Friday, November 16, 2007

Tilawah dan Pengamalan Alquran

Seleksi Tilawah Al-Qur’an (STQ) di Bengkulu pertengan Juli yang baru lalu, telah menghasilkan Qari dan Qari’ah terbaik tingkat nasional. Namun kontingen Sulawesi Selatan hanya puas, berada pada sepuluh besar. Padahal segi historis MTQ di Indonesia dirintis di Mattoangin Makassar 1968. Artinya, minimal masih berada di peringkat Tiga besar. Ya, syukurlah !. Dibanding dengan kontingen lain, ada yang belum memperoleh satu kejuaraan apapun.

Karena penulis ikut memantau beberapa hari, masih dirasakan ada kekurangan. Pengunjung setiap malam sangat kurang, kecuali pembukaan dan penutupan.Artinya gairah masyarakat sudah berkurang. Demikian sistem penilaian dari tahun ke tahun, masih cara convensional. Tidak terlihat ada kejutan yang dapat di sumbangkan hasilnya. Kecuali hanya Qari’dan Qari’ahnya digunakan untuk melantungkan suaranya pada Hari Peringatan Islam, semisal pembukaan dan penutupan acara peringatan Maulid atau Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Sebelum kita berpikir pembaharuan bagaimana mengubah agar bukan hanya Tilawahnya saja yang diutamakan, tapi yang sangat urgen mengamalkan isinya. Bahkan itu yang lebih penting dari lagunya saja. Sebab itu perlu adanya keseimbangan.

Sebelum membahasnya, ada baiknya kita ketahui sekelumit apa itu Bengkulu ?.

Propinsi Bengkulu termasuk bagian dari pulau Sumatera. Luasnya 19.789 Km2. Memiliki relief permukaan tanah yang bergelombang dengan dataran pantai dan daerah berbukit-bukit. Iklimnya, suhu minimal 19, OC dan suhu maksimal 31, 1C. Jumlah penduduk (2OOO) 2.37O.OOO jiwa dengan 4 Kabupaten : Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebon dan Kotamadya Bengkulu. Pendidikan yang ada memiliki SD 1426, SMP 2O2, SMU 78, SMK 36 dan 9 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Jumlah murid dari SD sampai SMU 3OO ribu jiwa lebih. Khusus mahasiswa 28 ribu lebih. Mempunyai 7 buah RS, 112 puskesmas dengan tenaga Dokter 134 orang, termasuk 27 Dokter Ahli. Memiliki 8O obyek wisata dengan 96 akomodasi dan tempat tidur sebanyak 2.998 buah. Mempunyai transportasi darat, laut dan udara yang bandaranya bernama Fatmawaty, sebagai pengabadian tempat kelahiran ibu Fatmawaty Bung Karno. Mempunyai rumah kediaman Bung Karno yang indah dan terpelihara, ketika diasingkan di Bengkulu. Kini dijadikan obyek wisata.

Bengkulu memiliki industri besar dan sedang. Seperti makanan, minuman, tembakau, karet, hasil hutan, logam besi bajak. Luas pertanian sawah dan ladang, 1O7 Ha lebih, perkebunan coklat, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi robusta, lada dan jambu mete, dsb. Namun yang sangat menonjol bagi pengunjung, seperti obyek wisata didaerah lain adalah oleh-oleh yang harganya terjangkau untuk dibawa pulang, yaitu dodol durian dan batek khas bersulam. Gardu-gardu pedagang berjejer disepanjang jalan menuju Bandara. Menurut penulis sebenarnya oleh-oleh dodol durian seperti itu, persis yang disebut dampok durian yang banyak dikenal di Mamuju dan Luwu. Keistimewaan mereka, karena mampu mengolah sedemikian rupa sehingga menyerupai dodol garut yang dapat dipasarkan ke manca negara. Kalau kita di Sulawesi Selatan mau berusaha dan mengawetkan makanan khas daerah, banyak yang dapat menjadi komoditi khas yang untuk konsumsi manca negara, seperti di Bengkulu.

Pembinaan moral:
Diantara sekian manfaat STQ atau MTQ termasuk salah satu bagian pembinaan moral generasi muda yang kini telah rusak parah. Dengan aktif mempelajari tajwid, lagu, makna dan mengamalkan isinya, pasti dapat memperkecil pengaruh negatif lagu-lagu Barat dan Timur yang kini mengarah kepada pembelajaran meningkatkan gerakan yang bernuangsa rangsangan kepornoan yang berjalan dengan sangat sistimatis melalui layar televisi, CD dan panggung-panggung terbuka, dengan bebas dalam masyarakat religius.

Disamping berfungsi pembinaan moral, juga sangat dibutuhkan memadukan keseimbangan antara kata, lagu, makna dan praktek pengamalan isinya.

Dapat dilihat salah satu ayat pembinaan dan pengamalan “ Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu dan beretakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.Hai orang-orang beriman, janganlah salah satu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi yang diolak-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok…dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan, adalah panggilan buruk, sesudah beriman, barangsiapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim (QS.49:11).

Ayat tersebut diperkuat oleh Hadis “ Janganlah kamu saling mengdengki, saling menyom bongkan diri dan saling membenci… jadilah hamba Allah yang bersaudara (HR.Muslim).

Melihat makna ayat diatas, dapat dipahami bahwa pertama, Alquran menyatakan seorang muslim itu bersaudara. Kedua, karena bersaudara, harus langsung didamaikan jika terjadi perselisihan. Ketiga, jika seseorang tidak mengamalkan perdamaian dan perbaikan moral, belumlah dapat disebut bertakwa, sedang hanya orang bertakwalah yang akan memperoleh rahmat. Bahkan lanjutan ayat tersebut lebih tegas adanya larangan mengolok-olok sesama manusia, karena boleh jadi yang diolok-olok itu, lebih baik dan terhormat disisi Allah. Kemudian ditutup ayat, bagi mereka yang tidak sadar dan tobat dari perbuatan jelek, itulah orang yang aniaya. Sehingga dari ayat itu dipahami bahwa membaca Alquran itu hendaknya langsung pengamalan spontan, dan dicap zalim bagi mereka yang tidak langsung merespon.

Keseimbangan Alquran :
Dalam Tafsir Al-Amanah, Rasyad Khalifah menyatakan, bahwa Alquran mempunyai keseimbangan antara bilangan kata dan antonimnya, misalnya al-hayat (hidup) seimbang dengan al-maut (mati), masing-masing berjumlah 145 kali. Al- Kufr (Kekafiran) seimbang dengan al-iman (Kepercayaan) yaitu 17 kali. Al-salam dan al-thayibat (kedamaian dan kebajikan) masing-masing 6O kali, dsb.

Bahkan Alquran menganut redaksi yang seimbang dan ketepatan makna, tapi selalu menonjolkan perbedaan keistimewaan antara yang takwa dan kufur. Dapat kita lihat misalnya “Wa siqa al-ladzina kafaru ila jahannama zumara, hatta idza ja uha futihat abwabuha…(Dan diantarlah orang-orang kafir ke neraka jahannam berbondong-bondong, hingga ketika mereka sampai ke sana, dibuka pintunya dan berkatalah penjaganya kepada mereka, “ bukankah telah datang kepadamu rasul-rasul dari jenis kamu sendiri” ?.(QS.39:71).

Kemudian dibandingkan dengan orang takwa “ Wa siqa al-ladzina al-taqaw rabbahum ila al-jannati zumara, hatta idza ja uha wa futihat abwabuha…(Dan diantarlah orang-orang bertakwa kepada Tuhan mereka ke surga, hingga ketika mereka sampai ke sana dibuka pintunya dan berkatalah penjaganya, “salam sejahtera untuk kamu semua, berbahagialah dan masuklah ke surga kekal abadi (QS. 39:73).

Membandingkan kedua kalimat dengan redaksi yang hampir sama, hanya istilah kafir ditukar dengan takwa dan neraka ditukar dengan surga, terasa sekali yang mendalami Bahasa Arab, karena adanya tambahan satu huruf “wa” (Wafutihat) ketika dekat pintu surga. Menurut beberapa mufasir, itu dimaksudkan bahwa huruf “wa” itu memberi makna istimewa bahwa adanya penyambutan hangat dan meriah bagi yang masuk ke surga lantaran takwanya. Ini menandakan, bagaimanapun keseimbangan redaksi Alquran itu sama, namun masih ada penghormatan khusus, terhadap mereka yang mampu mengamalkan Alquran dalam kegiatannya sehari-hari.Sehingga doa yang dianjurkan jika selesai khatam Alquran “Allahumma zayyin akhaqana bi al-Qur’an “ (Ya Allah hiasilah prilaku kami dengan prilaku yang tertera dalam Alquran).

Akhirnya berdasarkan pengamatan penulis bahwa hampir seluruh kegiatan STQ atau MTQ masih cara-cara konvensional sepanjang tahun. Menurut hemat penulis, sebaiknya diadakan pembaruan misalnya menggabung antara STQ dan MTQ untuk menghemat biaya. Dilaksanakan dua tahun tingkat Propinsi dan empat tahun tingkat Nasional. Sedang daerah yang siap menerima penyelenggaraan MTQ diamanatkan agar mereka sanggup membuat desa percontohan pengamalan Alquran, sehingga ada berbedaan dengan yang belum melaksanakan. Insya Allah jika cara ini dicoba akan dapat mempercepat pembinaan moral generasi muda yang rusak, sekalipun baru satu desa atau kelurahan tiap kota. Itulah keseimbangan tilawah dan pengamalan perlu dipertimbangkan Departemen Agama, demi pemibnaan moral generasi yang sudah parah.
H. Mochtar Husein

No comments: