melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah (QS.2l:28).

Dari 6 ayat tersebut diketahui, bahwa ada yang disebut syafa’at, ada sebagian orang yang tidak berguna syafa’at baginya, ada pula yang memperoleh syafa’at, bahkan ada yang dapat memberi syafa’at. Adapun orang yang tidak berguna syafa’at baginya ialah orang kafir, dan yang memperoleh syafa’at hanyalah mereka yang diridhai serta memperoleh izin daripadaNya. Adapun orang-orang mukmin yang memperoleh izin, jika dihubungkan (munasabah) dengan ayat lain misalnya “ Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan orang yang dikehendaki dan diridhaiNya. (QS.53:26).

Pendapat Mufasir:
Menurut Tafsir Al-Maraghi, bahwa orang-orang yang diizinkan dan diridhai, hanyalah mereka yang beramal ikhlas, sama dalam perkataan dan perbuatan (Juz IX :35).

Adapun orang yang akan memperoleh ridha Allah, ialah golongan mukmin yang berdosa selain dosa musyrik, sesuai Alquran “Sesungguhnya Allah tiada mengampuni dosa yang musyrik kepadaNya, dan mengampuni segala dosa selain itu, kepada yang dikehendaki” (QS.Al-Zumar 53). Namun, perlu diketahui jika melihat ayat lain, bahwa dosa apapun yang dilakukan manusia, dapat diampuni Allah, jika masih sempat bertobat nasuha sebelum meninggal (Lihat Al-Mizan XVII :295).

Adapun orang-orang yang diberi izin memberikan syafa’at, dijelaskan oleh Rasul SAW : “Yang dapat memberi syafa’at di hari kiamat ada 3 golongan : Para nabi, para ulama dan syuhada “(HR.Ibnu Majah dari Usman).

Berdasarkan Hadis Kutubussittah tersebut, maka yang menjadi masalah ialah apakah semua nabi dan ulama akan diberi izin memberi syafa’at ?

Jawabnya, kita lihat ayat lain dan hadis tentang kategori ulama ada tiga menurut Alquran :“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orangorang yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang zalim kepada dirinya, dan diantara mereka ada yang muqtasid (pertengahan) dan diantara mereka adapula yang “Sabiq bi alkhayrat “ (terdahulu dalam segala kebaikan) dengan izin Allah (QS.32:35).

Menurut mufasir Sayid Quthub, bahwa golongan zalim atau golongan pertama, yaitu orang-orang yang lebih banyak kejahatannya dari kebaikannya, muqtasid golongan kedua yaitu yang seimbang kebaikannya dengan kejahatannya, sedang sabiq golongan ketiga ialah yang lebih banyak kebaikannya dari kejahatannya (Fi zhilal Qur’an VI:l32).

Sedang menurut mufasir Ibnu Katsir, golongan Sabiq ialah golongan istimewa yaitu mengerjakan wajib dan sunnat dengan baik dan mampu meninggalkan segala yang haram dan makruh (Juz III:554).

Berbeda denga mufasir Al-Thabathabai yang menitik beratkan bahwa tiga golongan itu adalah ulama zalim dan muqtasid yaitu ulama yang masih sering berbuat dosa besar atau kecil, sedang ulama “Sabiq” (terdahulu) yaitu golongan ulama yang tidak lagi berbuat dosa, kecil apalagi yang besar, suka mengamalkan ilmunya dan suka mencarikan solusi terhadap problema yang dihadapi masyarakatnya, dan mereka itulah yang disebut ayat lain “Ulaika al-muqarrabun” (Dekat kepada Tuhan) yang akan masuk ke surga tanpa hisab ( Al-Mizan Juz XVII:46 ).

Dari tiga mufasir tersebut diketahui bahwa ulama yang istimewa, hanyalah golongan ketiga yang disebut Alquran “Sabiq bilkhairat”, yaitu golongan ulama yang kebaikannya banyak dan hampir tidak pernah melakukan pelanggaran, dibutuhkan umat masa kini dan akan datang serta patut disebut pewaris nabi-nabi, yang masuk kategori yang dapat memberi syafa’at, sesuai sabda Nabi :” Yang dapat memberi syafa’at di hari kiamat ialah para nabi, para ulama dan syuhada “ (HR.Ibnu Majah dari Usman).

Bentuk syafa’at:
Untuk meyakinkan adanya syafa’at Rasul, nabi bersabda “ Aku disuruh memilih antara dua alternatif yaitu umatku akan masuk ke surga separuh atau aku memberi syafa’at bagi mereka, niscaya yang kupilih ialah memberi syafa’at,. karena lebih umum, memadai dan menguntungkan “(HR.Ibmu Majah dari Abu Musa Al-Asy’ari).

Adapun bentuk syafa’at pertama yang akan dilakukan Rasul di akhirat nanti, ialah menyelesaikan problema masyarakat ketika dikumpulkan di mahsyar yaitu seluruh manusia yang pernah hidup dari awal sampai terakhir.

Nabi pernah bersabda “Ketika kerumunan manusia sedang menghadapi pengadilan di dalam keadaan panas dan gelisah, karena nasib belum menentu, maka di antara mereka berinisiatif dan mengusulkan mencari bapak manusia yaitu Adam dan memohon syafa’atnya, setelah bertemu, pimpinan rombongan berkata “ Hai Bapak kami, engkaulah manusia pertama yang pernah malaikat diperintahkan bersujud kepadamu, tolonglah dan sampaikan kepada Tuhan mengenai nasib kami”.Tapi, Adam menjawab:” maaf saya tidak dapat menolong kalian, sebab saya punya masalah, pernah memakan buah yang dilarang Allah, sekarang nafsi - nafsi, dan pergilah kepada yang lain. “ Kemudian rombongan mencari bapak manusia kedua, Nuh dan memohon kepadanya, sebagai nanusia yang digelari hamba yang bersyukur (Abdan syakura), Tolong sampaikan kepada Tuhan mengenai nasib kami yang belum menentu.Tapi Nuh pun tidak dapat menolong dengan alasan, punya masalah pernah berdoa menenggelamkan umat manusia di dunia, sekarang nafsi-nafsi dan pergilah kepada yang lain. Kemudian rombongan mencari Ibrahim dan memohon permintaan yang serupa “ hai Ibrahim engkau digelari khalil (Sahabat) Allah, mohonkanlah nasib kami kepada Allah,” tapi Ibrahim pun tidak dapat menolong dengan alasan saya punya masalah, pernah berdusta, sekarang nafsi - nafsi, dan pergilah kepada yang lain. Kemudian rombongan mencari Musa, dan memohon pertolongan seperti yang sudah dilakukan, lalu Musa menjawab saya pun punya masalah, pernah membunuh pengawal Fir’aun, sekarang nafsi-nafsi, dan pergilah kepada yang lain. Kemudian rombongan mencari Isa dan mengajukan permohonan, seperti yang dilakukan sebelumnya, tapi Isa pun tidak mampu menolong dengan alasan, saya punya masalah, kaum saya menuduh anak Allah, sekarang nafsi-nafsi, dan pergilah kepada yang lain. Akhirnya rombongan mencari Muhammad SAW, dan memohon pertolongan seperti yang telah dilakukan kepada nabi-nabi yang lain. Lalu Muhammad pergi bersujud di bawah ‘Arasy dan menghadap Allah sambil berkata, Ya Allah ummati, ummati (Tolonglah umatku ya Allah !). Kemudian Tuhan menjawab, angkatlah kepalamu, sebagian umatmu saya akan bebaskan dan tidak perlu dihisab dan sekarang suruhlah memasuki surga di pintu bagian kanan dan sebagian yang lain untuk diproses, di pintu yang luasnya sama antara Mekah dan Medinah.” (HR.Turmudzy dari Abu Hurairah).

Berdasarkan Alquran dan Hadis sahih di atas, maka baik Nabi atau ulama, tidak seluruhnya dapat memberi syafa’ah, kecuali Nabi kita Muhammad SAW yang tidak punya masalah dengan Tuhan.

Adapun bentuk-bentuk syafa’ah yang akan dihadapi umat Muhammad di akhirat, sangatlah bervariasi sesuai amal ibadah yang ikhlas yang pernah dilakukannya, yaitu:

Bentuk syafa’at di akhirat nanti ada 5 Pertama, mempercepat perhitungan amal ketika dihisab. Kedua, Adanya sebahagian yang akan masuk ke surga tanpa hisab. Ketiga,Membela umatnya yang sudah divonis neraka, jika dikehendaki Allah.Keempat, memohonkan keringanan siksaan yang sudah telanjur di neraka atau dikeluarkan sama sekali, karena pernah bersyahadat. Dan kelima, meningkatkan derajat orang yang sudah menghuni surga. (Sahih Muslim,Syarah Annawawi, Jilid II:36).

Membutuhkan syafa`at
Adapun orang-orang yang ingin dan membutuhkan memperoleh syafa’at Rasul di akhirat nanti, hendaknya mulai dari sekarang berusaha mengikuti ajaran rasul, sunnah dan melakukan wiridnya dalam ibadah serta meniru akhlaknya yang terpuji, terutama kecintaannya kepada kaum fakir miskin, dimana tanah air kita makin membeludak jumlahnya penduduk yang merasakan nasib itu. Dan sebagai bukti kecintaan kepada Rasul SAW, ialah banyak membaca salawat kepadanya, sesuai firman Allah “Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bersalawat kepada nabi, maka hai orang-orang mukmin bersalawatlah kepadanya. ” (QS.33:56).

Akhirnya, berdasarkan uraian Alquran dengan tafsirnya serta didukung hadis-hadis Kutubussittah, maka “syafa’at” memang ada, namun ada yang tidak berguna syafaat baginya, yaitu yang inkar dan ada juga yang berguna yaitu mukmin yang amalnya ikhlas, baik dalam perkataan dan perbuatan serta banyak mengikuti sunnah dan bersalawat kepada rasul SAW. Karena ulama adalah pewaris nabi-nabi, maka sebahagian dari mereka juga dapat memberi syafa’at setelah memperoleh izin dari Allah, yaitu ulama yang banyak melakukan perintah wajib dan sunnat serta tidak melakukan dosa sekecil apapun, yang oleh Alquran digelar “Sabiq bilkhayrat”(Selalu terdahulu dalam kebaikan).
Semoga kita umat Rasul, terutama pembaca uraian ini, dapat memperoleh kontribusi syafa’at Rasul SAW di akhirat nanti Amin.
H. Mochtar Husein

Memahami Nabi Muhammad

Alhamdulillah, kita telah berada pula di bulan Rabi’ul awal. Bulan Maulid Nabi yang diperingati umat Islam Indonesia setiap tahun. Mulai dari desa terpencil, sampai ke istana Negara. Memperingati Maulid, bukan perbuatan bid’ah. Apalagi jika disebut dhalalah. Nabi sendiri memperingatinya, dengan puasa setiap Senin.Dan umatnya dianjurkan juga berpuasa setiap Senin.

Di desa-desa, diperingati secara tradisional, yaitu berzikir dan membaca sejarah nabi (Barzanji). Di kota-kota, dengan cara modern. Pidato dan diskusi, tapi juga mengenai prilaku nabi. Keduanya sama, yaitu hubburrasul. Jika Barzanji itu diterjemahkan, itulah yang afdal, karena dapat dihayati maknanya.

Yang menjadi masalah sekarang, masih banyak orang muslim yang keliru memahami hakikat Nabi Muhammad. Mungkin karena cintanya kepada rasul berlebih-lebihan, atau karena tidak merasakan terkontaminasi filsafat Yunani yang diterima oleh sebagian filsuf Islam. Akibatnya, ada yang memahami bahwa Muhammad itu pancaran (faidh) atau emanasi dari Tuhan. Muncullah istilah “Insan al Kamil”. Padahal istilah itu, tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah sahih.

Bagaimana memahami dengan benar, sesuai Al-Quran ?.

Manusia biasa:
Meyakini “ Muhammad Rasulullah”, adalah syahadat kedua. Wajib diyakini seorang muslim, sesudah syahadat pertama Lailaha illa Allah. Tidak ada diantara kita, yang meragukan kerasulannya. Diabadikan Al-Quran dengan “ Nasyhadu innaka larasul Allah ( Kami mengakui bahwa engkau, benar-benar Rasul Allah (QS.63:1). Demikian keistimewaannya, tidak ada yang meragui sebagai “ Khatam wa asyraf al-anbiya’ wa al-mursalin”. ( Penutup dan termulia dari segala Nabi dan Rasul ). Namun, Al-Quran juga dengan tegas menyatakan “ Qul Innama ana basyarun mislukum” (Katakan, sesungguhnya saya ini adalah manusia biasa, seperti anda )(QS.18 :11O)

Menurut ahli Tafsir Ali Al-Shabuni, bahwa Muhammad sebagai manusia biasa.. berlaku juga sifat biasa pada dirinya. Hanya perbedaannya karena Allah memuliakan dengan wahyu bertugas, mengabarkan tentang keesaan Allah dan memkanjikan pahala besar bagi mereka yang beramal dengan ikhlas.

Ahli Tafsir Al-Jazairi menambahkan bahwa ayat tersebut, merupakan jawaban kepada kaum musyrikin yang memintanya memperlihatkan mu’jizat semacam yang diberikan kepada Musa dan Isa, lalu nabi mengakui bahwa ada yang tidak mampu dilakukan, karena diluar mu’jizat yang diberikan Allah. Misalnya, mengubah tongkat jadi ular atau dapat menghidupkan orang mati, sehingga nabi berkata “Ana basyarun mislukum”.

Mufasir Ibnu Abbas, sebenarnya “ Ana basyarun mislukum” yang dilontarkan Rasul itu, adalah pelajaran tawadu’ yang hendaknya dimiliki seseorang, bahwa jika ada keistimewaan, bukan segalanya. Maklum, tetap seperti hamba Allah yang lain.

Untuk lebih meyakini, ayat lain lebih tegas menyatakan “Wawajadaka dhallan fahada, wawajadaka ‘ailan fa aghna “ ( Bukankah Tuhan mendapatimu seorang yang bingun, lalu Dia (Tuhan) memberikan petunjuk ?.Dia mendapatimu seorang yang penuh kekurangan, lalu Dia memberikan kepadamu kecukupan ?” (QS.93 : 7-8)

Namun, para ulama Tafsir mengakui pula, dibalik ayat yang menyatakan punya keterbatasan sebagai “ basyarun mislukum ” sambungan ayat itu menyatakan “Yuha ilayya annama ilahukum ilahun wahid… ( Diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya Tuhan itu adalah Tuhan Yang Esa…) (QS.Al-Kahfi (18) :11O).

Manusia istimewa:
Apa artinya ?. Dalam satu ayat diatas, sesudah dinyatakan manusia biasa, kemudian dinyatakan ada keistimewaan ( keluar biasaannya ). Misalnya dari lebih seribu Nabi, yang dipilih menjadi rasul, hanya 25 orang. Dan dari 25 rasul, hanya nabi Muhammad SAW yang disebut “ Asyraful mursalin “( Rasul termulia). Dengan demikian betapa istimewanya nabi SAW. Laksana rembulan dikelilingi bintang. Keistimewaan itu terlihat juga, jika Tuhan memanggilnya dalam Al-Quran. Tuhan tidak menyebut namanya secara langsung, seperti “ Ya Muhammad ! ”. Tapi, Tuhan memanggilanya dengan sebutan mesra “Ya ayyuha al-nabiy - Ya ayuha al-rasul - Ya ayyuha al-muddatsir,” .( Wahai para nabi, Wahai para rasul -Wahai para yang berselimut). Menurut mufasir, semua panggilan dengan kata jamak, seperti itu, padahal ditujukan hanya satu orang yaitu Muhammad sendiri, itu adalah penghormatan yang tinggi. Sama juga dalam salam “ Assalamu Alaikum “ ( Mudah-mudahan kamu semua selamat dan sejahtera ), padahal pemberi salam itu hanya dia tujukan kepada satu orang saja.

Penghormatan lain Tuhan kepada nabi Muhammad, , yaitu diperintahkan “ Innallaha wamalaikatahu, yushallun ‘ala al- nabiy, ya ayyuha ladzina amanu shallu ‘alayh… ( Tuhan dan malaikatnya bersalawat kepada nabi, maka hai orang-orang mukmin, bersalawatlah kepadanya. (QS.33:65). Dan masih banyak lagi penghormatan lain, seperti menjadi rahmat seluruh alam.

Menurut Tafsir Al-Qurthubi, yang dimaksud salawat dari Tuhan kepada nabi pada ayat diatas yaitu Tuhan selalu mencurahkan rahmat dan ridha kepadanya. Mengenai salawat malaikat berarti melaikat selalu mendoakan dan istigfarkan. Sedang salawat orang mukmin berarti selalu medoakan dan ta’zhimkan.

Akan tetapi kita semua hendaknya sadar, bahwa bagaimanapun istimewanya nabi kita, tetap tidak boleh disamakan dengan Tuhan atau bahagian dari Tuhan. Seperti mempercayai bahwa emanasi dari Tuhan. Paham itu pernah dianut sebagian kecil filsuf Islam. Sebab itu, untuk memurnikan akidah, kita harus kembali kepada ayat diatas “Ana Basyarun mislukum” ( saya manusia biasa seperti anda ) dan pada surah Al-Ikhlas “ Walam yakun lahu kufwan ahad”( Dan tidak ada seorangpun yang setara atau mirip dengan Allah).

Adapun sifat-sifat Tuhan yang ada pada manusia misalnya rahman atau rahmat ( kasih sayang) perbandingannya 1OO berbandung 1. Artinya kasih sayang Tuhan dikurangi 1 = 99 . Jadi, yang satu itulah dibagi-bagikan kepada seluruh makhluk, sehingga seekor binatang tahu mengangkat kakinya, sehingga tidak sampai menginjak-injak anaknya yang baru dilahirkan sampai mati.

Insan al-Kamil ?
Falsafah “ Insan al-Kamil ” ( manusia sempurna ), dipahami sebagian sufi, bahwa kesempurnaan itu adalah copy Tuhan dalam diri Muhammad. Diorbitkan oleh sufi, Abd. Karim Al-Jili (w.1428 M) . (Astagfirullah).

Menurut Prof. DR.M.Rasjidi (Dosen “Filsafat Islam”), waktu penulis masih kuliah di Purnasarjana IAIN Yogya (1978), menerangkan, bahwa “ Istilah Hakikatul Muhammadiyah atau Nur Muhammad atau Insan al-Kamil yang dianut sebagian Sufi, adalah hasil dari meresapnya faham Neo Platonisme, yang dianut oleh Al-Kindi dan Al-Farabi”. Teori “emanasi” itu berasal dari pandangan, bahwa semua yang ada ini, memancar dari zat Tuhan melalui akal-akal ke sepuluh. Akal menurut pemikiran, mempunyai 3 tingkatan: Al-hayulani (material), bi al-fi’il (actual) dan al-mustafad (adeptus), dan tingkatan terakhir inilah yang menerima pancaran (emanasi) dari Tuhan. ( Dapat dilihat juga pada:” Koreksi terhadap DR.Harun Nasution, 1977:128).

Mengenai makna “Ahsani taqwin “ dalam Al-Quran, itu berlaku untuk seluruh manusia yang diciptakan Tuhan. Diakui pakar Tafsir, Prof. DR. M.Quraish Shihab, bahwa makna “ Ahsani taqwin” dalam Al-Quran, berarti bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ia mengutip pendapat mufasir Ragib Al-Asfahani, bahwa kata “taqwin” pada ayat tersebut, hanya mengisyaratkan bentuk pisik manusia lebih baik, dari binatang, serta mempunyai keistimewaan, karena dilengkapi akal. (Lihat : Tafsir Al-Quran,1997:741). Artinya, Insan al-Kamil, bukan istilah Al-Quran.

Satu-satunya yang dijadikan alasan sebagian sufi adalah Hadis Jabir, yang bukan bersumber dari “Kutubussittah“ ( 6 kitab Hadis yang diakui ). Jabir berkata, “ Yang pertama diciptakan Tuhanmu adalah Nur nabimu ”, ternyata ahli Hadis sendiri, menilainya hadis Dha’if. Imam Syafei yang pernah membolehkan penggunaan Hadis dha’if, hanya menyangkut masalah ibadah ( Fadilah. Amal) .Tapi masalah Akidah dan Syari’ah, Imam Syafei sendiri tidak mau menggunakannya. Adapun Tasawuf yang dikembangkan Imam Besar Al-Ghazali, seluruhnya adalah Tasawwuf Sunni (Akhlak). Dan beliau dikenal menolak Tasawuf filsafat, seperti yang dianut Al-Kindi, dkk).

Alhasil, memahami “Muhammad Rasulullah SAW ” dengan benar, sederhana saja.Tidak perlu berbisik-bisik dan mengeluarkan biaya. Cukup mentaati dan meniru akhlaknya, seperti tertulis dalam Al-Quran dengan “Uswah al-Hasanah” ( Teladan terbaik). Metodenya, “ Qul in kuntum tuhibbun Allah, Fattabi’uni, yuhbib kum Allah wa yaghfir lakum dzunubakum “ ( Kalau kamu betul-betul mencintai Allah, ikutilah saya, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu ) ( QS. 3:41 ).

Menurut Tafsir Al-Bayan, akhlak Nabi yang harus diikuti, terutama pada Sural Al-Mu’minun 1-1O. Diantaranya, selalu siap menunggu waktu salat, sangat khusyu’ dalam salat, menjauhi perkataan dan perbuatan sia-sia, suka bersedekah, memenuhi amanah dan menepati janji serta tidak suka berdusta.(Juz V :137).

Akhirnya, memahami nabi Muhammad dengan benar berdasarkan Al-Quran, ialah meyakini kerasulannya, mentaati perintahnya, meneladani akhlaknya, meyakini disamping manusia biasa, juga manusia istimewa dan rasul termulia, mempunyai misi utama pembawa rahmat bagi manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta mempunyai rahmat khusus kepada orang mukmin, dengan syafaatnya. Sebagian ulama berpendapat terutama yang suka memberi salawat dan mengikuti sunnahnya. .Semoga kita semua memperoleh kontribusi syafaatnya. Amin.
H. Mochtar Husein